IntiPesan.com

Memahami Objectives & Key Results Sebagai Alat Ukur Kinerja Karyawan

Memahami Objectives & Key Results Sebagai Alat Ukur Kinerja Karyawan

OKR adalah singkatan dari Objective and Key Results. OKR ini adalah salah satu metode pengukuran manajemen kerja yang awalnya dilakukan oleh Andy Grove di Intel, perusahaan produsen prosesor komputer terkenal di dunia. Di tahun 1999, OKR kemudian diadaptasi oleh John Doerr untuk digunakan oleh tim Google. Sistem OKR membantu Google menjadi perusahaan yang berkembang pesat dari hanya 40 karyawan hingga lebih dari 60.000 saat ini. Sistem tersebut menjadi tren dan sering dipakai oleh perintis startup company.

Menurut Ferry Wirawan Tedja, CEO Samahita Wirotama Osadi Tedja ketika ditemui oleh Redaksi Intipesan pada Kamis (5/3) di Jakarta menyebutkan bahwa sesuai dengan namanya OKR terdiri dari dua komponen utama yaitu Objectives dan Key Results. Objectives adalah deskripsi kualitatif dari apa yang ingin dicapai. Deskripsi ini singkat, mudah diingat, menjadi sumber motivasi dan bisa menantang tim untuk melakukan yang terbaik untuk mencapai sebuah tujuan.

“Key Results adalah sebuah set alat ukur yang mengukur kemajuan usaha yang sudah dilakukan untuk mencapai Objectives yang telah ditentukan. Sebuah objective sebaiknya terdiri dari 2-5 key results. Setiap key results harus bisa diubah menjadi angka untuk bisa terukur dengan baik,” jelasnya.

Dirinya menjelaskan lebih jauh, OKR bukanlah alat evaluasi kinerja karyawan melainkan alat bantu, untuk mengukur sejauh mana apa yang dilakukan sudah sesuai dengan target perusahaan. OKR membantu tim di perusahaan untuk mengevaluasi usaha pencapaian target. OKR adalah sistem manajemen kerja yang unik karena dengan menentukan OKR sebuah perusahaan bisa peka dan responsif terhadap perubahan. Hal ini dikarenakan target yang dibuat hanya untuk dalam jangka waktu dekat.

OKR itu sendiri bukanlah barang baru melainkan sudah diciptakan atau diterapkan sejak lama. OKR dikenalkan oleh Andy Grove tahun 1977 pada waktu dia menjadi pimpinan Intel. Kemudian disampaikannya kepada John Doerr. Yang kemudian oleh John Doerr tahun 1999 dibawa kepada google. Dimulai dari google inilai kemudian OKR merambah kepada seluruh startup company. Demikian seperti penjelasan Ferry Wirawan Tedja, CEO Samahita Wirotama Osadi Tedja.

“OKR agak sedikit berbeda dengan KPI. Jika halnya periode KPI bisa mencapai tahun, lain halnya dengan OKR yang hanya tiga bulan saja. Apabila semua hal tersebut sudah tercapai, bisa diganti dengan OKR baru.”ungkapnya.

Ferry menyebutkan pada dasarnya OKR merupakan bagian dari strategic management. Dimana proses strategic management biasanya oleh perusahaan-perusahaan besar di mulai dari semester kedua untuk berbicara mengenai hal tahun mendatang.

“OKR sendiri itu bisa berjalan setelah objective atau sasaran perusahaan itu sudah dirumuskan. Lalu darisana, dari objective perusahaan dan ukurannya itu sudah di definisikan, maka kita bisa membuat satu OKR untuk company yang akan di align kan dengan departemen, unit ataupun individu,” tutur Ferry.

Proses yang cukup menarik bahwa OKR itu tidak hanya sifatnya top down tetapi juga bisa bottom up yang sangat mudah diterima oleh para milenial yang memiliki aspirasi dan harapan. ungkapnya.

