Human Capital vs Organizational Capital
Mana yang Lebih Menjadi Prioritas dalam Menghasilkan Keunggulan Kompetitif bagi Organisasi
Heru Wiryanto
Senior Technical Advisor at BDO, People-Data Scientist
Prinsip Ketidaksetaraan yang berlaku saat ini pada Human Capital bahwa orang-orang yang berkinerja lebih baik adalah individu yang lebih mampu; mereka lebih cerdas, lebih menarik, lebih pandai berbicara, lebih terampil secara individual. Prinsip ini lupa bahwa yang mereka lakukan belumlah lengkap jika tidak dilekatkan konteks “Social Capital atau Organizational Capital”, karena prinsip orang neghasilkan kinerja tidak hanya sendirian atau individual. Metofora Social Capital atau Organizational Capital menjelaskan bahwa orang-orang yang berkinerja baik memiliki keterhubungan dengan orang-orang sekitarnya. Orang-orang tertentu disekitarnya atau kelompok-kelompok tertentu terhubung dengan, mempercayai orang lain , berkewajiban untuk mendukung, bergantung pada kerjasama dengan orang lain sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik. Memegang posisi tertentu dalam struktur sosial ini dapat menjadi aset tersendiri bagi individu. Dengan kata lain kinerja individu tidak dapat dilepaskan dari konteks organisasi dimana dia berada dan orang orang disekitarnya.
Hingga saat ini Human Capital menggali data dan informasi mengenai kemampuan, kecerdasan, kepribadian dan yang lainnya yang berupa data atribut yang menempel pada individunya. Data ini tentunya tidak cukup untuk menjelaskan kenapa individu bisa bekerja lebih baik, kondisi lingkungannya yang nota bene organisasinya juga mempunyai kontribusi, Jadi inget Kurt Lewin bahwa perilaku itu merupakan fungsi interaksi dari individu dan lingkungannya. Modal sosial atau Modal Organisasi berusaha menjelaskan variabel lingkungan tersebut melalui data yang bersifat relasional yakni data yang dihasilkan dari interaksi antar inividu satu dengan yang lainnya. Data ini yang masih jarang dikelola dengan baik, bahkan tidak dikumpulkan oleh perusahaan dan organisasi.
Metafora Modal Sosial mengacu pada keuntungan yang dihasilkan oleh jaringan sosial dan fakta bahwa orang-orang yang terhubung lebih baik akan mendapatkan hasil yang lebih baik. Pialang (Brokerage) dan Penutupan (Closure) merupakan konsep yang cukup menarik untuk diperlajari. Efek dan mekanisme dari dua sumber utama modal sosial, yaitu posisi perantara (Brokerage) dan ketertutupan kelompok (Closure). Pialang (orang dalam posisi pialang) berdiri di persimpangan dunia sosial. Dengan demikian, mereka menciptakan nilai dengan menjembatani mereka yang dalam kelompok yang berbeda. Ketertutupan hasil dari kohesi dalam jaringan sosial. Menghasilkan keselarasan, ketertutupan meningkatkan tindakan kolektif. Pada kasus-kasus organisasi besar, Pialang dan Ketertutupan memiliki kontribusi besar pada kompetisi dan seleksi sosial tentunya.
Pekerjaan rumah terbesar adalah bagaimana memanfaatkan modal organisasi dan modal sosial untuk bisa menjadikan “competitive advantage” bagi perusahaan, Pendekatan ini melengkapi metode yang pernah ada meninggal “micro management” yang banyak dengan data atribusi, sibuk dengan kompetensi individu, kinerja individu, capability individu, mampu bertransformasi ke pendekatan organisasi secara “macro management” yang melihat organisasi sebagai “ansich sebagai organisasi” bukan sekumpulan atribut individual yang dijumlahkan dan ditarik kesimpulan matematis, statistical atasnya.
Siapkah bertransformasi menggunakan menggunakan pendekatan Modal Organisasi (Organizational Capital), Belajar dulu konsep organizational network analysis, menghitung “network contraints”, menghtung indeks efesiensi dan efektifitas jejaring organisasi, menghtiung dan mengidentifikasi indeks “Kepialangan” atau “Brokerage” dan masih banyak lagi. Ini bener bener Psikologi Organisasi yang sesungguhnya. Jalanin Organizational Development tanpa ini akan kehilangan ruhnya karena menurut Kotler, Organisasi mempunyai “dual system” yakni sistem Hierarchical, dan sistem jaringan sosial, Sistem yang hirarki ini termanifestasi dalam struktur organisasi yang formal yang terejawantahkan dalam uraian pekerjaan, hubungan antar jabatan, dan dokumen resmi lainnya, padahal menurutnya perubahan organisasi dan kinerja justru sebagian besar ditentukan oleh jejaring yang dibangun secara informal.
Mau belajar hal ini, atau mengembangkan keterampilan sosiometri klasik yang pernah dipunyai dulu dengan keterampilan “Organizational Network Analysis” atau ONA, nantikan dalam waktu dekat ini.
Gambar : pxhere.com