Transformasi Digital Modal Utama Menghadapi VUCA dan Industri 4.0
Komitmen yang kuat dan konsistensi dari seluruh karyawan sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan kemampuan perusahaan dalam melakukan transformasi digital, sebagai bekal dalam menghadapi era industri keempat (Industri 4.0). Dalam kaitan ini membangun sumber daya manusia (SDM) yang tangguh melalui peningkatkan pengetahuan, keterampilan & sikap mereka, sangat penting agar tetap relevan dan agile (lincah) dalam menghadapi tantangan bisnis di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity).
VUCA merupakan gambaran situasi global saat ini, termasuk dalam dunia usaha yang dipicu pesatnya kemajuan teknologi informasi. Tidak hanya model bisnis baru yang kian bermunculan, namun era ini juga menghadirkan tantangan disruption dalam dunia bisnis, yang bisa mengancam sistem bisnis dan kelangsungan perusahaan konvensional. Banyak contoh yang sudah terjadi, seperti layanan transportasi taksi konvensional yang tersingkir, terdisrupsi oleh kehadiran layanan transportasi berbasis aplikasi online, bank konvensional juga demikian akibat maraknya layanan digital bank dan financial technology (fintech).
Begitu juga media print (cetak) banyak yang tutup, tergusur oleh maraknya media online. Era digital membuat tatanan dan peta bisnis media ikut berubah. Bisa dikatakan bahwa media adalah salah satu industri yang paling berdampak, atas tren digitalisi yang berujung pada disruption. Terbukti tak sedikit meda cetak yang harus gulung tikar, alias rontok di tengah jalan atau mengalami penunan drastis oplah cetaknya menyusul berkembangnya media pemberitaan berbasis online.
“Tetap eksis di tengah era disruption seperti sekarang, memang bukan hal yang mudah. Dibutuhkan strategi yang tepat dalam mengelola sekaligus mempertahankan bisnis. Salah satu kuncinya adalah membangun budaya dan skill (ketrampilan) dan baru di kalangan sumber daya manusia (SDM), agar mereka miliki kemampuan berkompetisi di era VUCA yang penuh tantangan dan ketidakpastian ini,” ungkap Arki Sudito, GM Strategic HR Business Partner Corporate HR, Kompas Gramedia, saat menjadi salah satu panelis dalam seminar bertajuk “Resilient & Innovative People To Win Global Competition” di ajang HR Expo 2019 yang di helat oleh IntiPesan (11/12), di JCC Jakarta.
Bersama dua pembicara lainnya (Sanuk Tandon, COO Kalibrr Indonesia, Arnold Egg, Chief Product & Innovation at Bizzy Group, Founder & CEO Sprout Digital Labs Indonesia), dalam kesempatan itu, Arki Sudito mepresentasikan materi berjudul “Strategy & Tactic to Develop Resilient Talent to Enhance Company Competitiveness”.
Dijelaskannya lebih jauh bahwa tantangan baru era disurpsi ini juga dialami Kompas Gramedia Group, di mana perusahaan mau tidak mau juga melakukan restrukturisasi medianya. Bahkan harus efisiensi dengan menutup beberapa media print (cetak), dan beralih ke media digital (online). Hal ini dilakukan juga tak lepas dari perubahan perlilaku dan gaya hidup digital di kalangan masyarakat, yang beralih dari membaca koran atau majalah print (cetak) ke sistem online yang kini bisa mudah diakses dari perangkat smartphone (ponsel pintar).
“Ancaman disrupsi ini juga kami alami di Gramedia, terutama di media cetak. Makanya kami juga melakukan changes (perubahan) dengan membangun budaya dan cara kerja baru bagi karyawan sesuai tuntutan perubahan pasar ini. Misalnya di redaksi mau tidak mau harus mengubah gaya penyajian berita, karena media cetak berbeda dengan online yang menuntut penyajian lebih simple dan praktis. Tidak lagi panjang lebar seperti menulis di koran. Ini hanya salah satu aspek saja, dari sisi culture juga kita arah dengan memberi tantangan baru. Bgeitu juga dari aspek bisnis dan perikalanan. Makanya mereka juga kita challenge dengan sering melontarkan pertanyaan, terkait apa yang sudah ia lakukan hari ini terkait tuntutan perubahan di era VUCA ini. Ini juga bagian dari strategi kami dalam membangun budaya kerja baru di perusahaan kami agar memiliki sikap agile,” ujarnya.
Ditambahkan, dalam konteks yang lebih luas, tantangan baru era VUCA maupun antisipasi kesiapan memasuki era Industri 4.0, juga menuntut kesigapan pemimpin perusahaan memiliki sikap agile untuk mempersiapkan organisasi agar mampu berkompetisi di era yang penuh tantangan dan ketidakpastian ini. Menjadikan organisasi atau perusahaan yang lincah (agile organization), menjadi tugas pemimpin jika ingin bisnis dan perusahaannya terus berlanjut dan siap bersaing di era digital.
“Di era disruptif seperti sekarang ini, perusahaan atau organisasi juga harus bisa cepat berubah. Kuncinya yang harus start from the top atau dari seorang leader (pemimpinnya). Makanya leader harus punya visi jauh ke depan. Upaya menuju agile organization juga berkaitan dengan corporate culture, yang harus ditanam di semua jajaran karyawan. Terutama terkait nilai-nilai baru yang bisa menjadi spirit dalam melakukan terobosan baru sesuai tuntutan perkembangan pasar. Dalam hal ini juga harus didukung dengan sebuah sistem dan juga infrastruktur technology-nya. Hal ini juga kami alami, misalnya untuk memperkuat media online, di mana infrastruktur dan sarana pra sarananya pun juga kami perkuat,” ujarnya.
Menurutnya agile organization bukan hanya soal pengembangan teknologi atau aplikasi digital, namun yang tak kalah penting juga membangun culture atau behavior-nya. Terutama terkait kemampuan mereka dalam sebuah tim, ,untuk memasuki dan bekerja di era digital. Karena itu, membangun budaya organisasi yang lincah dan cekatan (Agile Organization) harus jadi skala prioritas, terutama pada perusahaan atau organisasi yang masih konvensional. Apalagi ancaman adanya disruption bisnis semakin cepat yang kian tak terelakkan.
“Dalam kondisi seperti ini perusahaan tidak hanya butuh human resource (karyawan) pintar secara teknis, tetapi harus punya visi dan intelectual agility yang bisa mendorong perubahan dan perilaku baru sesuai dengan tuntutan dan tren. Makanya penting untuk membangun culture fit dan sikap trust untuk semua tim di sebuah organisasi atau perusahaan agar mereka memiliki mental siap bersaing di era disruptif ini. Sebab kalau kita tidak siap, bisa tersingkir. Building new curute ini pula yang kami lakukan di Kompas Gramedia,” ujarnya saat diskusi yang dipandu oleh moderator senior, Saka Abadi.
Ditandaskan tantangan bisnis di era disruptif ini tidak hanya masalah model bisnis yang semakin kompleks dan beragam, namun yang tak kelah strategis, yakni bagaimana perusahaan atau organisasi mempersiapkan change (perubahan) agar mampu berkompetisi di era ini. Dalam kondisi seperti ini, langkah cepat melakukan transformasi bisins di perusahaan menjadi penting dan strategis. “Di sinilah peran leader sebagai kuncinya. Dia harus selangkah di depan dan punya visi jauh ke depan,” tandasnya. (ACH)