Sebagian Besar Karyawan Memilih Tidak Mengambil Cuti Sakit Ketika Merasa Tidak Sehat
Sebagian besar karyawan di kawasan Asia tenggara ternyata lebih memilih untuk tidak mengambil cuti sakit, ketika mereka merasa tidak sehat. Hal tersebut terungkap dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Milieu Insight di negara-negara Asia Tenggara.
Menurut penelitian yang melibatkan 6.000 karyawan di Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia, Vietnam, dan Filipina mendapatkan hasil bahwa lebih dari tujuh dari 10 (71%) karyawan memilih untuk tidak mengambil cuti sakit, meskipun secara fisik mereka merasa tidak sehat. Selain itu lebih dari enam dari 10 (65%) memilih untuk tidak melakukannya ketika secara mental tidak sehat.
Para peneliti menyebutkan bahwa mungkin para karyawan merasa ragu untuk tidak masuk kerja meskipun jatuh sakit, atau juga mungkin karena kombinasi alasan seperti budaya presenteeism dan tuntutan pekerjaan yang tinggi. Sebagian responden membenarkan perilaku mereka dengan alasan terlalu banyak pekerjaan yang harus dilakukan (51%) atau karena alasan merasa tidak enak karena kehilangan pekerjaan (36%), dan rasa khawatir kehilangan keputusan/peluang penting (31%).
Secara umum data juga menunjukkan hasil sebagai berikut ini :
Karyawan di Singapura yang tidak mengambil cuti sakit saat fisik tidak sehat sebanyak 77%, kemudian yang tidak mengambil cuti sakit saat tidak sehat mental ada sekitar 67%
Sedangkan di Malaysia, mereka yang tidak mengambil cuti sakit saat fisik tidak sehat ada 68%, dan 65% lainnya tidak mengambil cuti sakit saat tidak sehat mental.
Untuk karyawan di Thailand angkanya bahkan lebih besar lagi bagi mereka yang tidak mengambil cuti sakit saat fisik tidak sehat, yaitu sebanyak 83%. Sedangkan karyawan yang tidak mengambil cuti sakit saat tidak sehat mental ada 72%.
Di Indonesia sendiri, lebih dari separuh karyawan menyatakan tidak mengambil cuti sakit ketika fisik (59%) dan mental (53%) tidak sehat. Sentimen ini relatif paling rendah (yaitu, karyawan mengambil cuti sakit bila diperlukan) dibandingkan dengan semua pasar Asia Tenggara. Thailand , di sisi lain, mewakili sentimen tertinggi.
Sedangkan bagi mereka yang bekerja di Filipina , sekitar tujuh dari 10 orang menyatakan bahwa mereka tidak mengambil cuti sakit ketika fisik (71%) dan mental (66%) tidak sehat. Sementara itu, hampir tujuh dari 10 pekerja di Vietnam menyatakan hal yang sama (tidak mengambil cuti sakit saat tidak sehat secara fisik: 69%; tidak mengambil cuti sakit saat tidak sehat secara mental: 64%).
Sayangnya, statistik ini tidak mengejutkan, mengingat hampir separuh (48%) karyawan yang disurvei mengatakan bahwa perusahaan mereka memiliki praktik mempertimbangkan jumlah cuti sakit yang diambil untuk penilaian kinerja karyawan. Ditambah lagi, hampir enam dari 10 (56%) karyawan di seluruh Asia Tenggara membenarkan budaya seperti itu. Sedikit lebih dari empat dari 10 (44%).
Para peneliti tersebut berpendapat bahwa mereka yang bekerja di Indonesia mewakili budaya tertinggi (67%). Diikuti oleh karyawan di Vietnam (62%), dan di Malaysia (61%). Singapura tercatat paling rendah di antara 34%, sedangkan di Thailand terbagi rata menjadi dua kubu (51% ya, 49% tidak).
Dalam penelitian tersebut responden juga diberikan pertanyaan lanjutan mengenai pendapat mereka kapan harus kembali bekerja setelah jatuh sakit. Hasilnya menyebutkan bahwa respons yang paling umum adalah ketika mereka “hampir pulih, tetapi masih sedikit tidak sehat” (48%). Kurang dari tiga dari 10 (27%) mengatakan bahwa mereka akan melakukannya ketika mereka sepenuhnya pulih.
Namun, ini adalah perilaku yang kontras karena sejumlah besar (60%) menyatakan bahwa karyawan, secara umum, hanya boleh kembali bekerja “setelah mereka pulih sepenuhnya”.
Sumber/foto : humanresourcesonline.net/inc.com