Membuat Keputusan dengan Metode ‘Ketidaktahuan Rasional’
Apa itu lubang hitam?
Mengapa gaya magnet yang berlawanan dapat saling tarik menarik?
Bagaimana dua unsur yang mudah terbakar seperti hidrogen dan oksigen dapat bergabung menghasilkan air?
Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang menarik. Anda dapat mencarinya di Google untuk menemukan jawaban singkat yang cocok untuk orang awam dan penikmat intelektualisme. Namun jika Anda ingin memahaminya sepenuhnya, Anda harus belajar kimia dan fisika tingkat pascasarjana, yang mungkin memerlukan studi bertahun-tahun dan biaya kuliah yang tidak sedikit.
Apakah Anda layak berinvestasi pada pengetahuan seperti itu? Tergantung. Jika Anda ingin bekerja di NASA atau Dow Chemical Company, mungkin iya. Tapi, jika Anda ingin bekerja di bidang coding, pemasaran, atau penjualan, mungkin tidak.
Seperti keputusan lainnya, perolehan pengetahuan jelas melibatkan pertimbangan soal manfaat dibandingkan pengeluaran sumber daya. Sebagian besar dari kita belajar mengendarai sepeda roda dua daripada sepeda roda satu karena manfaat praktis dari sepeda roda dua jelas lebih besar daripada sepeda roda satu. Betapapun kerennya seseorang mampu mengendarai sepeda roda satu, kita tidak melihat pentingnya menginvestasikan waktu berjam-jam dan upaya yang melelahkan untuk menguasai keterampilan itu.
Untuk alasan yang sama, kebanyakan dari kita puas dengan video dari Neil deGrasse Tyson berdurasi tiga menit yang menjelaskan rahasia alam semesta fisik. Namun bagaimana dengan investasi yang lebih relevan dan penting?
Tahu vs Tidak Tahu
Pernahkah Anda menggaruk-garuk kepala di bilik suara dan memikirkan bagaimana memilih dengan cerdas antara calon hakim, jaksa wilayah, atau kepala daerah? Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kita ingin mendapat informasi yang baik dan berhati-hati dalam memilih. Namun sulit untuk menemukan sumber informasi yang dapat dipercaya dan obyektif, serta memerlukan waktu lama untuk memproses pengetahuan tersebut. Jadi, kita melepaskan tanggung jawab sosial karena kita tidak dapat meyakinkan diri sendiri bahwa investasi waktu yang kita lakukan sepadan dengan hasilnya.
Dengan melakukan hal ini, kita coba mencari jawaban itu persoalan itu dalam Kamus Etika:
Ketidaktahuan rasional (rational ignorance) didefinisikan sebagai berikut:
“Pilihan untuk tetap tidak mendapat informasi karena biaya untuk mendapatkan pengetahuan itu lebih besar daripada manfaatnya.”
Waktu bisa dibilang adalah sumber daya yang lebih berharga daripada uang. Itu sebabnya, ketika Anda menghadapi keputusan medis, Anda harus memilih apakah akan menghabiskan waktu berjam-jam secara online untuk meneliti kemungkinan pengobatan atau hanya mengandalkan keahlian dokter Anda. Pendekatan yang satu belum tentu lebih baik dibandingkan pendekatan lainnya. Ini tentang menetapkan prioritas dan mengalokasikan sumber daya.
Prinsip yang sama berlaku untuk membeli mobil, mencari pekerjaan, atau berinvestasi di pasar saham. Anda ingin mendapatkan hasil maksimal, tetapi Anda juga perlu memanfaatkan waktu Anda secara efisien. Seringkali, Anda tidak bisa mendapatkan keduanya. Pada akhirnya, Anda harus membuat pilihan.
Namun, ketika emosi muncul, pilihan-pilihan tersebut mulai tidak terlihat seperti investasi dan lebih seperti perjudian. Ketika hal ini terjadi, ketidaktahuan rasional menjadi ketidaktahuan yang disengaja.
Melihat kembali keputusan-keputusan yang membawa bencana, mudah untuk mengidentifikasi alasan mengapa terjadi kesalahan. Baik individu, ahli strategi militer, pemilih, atau pemimpin perusahaan, mereka semua pernah melakukan kesalahan. Pertanyaan sebenarnya adalah apakah kesalahan tersebut dapat dihindari dan seberapa besar upaya yang dilakukan untuk mengantisipasinya. Jika kita gagal melakukan uji tuntas dengan mempertimbangkan potensi jebakan, maka kita telah melewati batas dari kesalahan menjadi kelalaian.
Perbedaan budaya dan filosofi bisnis yang tidak dapat didamaikan dapat mengingatkan kita tentang perusahaan otomotif Daimler dan Chrysler yang melakukan merger pada tahun 1998 yang ternyata akhirnya merupakan gagasan yang buruk. Masalah ketidakharmonisan, valuasi aset yang keliru, dan kurangnya perencanaan strategis juga menyebabkan kegagalan merger Time Warner dan AOL pada tahun 2000, yang kemudian diberi label “Merger Paling Merusak dalam Sejarah.” Dan empat dekade setelah Coca-Cola memformulasi ulang resep rahasianya sebagai reaksi terhadap serangkaian uji rasa konsumen yang meragukan, produk New Coke tetap menjadi contoh bencana dari visi ‘melompat tanpa melihat’.
Semua kesalahan ini sebenarnya bisa dengan mudah dihindari. Namun tekad yang membara untuk meningkatkan keuntungan dengan tetap selangkah lebih maju dalam persaingan membuat para pengambil keputusan merasionalisasikan ketidaktahuan mereka yang disengaja. Daripada mengambil risiko kehilangan momen, mereka gagal melakukan perencanaan yang matang dan pada akhirnya terbukti hal itu menjadi kenyataan yang sulit dipercaya.
Langkah pertama untuk memastikan bahwa ketidaktahuan kita bersifat rasional dan bukan disengaja adalah dengan mengenali kekuatan inersia budaya yang merugikan kita. Untuk semua uang yang sudah kita habiskan untuk nasihat dan konsultasi guna membantu kita memilih dengan bijak, banyak arti kiasan dari budaya popular saat ini tanpa henti membujuk kita untuk memimpin dengan perasaan daripada berdasarkan fakta:
Hati menginginkan apa yang diinginkan hati.
Orang tidak akan mengingat apa yang Anda katakan, tapi mereka akan mengingat bagaimana Anda membuat mereka merasakan.
Kita hidup di era pasca-kebenaran.
Jangan bingung membedakan hal-hal dengan fakta.
Beraninya Anda mempertanyakan pengalaman hidup orang lain.
Semua ini tidak berarti bahwa kita harus mengesampingkan perasaan, baik perasaan orang lain maupun perasaan kita sendiri. Hal ini berarti bahwa emosi tidak dapat diandalkan sampai emosi tersebut disaring melalui logika. Seperti yang dikatakan mendiang Daniel Patrick Moynihan: “Anda berhak atas pendapat Anda sendiri, tetapi bukan fakta Anda sendiri.”
Membuat keputusan yang bertanggung jawab tidak dapat dipisahkan dari masalah etika. Menyeimbangkan pengaruh dari perasaaan dan pikiran dalam pilihan yang kita buat akan membimbing kita dalam melakukan investasi waktu dan uang yang paling rasional. Ini adalah formula sederhana (walaupun tidak selalu mudah) untuk mencapai hasil terbaik dengan menggunakan sumber daya yang kita miliki.
Sumber/foto : fastcompany.com/entrepreneur.com