Pasca Pandemi Banyak Karyawan Muda Enggan Bekerja Kembali Secara Full Time
Dalam sebuah survei People at Work 2022 yang dilakukan oleh ADP® Research Institute: A Global Workforce View menunjukkan, sebagian besar karyawan baru atau mereka yang berusia lebih muda tidak terlalu tertarik untuk bekerja secara full time di perusahaan mereka. Hal ini terutama terjadi ketika perusahaan mereka ingin melanjutkan kebijakan kerja secara full time di kantor, setelah beberapa tahun lamanya menerapkan sistem kerja fleksible.
Menurut survei yang melibatkan sekitar 33.000 pekerja di 17 negara, memperlihatkan bahwa lebih dari tujuh dari 10 (71%) berusia 18-24 tahun dan dua pertiga (66%) berusia 25-34 tahun akan mencoba untuk mencari pekerjaan lain jika perusahaan mereka bersikeras untuk menerapkan sistem kerja full di kantor. Sedangkan responden yang berusia 45-54 tahun cenderung untuk mendukung kebijakan tersebut (56%).
Di Singapura, lebih dari lima dari 10 pekerja muda (antara usia 18-24 dan 25-34) akan mempertimbangkan untuk pergi jika diminta kembali bekerja penuh waktu. Sebagai perbandingan, hanya 35% pekerja Singapura di atas 55 tahun yang akan mempertimbangkan untuk berhenti jika hal ini terjadi.
Ini bisa menyebabkan timbulnya gangguan potensial karena beberapa industri, seperti konstruksi, manufaktur dan F&B, mungkin tidak dapat menerapkan sistem kerja hybrid. Selain itu industri seperti F&B dan ritel juga memiliki ketergantungan yang lebih tinggi pada pekerja yang lebih muda, dibandingkan dengan industri lain.
Laporan People At Work 2022 mengeksplorasi sikap karyawan terhadap dunia kerja saat ini dan apa yang mereka harapkan dan harapkan dari tempat kerja di masa depan.
Yvonne Teo, Wakil Presiden SDM, ADP, menyatakan bahwa penerapan kebijakan lockdown yang dilakukan oleh sebagian besar negara ketika pandemi Covid telah jauh berkurang, namun ketika banyak perusahaan menginginkan karyawan mereka untuk kembali bekerja secara penuh di kantor telah menjadi isu yang cukup sensitif. Terutama bagi para karyawan muda.
“Bagi banyak orang itu bisa menjadi masalah penting, berpotensi memicu keinginan karyawan yang lebih muda untuk pergi mencari posisi di tempat lain,” jelasnya lebih jauh.
Dirinya menambahkan, namun demikian pada saat yang sama, jadwal kerja hybrid atau fleksibel juga akan menjadi tantangan tersendiri bagi industri seperti manufaktur, ritel, dan F&B, dengan pekerjaan yang tidak dapat dilakukan dari jarak jauh.
“Ada baiknya menyelidiki kesediaan pekerja untuk kembali ke kantor dan menyeimbangkan ini dengan apa yang paling cocok untuk bisnis. Ketika pekerja kembali ke kantor, manajer memiliki peran penting untuk membuat kolaborasi tatap muka bermakna untuk melibatkan pekerja yang lebih muda. Ini akan membantu membangun budaya internal yang lebih terhubung dan meningkatkan kepercayaan dan loyalitas antara pemberi kerja dan staf,”terangnya.
Sumber/foto : hrmasiamedia.com/inc.com
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS