Fabrizio Scrima : Kenyamanan Tempat Bekerja Menjadi Alasan Utama Karyawan Betah Bekerja
Ada berbagai macam alasan mengapa banyak orang mencintai pekerjaannya, seperti ruang kerja yang nyaman dengan fasilitas lengkap dan memadai, rekan kerja menynangkan dan bos yang baik. Semua ini bisa menjadi alasan kita bisa mencintai dan betah pada pekerjaan tersebut. Biasanya karyawan dengan tipe seperti ini, akan sangat senang dan bersemangat di pagi harinya untuk berangkat bekerja. Berbeda halnya dengan mereka yang merasa tidak bahagia pada pekerjaannya. Seakan setiap tugas yang diberikan adalah beban, tidak nyaman berada di kantor atau bahkan ada rasa enggan, kemalasan jika harus kembali bekerja keesokan harinya. Tentu dalam hal ini, ada beberapa macam alasan tertentu mengapa kita sebagai karyawan tidak merasa bahagia ketika bekerja.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Fabrizio Scrima, profesor psikologi dari Universitas Rouen Prancis, menyebutkan bahwa perasaan kita di tempat kerja dapat dijelaskan dengan mudah. Karena terdapat teori yang mencoba memberikan sudut pandang baru, untuk memahami perasaan yang kita rasakan di tempat kerja. Perasaan ini pada gilirannya dapat memengaruhi pekerjaan, karena tempat di mana kita bekerja dan pekerjaan itu sendiri berkaitan erat dengan banyak orang.
Menurut Srima untuk memahaminya pertama-tama harus dapat membayangkan dengan berada di lingkungan yang benar-benar kita sukai. Sehingga kita memiliki asosiasi positif dengan segala sudut ruangan kerja. Maka ketika masuk ke tempat itu kita langsung merasakan sebuah hiburan dan kenyamanan, sehingga akan lebih santai dalam pembawaan kerja.
“Sekarang coba bayangkan ketika masuk ke suatu tempat di mana ada hal buruk yang dapat terjadi pada diri kita, seperti restoran saat kita bertengkar dengan pasangan ataupun hal-hal negatif lainnya Maka kemungkinan besar kita tidak akan pernah dapat pergi ke restoran itu dan menikmati hidangan ataupun suasananya lagi. Hal itu sama halnya jika itu adalah tempat kerja kita di mana sesuatu yang buruk sedang terjadi, seperti rekan kerja yang secara konsisten bersikap kasar. Tentu kita akan merasa tidak nyaman di tempat kerja dan ingin kembali kesana. Namun perbedaannya adalah bahwa kita tidak dapat menghindarinya dengan mudah dan tetap harus konsisten dengan pekerjaan kita, maka ini artinya kita harus tetap kembali pada tempat kerja dan mungkin akan bertemu dengan rekan kerja lagi,” jelasnya mencontohkan.
Dijelaskan lebih jauh olehnya bahwa tempat kerja selalu memiliki keterikatan ini, yakni penggabungan tiga komponen yaitu afektif perasaan, kognitif atau pikiran, dan perilaku bagaimana cara kita mencari atau menghindari. Adanya kelekatan dan beberapa macam perasaan kita di tempat kerja, seperti misalnya kemungkinan timbulnya pikiran-pikiran tentang hal buruk akan terjadi. Sehingga hal ini menyebabkan timbulnya keinginan untuk tiba di sana lebih awal dan pulang paling akhir. Ada pula keinginan untuk menghabiskan waktu di ruang istirahat kantor atau kafetaria, cukup untuk membuat kita merencanakan tinggal di sana. Kemungkinannya adalah dengan kenyamanan tersebut, kita menjadi enggan untuk pulang lebih cepat dan berharap adanya berbagai macam aktivitas setelah bekerja seperti mengobrol dan lainnya di tempat kerja.
Keterikatan tempat kerja menjadi model kerja internalnya sendiri, yang diyakini oleh sebagian besar peneliti sebagai ciri keterikatan karyawan dengan orang-orang penting dalam hidupnya. Dalam kasus di tempat kerja, ini menjadi representasi yang kita miliki. Dimana dalam pikirannya bagaimana kita memiliki hubungan dan identitas kita sendiri di tempat kerja itu.
“Kita mungkin akan merasa bangga ketika melihat bagian depan gedung tempat kita bekerja, logo yang menandakan kebesaran perusahaan, atau bahkan tulisan di pintu saat memasuki kantor, dan bahkan ruang kerja sendiri,” ungkap Scrima.
Namun demikian meskipun teori keterikatan telah diterapkan secara luas di tempat kerja., namun tidak ada penelitian yang meneliti kualitas attachment di tempat kerja dibandingkan dengan intensitas. Dalam model Scrima gaya ikatan tempat kerja dari segi kualitas dapat jatuh ke dalam salah satu dari empat kategori, berdasarkan dimensi pikiran tentang diri seseorang.
“Dalam anggapan mengenai tempat kerja yang aman, kita bisa merasakan hal yang positif tentang diri sendiri dan tentang tempat di mana kita bekerja. Dalam keterikatan tempat yang sibuk, kita memiliki pikiran negatif tentang diri sendiri, meskipun sebenarnya merasa positif tentang hal itu,” katanya
Hal terpenting dalam temuan ini menurut Scrima, adalah bahwa perusahaan dapat meningkatkan sikap karyawan mereka, dan membuat mereka untuk tetap menjadi produktif dalam organisasi, dengan membantu karyawan yang tidak merasa aman menjadi lebih aman.
“Dari sudut pandang kita sendiri dapat memperjelas keterikatan tempat kerja dapat membantu kita bergumul dengan perasaan ambivalen, yang mungkin dimiliki tentang pekerjaan berdasarkan lingkungan fisik di mana itu terjadi. Jika tidak ada kecocokan antara identitas dengan citra internal perusahaan, produktivitas kita dan mungkin juga kesehatan mental akan mulai menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan. Bahkan kita mungkin juga memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan, karena ketidaknyamanan yang dirasakan di tempat kerja tersebut,? jelasnya.
Singkatnya pemenuhan kebutuhan rasa aman di tempat kerja dan tempat lain, di mana kita banyak menghabiskan waktu dapat berasal dari berbagai sumber. Mengklarifikasi bagaimana perasaan kita tentang tempat-tempat itu, dapat membantu dalam mengidentifikasi lebih positif dengan mereka dan memungkinkan kitaa menjadi lebih produktif.
Sumber/foto : psychologytoday.com/noobpreneur.com
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS