Pekerja Senior Ternyata Paling Membutuhkan Program Pengembangan Karir
Menurut studi terakhir yang dilakukan oleh ADP Research Institute menemukan bahwa pekerja senior memiliki rasa kurang percaya diri apabila dibandingkan dengan karyawan lain yang lebih yunior. Selain itu juga banyak organisasi yang kurang memberikan perhatian kepada pekerja senior, terutama dalam hal peluang peningkatan yang akhirnya mengakibatnkan terhambatnya karir mereka.
Hal tersebut sesuai dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh People at Work 2021: A Global Workforce View, yang menyebutkan bahwa hanya 49% pekerja senior (usia 45-54) yang merasa yakin bisa menemukan pekerjaan lain dengan standar gaji sama atau lebih baik. Apabila dibandingkan dengan 62% pekerja yang berusia 35-44 tahun, dan 71% karyawan dengan rentang umur 25-34 tahun.
Temuan lain juga mengungkapkan bahwa pekerja senior memiliki rasa pesimis yang lebih besar tentang masa depan mereka, sedangkan 63% lainnya memiliki kepercayaan bahwa COVID-19 akan berdampak negatif pada kemampuan mereka untuk mencari pekerjaan baru dalam tiga tahun ke depan, dibandingkan dengan 52% pekerja berusia 35-44 tahun, dan 44% pekerja berusia 25-44 tahun.
Selain itu pekerja senior juga lebih mempertahankan stabilitas pekerjaan mereka. Sebanyak 43% pekerja berusia 45-54 tahun, dan pekerja berusia 55 tahun ke atas (47%), pernah merasakan dampak negatif akibat COVID-19, termasuk kehilangan pekerjaan, pemotongan gaji, atau pergi pada cuti yang tidak dibayar.
Secara komparatif, kelompok usia 35-44 tahun dan 25-44 tahun mengalami dampak negatif yang lebih banyak, masing-masing 56% dan 62%. Sementara mayoritas (51%) pekerja senior juga melaporkan stagnasi dalam peluang peningkatan keterampilan sejak dimulainya pandemi COVID-19. Sedangkan 47% pekerja yang berusia 25-34 tahun melaporkan hal sebaliknya dan justru mengalami peningkatan kesempatan untuk mengembangkan keterampilannya, dibandingkan dengan hanya 33% pekerja senior.
Yvonne Teo, Vice President – HR, APAC di ADP mengatakan, karyawan yunior dianggap memiliki lebih banyak ruang untuk mengembangkan karir mereka, dan perusahaan lebih sering mengalihkan perhatiannya kepada tenaga kerja yang lebih muda bila dibandingkan dengan pekerja senior.
“Kita harus mampu meluruskan pemahaman bahwa pengembangan karir adalah sesuatu yang berhenti setelah karyawan memasuki usia tertentu. Pergeseran pola pikir yang besar perlu terjadi agar perusahaan dapat secara efektif mengoptimalkan skill yanng dimiliki oleh pekerja senior yang lebih berpengalaman,” jelasnya.
Data lain menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian dalam kesempatan belajar dan pengembangan karir yang berbeda pada karyawan senior dan yunior, dan ini berdampak pada kepercayaan diri karyawan. Dimana hanya 36% pekerja senior yang menerima pelatihan tambahan yang selaras dengan peran atau tanggung jawab baru akibat kebijakan perusahaan yang terkait dengan pandemi COVID-19, dibandingkan dengan 48% pekerja berusia 35-44 tahun dan 42% berusia 25-34 tahun.
Penelitian juga menemukan bahwa pekerja senior (26%) memiliki rasa kepercayaan diri yang lebih rendah dalam menangani tanggung jawab baru mereka, dibandingkan dengan 14% pekerja di usia 35-44 tahun dan 25-34 tahun.
Menurut mereka pekerja dengan rentang usia di atas 55 tahun juga paling kecil kemungkinannya untuk menerima kompensasi uang untuk tanggung jawab baru (18%), diikuti oleh kelompok usia 45-54 (31%).
Yvonne Teo menjelaskan, sejak puncak pandemi, perusahaan telah melakukan berbagai penyesuaian dalam hal proses pengembangan bakat karyawan mereka. Setiap organisasi juga menyadari bahwa memahami berbagai jenis keterampilan yang perlu dikembangkan karyawan pada berbagai tahap karir mereka, merupakan bagian penting dari strategi tenaga kerja masa depan.
“Bagi sebuah perusahaan ataupun organisasi, tidak akan cukup hanya dengan melaukan employee mapping untuk memetakan tujuan karir mereka. Departemen SDM membutuhkan teknologi dan analitik data untuk memberikan penilaian yang kuat tentang kekuatan unik dan area pertumbuhan karyawan. Visibilitas yang lebih besar membantu membangun strategi pengembangan tenaga kerja dinamis yang mengurangi tingkat turnover, meningkatkan produktivitas dan ketahanan, dan memastikan bahwa karyawan menerima penghargaan yang adil atas kontribusi mereka.” jelasnya lebih jauh.
Sumber/foto : hrmasiamedia.com/scriptsourcing.com