IntiPesan.com

Strategi Engagement Karyawan Lewat Pengembangan Kesejahteraan

Strategi Engagement Karyawan Lewat Pengembangan Kesejahteraan


Kesejahteraan karyawan menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh setiap perusahaan. Sudah menjadi hal yang wajar jika karyawan berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Bukan karena tidak nyaman, namun lebih dikarenakan untuk mendapatkan benefit yang lebih baik. Bisa jadi mereka merasa nyaman bekerja di perusahaan tertentu, tetapi kemudian karena melihat ada perusahaan lain yang menawarkan benefit lebih baik maka dirinya lantas berpindah. Hal tersebut disampaikan oleh Ivan Taufiza, HR Director PT Nissan Motor Indonesia saat ditemui oleh Redaksi intipesan seusai menyampaikan sesinnya dalam Seminar Employee Healthand Wellness Forum yang diselenggarakan oleh Intipesan pada Selasa (28/1) di Jakarta.

“Kesejahteraan karyawan adalah salah satu strategi besar bagaimana organsiasi bisa merekrut, meretain dan mendevelop perilaku di karyawan. Hal itu menjadi kunci dari program kesejahteraan dan strategi engagement karyawan, ” jelasnya.

Menurutnya program kesejahteraan karyawan sendiri, sifatnya bukan sesuatu yang diberikan secara cuma-cuma. Tetapi ada tujuan, filosofi dan strategi dibelakangnya. DImana setiap company punya hal tujuan yang berbeda-beda dengan pemberiannya. Dalam pemberian fasilitas kesehatan dan kesejahteraan karyawan terdapat dua hal yang menjadi variable utama. Pertama, adalah kesehatan dan kesejahteraan serta benefit karyawan yang bergantung pada industri yang terkait.

“Misalnya di industry high-tech, telekomunikasi atau startup, dimana orang-orang yang bekerja didalamnya relative lebih memvalue cash, komponen yang sifatnya uang, bukan yang sifatnya benefit seperti medikal, asuransi dan sebagainya”, ujarnya.

Namun di beberapa industri yang berbeda, misalnya di perusahaan minyak atau di perusahaan keuangan, komponen yang sifatnya non cash itu diberikan jauh lebih besar dibandingkan dengan yang komponen cash. Karena demografi atau isi dari pekerjaanya memvalue program tersebut jauh lebih besar.

Dijelaskan juga lebih jauh bahwa dengan adanya generasi milenial, yang memasuki dunia kerja seperti sekarang ini. Tentunya mengombinasikan antara cash dengan dengan benefit, menjadi masalah yang sangat diperhatikan.

“Misalnya angkatan kerja perempuan mempunyai aspirasi dan program, yang berbeda benefitnya dibandingkan dengan tenaga kerja pria atau yang lebih tua. Jadi memang sangat bergantung pada demografi yang ada didalam organisasi itu. Dari situlah kita buat program kompensasi, yang sesuai agar bisa tetap attrack dan retain karyawan,” tuturnya. (Artiah)