“Mereka tidak bekerja dengan satu sistem ukuran kinerja yang kaku yang kira-kira itu hanya top down saja, tetapi OKR mempromosikan bottom up alignment itu yang menjadi kunci dan krusial pada saat kita menerapkan OKR,” ungkapnya.

Namun hal itu, didalam menerapkan OKR tentu ada banyak tantangan yang harus dihadapi. Ferry mengatakan bahwa di Indonesia sendiri budaya menjadi salah satu tantangan terbesar.

Hal itu bisa dilihat bahwa budaya kepemimpinan di Indonesia sendiri cenderung bersifat top down. Tetapi perusahaan bisa cukup optimis dengan OKR, mengingat generasi milenial yang mengenyam pendidikan dengan sangat baik. Hal itu juga didorong oleh harapan milenial untuk bisa didengar seluruh aspirasi mereka yang diwujudkan dalam bentuk suatu sistem manajemen kinerja yang dikenal sebagai OKR.

“Jika perusahaan ingin menerapkan OKR, maka hal yang penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan adalah tantangan budaya kempimpinan perusahaan itu sendiri. Bahwa pemimpin bukan satu-satunya narasumber mengenai apapu yang akan dikerjakan oleh perusahaan, tetapi semua orang akan terlibat dan orang akan memberikan kontribusi,” jelasnya.

Pada dasarnya, pada waktu kita berbicara mengenai manajemen strategic atau manajemen kinerja semua bermula dari objektif. Ketika kita memiliki suatu objektif atau sasaran, kita ingin mengetahui apa ukuran keberhasilannya. Hal itu yang diwujudkan dengan KPI.

Kemudian bagaimana perusahaan bisa tahu apakah sasaran sudah tercapai adalah bisa dilihat jika KR itu sudah tercapai.

“Perbedaanya dengan sistem KPI. KPI biasanya periodenya setahun dan saat ini saya melihat bahwa pimpinan tertinggi terutama para pengusaha mereka melihat bahwa kadang ada satu periode satu tahun itu terasa lama sekali, padahal mereka mengingkan untuk mencapai banyak hal. Banyak hal itu akhirnya mereka tetapkan dalam bentuk satu periode yang lebih singkat yaitu tiga bulan itu tadi,” katanya.

Diharapkan dalam satu tahun ada banyak hal yang bisa dikerjakan, dan itulah yang terjadi kepada para startup company. Mereka melakukan begitu banyak hal dalam satu kurun waktu yang tidak bisa dilakukan oleh perusahaan tradisional karena stratup company memiliki pendekatan yang berbeda yaitu OKR itu sendiri.

Selanjutnya untuk mengukur keberhasilannya, itu bisa dilihat sejauh mana OKR itu tercapai. Namun, yang menraik adalah bahwa dari OKR sendiri tidak diharapkan pencapaian seratus persen. Melainkan pencapaian 60 sampai 70 persen adalah pencapaian yang sudah dianggap baik sekali.

“Artinya target-target yang ditetapkan itu justru bukan target yang aman tetapi justru target yang sifatnya ambisius atau aspirasional,” tutur Ferry.

Kemudian, periode untuk memonitor apakah OKR itu akan berhasil atau tidak dan sebagainya. Walaupun OKR dilakukan diangka tiga bulan, sebenanrya motinoring nya sendiri dilakukan mingguan.

“Jadi misalnya kita memonitor OKR itu setiap satu minggu sekali, lalu pada akhir periode kuarter itu hasilnya jelek misalnya dibawah 30 persen, maka dipastikan siapapun yang melihat hal itu sudah tiap minggu dipantau dan hasilnya tetap jelek berarti OKR itu memang tidak mungkin dicapai. Oleh sebab itu lebih baik OKR yang nilainya dibawah 30 persen kita drop. Sedangkan OKR yang di atas 30 sampai 60 persen itu kita enggak achieve tapi next kuarter kalau kita ukur lagi kita mungkin akan achievehal itu,” terangnya menutup.(Artiah)